Usai melaksanakan salat, Aisyah mengajak Ganjar membeli oleh-oleh khas Bogor untuk dibawa pulang. "Kita beli makanan dulu, Jar!" Aisyah meluruskan pandangannya ke wajah Ganjar yang sedang mengenakan kaos kaki di beranda Masjid tersebut.
Ganjar mengangkat wajah dan balas menatap wajah Aisyah. "Kan sudah makan, Ay." Ganjar berkat lirih penuh kelembutan.
"Aku mau beli oleh-oleh, bukan mengajak makan lagi," terang Aisyah sedikit ketus.
Ganjar hanya tersenyum kemudian bangkit dan langsung mengajak Aisyah untuk membeli makanan ringan khas daerah tersebut, yang kebetulan di sepanjang jalan dekat Masjid tersebut terdapat banyak kios makanan ringan khas Bogor, karena tempat itu merupakan jalan yang tembus ke arah puncak tempat rekreasi dan pariwisata.
Usai berbelanja, Aisyah dan Ganjar kembali ke mobil yang terparkir di depan Masjid. "Aku belikan pakaian untuk kamu ya, Jar?" tanya Aisyah meletakkan belanjaannya di jok belakang mobilnya tersebut.
"Pakaian apa, Ay?" Ganjar balas bertanya dengan menatap wajah Aisyah.
"Baju untuk kamu," terang Aisyah menjawab penuh kelembutan.
"Tidak usah, Ay. Pamali," jawab Ganjar tertawa kecil.
Gadis cantik itu tidak paham dengan kalimat yang diucapkan oleh Ganjar. "Maksud kamu, pamali kenapa?" Aisyah mengerutkan kening dan menatap tajam wajah Ganjar.
"Bercanda, Ay. Maksudku tidak usah, lagipula pakaianku masih banyak yang baru." Ganjar menolak halus niat baik dari kekasihnya itu.
"Oh, aku kira apa."
Kemudian, mereka langsung masuk ke dalam mobil. Pemuda tampan itu langsung melajukan mobil keluar dari halaman Masjid tersebut, untuk segera pulang ke Cianjur. Untuk sampai ke Cianjur hanya memakan waktu satu setengah jam saja.
Dalam perjalanan keduanya terus bercengkrama, antara Ganjar dan Aisyah merupakan dua remaja yang taat dalam melaksanakan ibadah dan mengerti akan aturan Agama, sehingga mereka punya batasan-batasan tertentu dalam berhubungan.
Satu jam kemudian, mobil yang dikemudikan Ganjar sudah memasuki area halaman rumah sederhana yang berdiri kokoh tidak jauh dari jalan utama desa. Kediaman Ganjar merupakan rumah paling sederhana di antara deretan rumah-rumah penduduk lainnya. "Alhamdulillah, akhirnya sampai juga," ucap Aisyah.
Perlahan mobil memasuki halaman rumah, kemudian Ganjar langsung menghentikan laju mobil tepat di depan beranda kediamannya itu. "Ayo, Ay!" Ganjar mengajak Aisyah untuk segera keluar dari mobil.
Aisyah hanya menganggukan kepala kemudian keluar dari dalam mobil dengan membawa plastik kresek besar berisi oleh-oleh yang ia beli dari Bogor. Setibanya di depan pintu, Ganjar langsung mengetuk pintu dan mengucap kalimat salam. "Tok, tok, tok Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam," jawab Bu Ratna bergegas membuka pintu.
"Ibu kira, kalian mau pulang sore?" sambut Bu Ratna lirih bertanya dengan lirihnya.
Ganjar dan Aisyah hanya tersenyum kemudian masuk mengikuti langkah ibu paruh baya itu. "Ini oleh-olehnya, Bu." Aisyah menyerahkan oleh-oleh tersebut kepada calon ibu mertuanya itu.
Bu Ratna tampak senang. "Ya Allah, pakai repot-repot segala membelikan oleh-oleh," ungkap ibu paruh baya itu.
Ganjar dan Aisyah langsung duduk di ruang tengah dengan menikmati tayangan televisi, sementara Bu Ratna sudah kembali ke ruang dapur dengan membawa makanan ringan oleh-oleh dari Aisyah. "Beruntung kamu, Nak. Jika bisa berjodoh dengan Aisyah," bisik Bu Ratna dari dalam dapur.
Beberapa saat kemudian, terdengar ponsel Aisyah berdering, Aisyah bangkit langsung meraih ponsel di dalam tas miliknya.
"Assalamu'alaikum." Aisyah mengawali percakapannya via ponsel tersebut.
"Wa'alaikum salam," jawab sang Ayah.
"Ada apa, Pak?" tanya Aisyah lirih.
"Kamu di mana, Neng?"
"Di rumah Ganjar, Pak."
"Pulang dulu, Neng. Ada Zihan menunggu!"
"Iya, Pak."
"Ya sudah, assalamualaikum," pungkas Haji Mustofa.
"Wa'alaikum salam," jawab Aisyah langsung menutup ponselnya.
"Dari Bapak, Ay?" Ganjar meluruskan pandangannya ke wajah Aisyah.
"Iya, Jar. Di rumahku ada Zihan," jawab Aisyah. "Aku pulang sekarang ya, Jar," sambung Aisyah balas menatap wajah sang Kekasih.
