Chereads / Perceraian Kontrak / Chapter 10 - Tertembak namun tetap bergerak

Chapter 10 - Tertembak namun tetap bergerak

Secara tiba-tiba 10 orang berbadan besar datang dan berdiri dibelakangnya pria berjubah hitam. Pria itu kembali tertawa dengan nada yang sangat-sangat menyeramkan.

"Sial! aku masih ada meeting, tapi telat sedikit tidak apa-apa lah. Aku harus melawan mereka," ujar Ryan dalam hati.

Ryan berlari keluar dari kamar Santoso. Pria berjubah hitam serta 10 orang berbadan besar itupun keluar dari kamar Santoso, mengikuti Ryan.

"Kita berkelahi saja disini," ucap Ryan.

Tanpa berkata, pria berjubah hitam memegangi pisau lalu berusaha menusuk Ryan. Namun tidak terkena. Ryan memutuskan untuk menggunakan pistol andalannya. Iapun menembak ke lima lawan yang selalu saja membantu pria berjubah hitam. Tidak cuma mengenai sasaran, namun peluru dari pistol itu menghancurkan musuh-musuh.

Kini tersisa enam orang termasuk pria berjubah hitam. Ryan sedikit lebih lega karena musuhnya mulai berkurang.

Ia pun berusaha untuk melawan 6 lawannya namun selalu tidak mengenai. Padahal gerakan nya sudah cepat tapi mereka berhasil menangkis gerakan yang dikeluarkan oleh Ryan.

Ryan memakai pistolnya yang satu lagi. Pistol biasa milik polisi-polisi Amerika yang biasa digunakan. Iapun menembak kearah lawan terutama kearah pria berjubah hitam. Namun tidak terkena!

Ryan mengambil sebuah panah yang ada didekat sana, iapun langsung memanah ke 4 musuhnya. Lawan semakin berkurang, hanya tersisa 2 orang termasuk pria berjubah hitam.

Ya Ryan akui bahwa kedua orang itu sangat sulit dikalahkan. Mereka sangat jago sekali berkelahi hingga bisa menangkis gerakan-gerakan Ryan.

Secara tiba-tiba salah satu teman pria berjubah hitam itu hilang. Itu membuat Ryan bertanya-tanya kenapa bisa hilang? tetapi ia tidak memikirkannya dan lanjut bertarung dengan pria berjubah hitam.

Ia menembak serta memanah pria berjubah hitam itu. Sampai akhirnya anak panah dan peluru milik Ryan mengenai pria berjubah hitam.

Anak panah mengenai bagian otak si pria itu sedangkan pelurunya mengenai bagian jantung. Ryan menghampiri nya lalu menarik pria itu hingga mengarah ke ruang tamu.

Ryan berdiri sehabis ia menarik pria berjubah hitam. Ia berisitirahat sejenak sebelum mengetahui identitas pria ini. Iapun membuka jubah hitam si pria yang hampir membunuhnya. Betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa yang baru saja dibunuhnya adalah Darly. Dia adalah sahabat lama Ryan yang dulu dikabarkan telah meninggal.

Ryan langsung melempar jaket miliknya saat mengetahui pria itu. Ia tidak menyangka bahwa akan bertarung dengan sahabatnya sendiri. Meskipun Darly sahabat lama, tetapi ia sangat baik dan selalu menolong Ryan dalam keadaan Ryan sedang susah.

Mata Ryan terlihat berkaca-kaca sembari berjalan kesana-kesini untuk menghilangkan kesedihannya yang tidak menyangka akan membunuh sahabatnya meskipun Darly yang terlebih dahulu menyakiti nya.

Secara tiba-tiba, dari depan seseorang menembak Ryan dan mengenai bagian perut. Ryan memegangi perutnya yang terluka lalu tergeletak di lantai. Namun bukan berarti ia tidak sadarkan diri. Ia hanya menahan rasa sakit. Ryan memutuskan untuk berpura-pura pingsan supaya ia lebih mudah membunuh teman Darly.

Ryan memejamkan kedua matanya. Ia menyembunyikan pistol dikantongnya. Rencana Ryan mulai berjalan, orang itupun mendekati Ryan lalu melihat Ryan yang sedang berpura-pura tidak sadarkan diri.

Dengan gerakan yang cepat, Ryan mencekik leher orang itu lalu menembak bagian kepalanya hingga orang itupun tidak bernyawa lagi.

Kini Ryan bisa bernafas lega meskipun ia sedang terluka. Perlahan-lahan Santoso mulai merasa mendingan dengan sakit yang dirasakan. Iapun langsung berlari menghampiri Ryan yang sedang duduk sambil bersandar di dinding ruang tamu.

"Ryannnn!!!" teriak Santoso sambil berlari.

