Chereads / 3MJ / Chapter 4 - Perselingkuhan di Masa Lalu

Chapter 4 - Perselingkuhan di Masa Lalu

Keriap bisu mengerabik di semenanjung pikiran kelima sahabat di dalam coffee shop tersebut.

"Apa yang ingin kaubicarakan denganku malam-malam begini?" Terdengar pertanyaan ketus dari Liana Fransisca Sudiyanti kepada sang suami, Nicholas Tanuwira.

"Kau sendiri merasa sama sekali tak ada yang ingin kaubicarakan denganku, Liana?" tanya Nicholas Tanuwira dengan sorot mata nanar.

"Tidak ada… Seharian aku sudah cukup sibuk dengan perusahaan. Aku harus melakukan rapat dan pertemuan, inspeksi, pengecekan neraca, dan pertemuan dengan para investor yang baru. Aku sudah capek. Ketika malam datang begini, tidak bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk beristirahat?" tukas Liana Fransisca membalikkan badannya menghadap ke jendela ruangan kerjanya sambil menghembuskan asap rokoknya tinggi-tinggi ke udara.

"Aku mengikutimu seharian ini. Dari kantor sampai ke hotel…" kata Nicholas Tanuwira menyindir sinis.

Berbalik dengan terkejut, kini Liana Fransisca menatap suaminya yang sah itu dengan sepasang mata yang membeliak lebar.

"Kau menguntitku, Nicholas!" hardik si istri.

"Kenapa memangnya? Memangnya tidak boleh?" Nicholas Tanuwira masih memberikan sedikit nada sindiran sebelum akhirnya ia mengeraskan dan menaikkan volume suaranya, "Kau berselingkuh dengan orang Jepang itu di belakangku selama ini! Kau pengkhianat! Kau tak lebih dari seorang perempuan jalang! Kau itu pelacur!"

Meledaklah dendam dan kebencian yang selama ini ditahan-tahan oleh Nicholas Tanuwira. Liana Fransisca hanya berdiri mematung dan menatap wajah sang suami dengan sorot mata tanpa ekspresi. Orang bilang pikiran wanita merupakan lautan misteri yang sungguh tak terpecahkan di seluruh alam semesta ini. Memang benar… Saat itu, sama sekali tidak ada yang bisa menebak apa yang sedang berada dalam pikiran Liana Fransisca Sudiyanti.

Satu tamparan telak didaratkan oleh Nicholas Tanuwira ke wajah istrinya. Liana Fransisca hanya menghadap ke samping, sambil terus berdiri mematung dengan rokok yang masih terjepit di antara jari tengah dan jari telunjuknya.

Tampak Liana Fransisca kini mengeraskan rahangnya dan menatap sang suami kembali.

"Tamparlah aku jika itu bisa membuatmu puas. Namun, itu tetap takkan bisa mengubah kenyataan apa pun," desis Liana Fransisca dengan sinar mata nanar. Sungguh terperanjat kaget bukan main melihat sinar mata istrinya yang seperti itu.

"Karena kau sudah tahu, kini aku akan jujur kepadamu. Benar… Aku sudah lama berhenti mencintaimu. Aku mencintai Kendo Suzuki sekarang. Aku telah menyerahkan hati, kehormatanku, dan cintaku kepadanya. Dia bisa memberikanku segala hal, segalanya yang tidak bisa kauberikan kepadaku, Nicholas. Kau mengerti sekarang kan?"

Nicholas Tanuwira mengepalkan kedua tangannya. Ia menahan kebencian dan kemarahan yang sudah bergolak dalam teluk pikirannya.

Nicholas Tanuwira melemparkan laporan pemeriksaan DNA ke atas meja kerja Liana Fransisca. Liana Fransisca meraih laporan tersebut dan menelusuri tulisan-tulisan yang tertera pada laporan tersebut. Liana Fransisca melemparkan kembali laporan pemeriksaan tersebut ke meja dengan santai, dengan masih mengisap asap rokoknya dan menghembuskannya ke udara.

"Iya… Kuakui sekarang… Mereka bukanlah anakmu… Mereka adalah anak Kendo Suzuki…"

"Aku akan menghancurkan kalian berdua! Aku pasti akan menghancurkan kalian berdua! Suatu saat nanti kalian akan membayarku atas apa yang telah kalian perbuat padaku hari ini!" Tampak sorot mata Nicholas Tanuwira yang penuh dendam dan terdengar gigi-giginya yang bergemeretak.