Ryan hanya menengok lalu ia memejamkan kedua matanya sambil meremas perutnya yang terkena tembakan.

Santoso duduk disamping Ryan. Iapun memukul-mukul pipi kanan dan kiri Ryan.

"Ryan... Ryan," panggil Santoso sambil memukul-mukul pipi Ryan.

"Apa sih? sakit tahu," ucap Ryan sambil tertawa kecil.

"Haduhhhh bisa-bisanya lagi sakit ketawa. Kamu ini ngeyel orangnya kalau dibilangin, jadi kaya begini kan?" ucap Santoso.

"Ahhhh ini luka ringan. Aku sering mengalami ini saat di Amerika waktu bertugas, kamu lupa aku bekerja sebagai apa saja?" ucap Ryan.

"Iya-iya sebagai agen rahasia juga. Ya tapi bukan berarti agen rahasia itu kalau ditembak kuat!!! tetap mereka merasakan kesakitan," jawab Santoso.

"Udah ah bawel banget. Kamu punya perban? tolong berikan aku perban!" ujar Ryan sambil menatap tajam kearah Santoso.

Santoso langsung berlari mengambil perban. Iapun kembali lagi ke Ryan untuk memberikan perban yang sudah ditemukan. Ryan membalut lukanya dengan perban. Setelah itu ia berdiri kembali, bersiap untuk pergi.

Santoso mencegat Ryan, melihat Ryan ini pergi dengan kondisi nya yang terluka.

"Kamu ngapain? jangan pergi! kamu masih terluka," cegat Santoso.

"Aku masih ada urusan. Ini luka ringan juga kok," jawab Ryan.

"Harus dibawa ke rumah sakit luka kaya begini!" ucap Santoso.

"Nanti kalau masalahku sudah selesai. Udah aku mau pergi dulu, kamu telepon polisi dan beritahu masalah ini ya. Udah aku pergi dulu, selamat pagi," Ryan berjalan pergi meninggalkan kediaman Santoso.

Santoso hanya terdiam dan membiarkan temannya pergi untuk menyelesaikan masalah.

***

Tiga puluh menit kemudian...

Amora terlihat menghampiri Calesthane yang masih didalam ruangan saja dari tadi. Iapun membuka pintu ruangan Calesthane lalu masuk menemui Calesthane.

"Calesthane," panggil Amora.

"Yeah...why Miss Amora? (kenapa nona Amora?)," tanya Calesthane sambil mendekati Amora.

"soon the meeting starts. Let's get ready. (segera pertemuan dimulai. Ayo bersiap)," ucap Amora.

"Oke," jawab Calesthane.

Mereka berdua keluar dari ruangan Calesthane. Diluar sudah terdapat Zahra dan orang-orang yang siap mengikuti meeting.

"Ayo masuk!" ucap Calesthane.

"Tetapi pak Ryan belum datang! saya tahu bahwa beliau orang yang tepat waktu. Tetapi meeting bentar lagi mau mulai, dia tidak kunjung datang," jawab Zahra.

Tak lama kemudian terlihat mobil memasuki kantor The Lavender. Orang yang didalam mobil itupun keluar dan berjalan masuk kearah dalam. Mereka semua langsung terdiam melihat Ryan yang muncul dari sana.

Calesthane dan Amora sedikit terkejut karena Ryan mirip sekali seperti Putra. Zahra menghampiri Ryan lalu mendekati Ryan.

"Pak, ayo pak kita meeting," ucap Zahra.

"Iya, maaf sedikit lama," jawab Ryan.

Calesthane mendekati Ryan lalu menarik tangan Ryan kearah toilet. Ryan hanya terdiam melihat Calesthane. Justru ia malah senang karena tangannya bisa disentuh oleh Calesthane.

"Tunggu, kamu itukan Putra satpam kantorku? kenapa kamu bisa disini untuk mengikuti meeting! jangan ngaku-ngaku kamu ya jadi Ryan!" ucap Calesthane.

"Apaan sih nona? saya benar-benar Ryan. Banyak bukti nya! kamu lihat saja di internet. Saya bisa melaporkan anda atas nama pencemaran nama baik," jawab Ryan.

"Ya kan cuma nanya, habis anda mirip seperti satpam saya," jawab Calesthane sambil membelakangi Ryan.

"Ooh. Kayanya kamu suka nih sama satpam kantormu ya hingga kaya hafal sama wajahnya gitu," jawab Ryan mulai memancing Calesthane.

"Ih apaan sih, sotoy banget," ujar Calesthane sambil menonjok bagian luka tembakan Ryan.

Ryan langsung memegangi perutnya karena ia merasa kesakitan. Calesthane merasa khawatir dan terkejut melihat Ryan yang kesakitan.