"Kau takkan bisa membalaskan dendam apa pun, Nicholas… Kau tak memiliki apa yang dimiliki olehku dan oleh Kendo selama ini – uang, dan kekuasaan… Kau tidak memiliki semua itu. Terus terang, sampai sekarang aku menyesal telah menikah denganmu. Kukira dengan menikah denganku, itu sedikit banyak bisa mendongkrak semangat kerja dan harta kekayaanmu. Namun, itu tidak terjadi sampai sekarang. Kalau kau ingin bercerai, beritahu aku ya… Aku akan dengan senang hati melakukannya…" kata Liana Fransisca dengan santai.

Liana Fransisca hendak berbalik ketika dengan kasar sang suami menarik lengan kanannya dan membalikkan badannya. Dengan kasar, Nicholas Tanuwira menghentakkan tubuh istrinya ke sofa. Rokok jatuh ke lantai begitu saja.

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Terdengar pekikan tertahan dari Liana Fransisca. Karena tubuhnya kalah besar dan kalah kuat, dia hanya bisa menyerah di bawah penindasan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh suaminya.

Tamparan dan pukulan didaratkan secara bertubi-tubi oleh Nicholas Tanuwira ke wajah, kepala, leher, dan bahkan sebagian tubuh bagian atas Liana Fransisca. Karena menderita kesakitan di mana-mana, akhirnya Liana Fransisca berhenti melakukan perlawanan dan hanya bisa tertelentang tidak berdaya di atas sofa.

"Kenapa kau melawan? Kau sudah terbiasa dengan hal ini ketika kau bersama dengan orang Jepang itu bukan? Kau sudah terbiasa dengan peragaan kejantanan yang dilakukan oleh orang Jepang itu bukan?"

Nicholas Tanuwira merobek pakaian dan rok istrinya. Dengan sekali tarik, kini celana dalam Liana Fransisca langsung robek dan menampilkan kewanitaannya. Liana Fransisca hanya bisa diam-diam meneteskan air mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Sekujur tubuhnya sudah sakit semua.

Dengan mundur sedikit, Nicholas Tanuwira melepas celana dan celana dalamnya di hadapan sang istri. Tampak barang kejantanannya yang sudah menjulang tinggi.

"Kau memang pelacur kelas tinggi! Tapi kau takkan bisa lolos dari pria kelas rendah sepertiku malam ini! Malam ini kau masih menjadi istriku! Malam ini aku akan memberimu satu peragaan juga! Kelak jikalau kita sudah bercerai nanti, kau bisa menjadikan peragaan kejantananku ini sebagai suatu referensi perbandinganmu!"

Nicholas Tanuwira menghujamkan barang kejantanannya ke dalam liang kewanitaan istrinya dengan kasar. Dia mulai bergerak memompa dengan kasar. Sesekali ia akan menjambak rambut Liana Fransisca, menampar wajahnya, dan sesekali ia bahkan akan membenturkan kepala Liana Fransisca ke pegangan sofa. Terdengar jeritan dan lolongan ketidakberdayaan Liana Fransisca selama Nicholas Tanuwira menyalurkan hasrat liarnya.

Penyaluran hasrat liar berakhir ketika Nicholas Tanuwira akhirnya mencabut barang kejantanannya keluar dan menyemburkan sari-sari vitalnya ke wajah Liana Fransisca. Tampak Liana Fransisca membiarkan saja cairan semen itu menetes-netes di wajahnya dan mengotori wajahnya. Ia sama sekali tidak berdaya lagi karena sekujur tubuhnya sakit sekali, terutama di daerah liang kewanitaannya yang telah dihujam dengan kasar oleh barang kejantanan Nicholas Tanuwira tadi.

Nicholas Tanuwira berpakaian lengkap kembali dan dengan seringai kejam ia menatap istrinya yang tertelentang telanjang di atas sofa tersebut,

"Aku takkan minta cerai! Selamanya kau akan jadi istriku! Tiap malam mulai malam ini, kau harus melayani hasrat liarku seperti tadi! Aku ingin kau menjalani hari-hari yang jauh lebih mengerikan daripada di neraka!"

Nicholas Tanuwira berlalu keluar dari ruangan kerja Liana Fransisca begitu saja. Di luar, dia bertemu dengan Maxy Junior yang masih berusia sepuluh tahun waktu itu. Tampak sepasang mata Maxy Junior sedikit berkaca-kaca. Dia mencoba untuk menggenggam tangan ayahnya ketika sang ayah menepiskan tangannya.

"Kau bukan anakku! Carilah orang Jepang itu! Orang Jepang yang bernama Kendo Suzuki itulah ayah kandungmu! Minggir kau sana!"

Nicholas Tanuwira tampak naik ke lantai dua, meninggalkan Maxy Junior yang diam-diam meneteskan air mata dan terisak-isak di ruang tengah rumah besar tersebut.

Keesokan paginya, Nicholas Tanuwira ditemukan di kamarnya dalam keadaan tidak bernyawa. Di tangannya tergenggam sebuah pistol corong dan tampak sebuah lubang kecil pada pelipis kanannya.

Lamunan Maxy Junior buyar ketika terdengar panggilan Mary Juniar di sampingnya.

"Halo, Bang… Halo, Bang Maxy… Bang Maxy sedang melamun apa?" Mary Juniar sedikit menyibakkan rambut panjangnya ke belakang punggung sembari menatap abangnya dengan sorot mata penuh keingintahuan.

"Tak apa… Kau sudah pesan?" Tampak lagi sebersit senyuman santai nan menawan di sudut bibir Maxy Junior. Mary Juniar langsung mendaratkan pantatnya ke kursi di samping abangnya.

"Aku kongsian saja sama Bang Maxy…" Mary Juniar membuka mulutnya. Sambil tersenyum gemas, Maxy Junior memasukkan sepotong beef steak ke dalam mulut adiknya. Sang adik mengunyah daging sapi tersebut dengan gaya imut.

Maxy Junior dan keempat temannya hanya tampak meringis dan menyeringai melihat tingkah imut Mary Juniar.

"Kau bisa pesan sendiri. Kenapa mesti kongsian dengan abangmu?" celetuk Saddam Demetrio sambil mengunyah-ngunyah daging ikan dalam mulutnya.

"Kongsian kan lebih mesra…" sahut Mary Juniar bergelayut manja di lengan kanan abangnya. Abangnya itu hanya kembali menampilkan sebersit senyuman semringah.

"Orang yang tidak tahu akan mengira kalian itu pacaran…" kata Verek Felix meledak dalam tawa renyahnya.

"Seandainya bisa, aku akan berpacaran dengan abangku ini, Bang Verek. Namun sayang sekali… Dia adalah abangku. Aku hanya bisa berharap ke depannya aku bisa mendapatkan seorang suami yang seperti abangku ini."

"Jangan terus berkata begitu. Nanti orang benaran mengira aku adalah pacarmu dan kesempatanmu untuk berpacaran akan menurun," sahut Maxy Junior sedikit terkekeh.

"Bagaimana kalau denganku saja?" kata Thobie Chiawan sedikit menggoda.

"Wajah dan perawakan tubuhmu sudah hampir mirip abangku, Bang Thobie. Hanya saja… Karakter lemah lembut, serius, dan penuh tanggung jawabmu itu masih kurang," cetus Mary Juniar kembali bergelayut manja di lengan kanan abangnya.

"Secara tidak langsung, Mary Juniar bilang Maxy Junior lebih unggul darimu, Thob…" tukas Rodrigo Wisanto setengah mencibir.

"Oke… Aku mengaku kalah. Memang tidak ada yang bisa mengalahkan Maxy Junior kita, baik dalam hal kepintaran belajar maupun dalam hal menaklukkan cewek," timpal Thobie Chiawan. Yang lain meledak dalam tawa renyah mereka.

"Enak nggak beef steak ini, Mar…? Kupesankan beef steak ini saja ya…" usul Maxy Junior. Mary Juniar mengangguk dengan sinar matanya yang terus berkelebat.

"Minumnya…? Mau minum apa? Biar aku pesankan…" tanya Maxy Junior mulai membuka buku menu yang ada di atas meja mereka. Mary Juniar menelusuri tulisan-tulisan yang tercetak pada buku menu tersebut. Akhirnya ia menunjuk ke satu nama minuman.

"Aku Rainbow Punch ini saja, Bang…"

Maxy Junior memanggil si pelayan dan memesankan makan minum yang dikehendaki oleh adiknya. Sepeninggal si pelayan, perbincangan mereka berkisar seputar sekolah dan kegiatan-kegiatan yang akan mereka ikuti di sekolah.

Suasana dalam coffee shop tersebut diselangkupi oleh keramaian dan keceriaan siang itu.