Ganjar tersenyum dan sedikit menganggukkan kepala. "Iya, Ay. Salam untuk orang tuamu!"
Gadis cantik berkulit putih itu langsung bangkit melangkah masuk ke dalam rumah. "Bu," panggilnya lirih.
"Iya, Neng. Ibu di dapur," sahut Bu Ratna lirih.
Aisyah bergegas melangkah ke dapur untuk menemui Bu Ratna. "Ibu, Aisyah mau pulang sekarang," terang Aisyah lirih.
"Masih siang, Neng." Bu Ratna mengarahkan tatapannya ke wajah Aisyah.
"Tadi Bapak telpon, ada teman Aisyah sedang menunggu," ucap Aisyah penuh keramahan.
"Oh, ya sudah. Hati-hati di jalan!"
Aisyah langsung meraih tangan ibu paruh baya itu dan menciumnya penuh hormat.
Setelah itu, Aisyah langsung berlalu dari hadapan Bu Ratna dan langsung pamit juga kepada Ganjar. "Aku pulang sekarang ya, Jar," ucap Aisyah lirih.
"Iya, Ay." Ganjar tersenyum menatap wajah sang Gadis pujaannya itu.
"Assalamu'alaikum," pungkas Aisyah melangkah keluar menuju ke arah mobilnya.
Ganjar hanya memandang dari beranda rumah, menatap laju mobil yang perlahan meninggalkan halaman kediamannya itu.
***
Pukul tiga sore, Ganjar dihubungi sang Paman. Haji Syarif meminta Ganjar untuk ke kediamannya saat itu juga, karena ada hal penting yang ingin ia bicarakan kepada keponakannya itu.
"Bu, Bapak ke mana?" tanya Ganjar lirih.
Bu Ratna dengan lirihnya menjawab pertanyaan putra semata wayangnya itu. "Bapakmu sedang ke rumahnya Pak Sopyan,"
"Oh, Ganjar kira, Bapak ke ladang," ucap Ganjar.
Setelah itu, ia langsung pamit kepada sang Ibu untuk segera berangkat ke kediaman sang Paman. "Ya sudah, Ganjar pamit dulu ya, Bu," ucap Ganjar meraih tangan sang Ibu lalu menciumnya penuh rasa hormat.
"Memangnya, kamu mau ke mana, Nak?" Bu Ratna mengerutkan kening dan meluruskan bola matanya ke wajah Ganjar.
"Paman meminta Ganjar untuk ke rumahnya sekarang," terang Ganjar.
"Oh, ya sudah. Hati-hati!" ujar Bu Ratna lirih.
Setelah mengucapkan salam, Ganjar langsung melangkah berlalu dari hadapan sang Ibu. Saat itu Ganjar sudah ditunggu di beranda rumah oleh Abdul yang merupakan pengemudi ojek di kampungnya tersebut. Abdul sengaja ditelpon oleh Ganjar untuk menjemputnya saat itu. Ganjar langsung menghampiri Abul dan langsung mengajaknya untuk segera berangkat. "Ayo, Bang. Antar aku ke gang tani 2!"
"Iya, Jar." Abdul langsung bangkit dan melangkah menuju ke arah motor yang ia parkir di halaman kediaman tersebut.
Ganjar langsung naik ke motor Abdul. Perjalanan menuju ke kediaman Haji Syarif hanya memakan waktu sekitar lima menit saja. Setibanya di depan kediaman Haji Syarif, Abdul langsung menghentikan laju motornya.
"Nanti, pulangnya dijemput jangan, Jar?" tanya Abdul menatap Ganjar.
"Tidak usah, Bang!" jawab Ganjar lirih. "Berapa ongkosnya, Bang?" sambung Ganjar.
"Delapan ribu saja!" jawab Abdul.
Ganjar langsung menyerahkan uang satu lembar pecahan sepuluh ribu kepada sang Pengemudi ojek itu. "Tidak ada kembaliannya, Jar."
"Kembaliannya, ambil saja!" ucap Ganjar tersenyum.
"Terima kasih, Jar." Abdul langsung pamit dan berlalu dari hadapan Ganjar. Pemuda tampan itu melangkah menuju arah pintu kediaman megah tersebut. "Tok, tok, tok."
"Assalamu'alaikum," ucap Ganjar lirih.
"Wa'alaikum salam," sahut Hajah Mae bergegas membuka pintu kediamannya.
"Ganjar. Silahkan masuk, Nak!" sambut Hajah Mae.
"Iya, Bi. Paman ada, Bi?" tanya Ganjar.
"Ada di ruang tengah," jawan Hajah Mae lirih.
Ganjar melangkahkan kakinya memasuki kediaman megah tersebut, mengikuti langkah sang Bibi. Ganjar langsung menghampiri sang Paman yang sedang duduk santai di sopa yang ada di ruangan tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Ganjar lirih langsung tangan pria berkopiah putih itu seraya mencium tangan pamannya penuh rasa hormat.
"Silahkan duduk, Nak!" perintah Haji Syarif lirih.
"Iya, Paman." Ganjar langsung duduk di samping pamannya, tidak lama kemudian Hajah Mae datang dengan membawa secangkir kopi hitam untuk keponakannya tersebut. "Ini kopinya, Nak!"
"Iya, Bi. Terima kasih." Ganjar tersenyum ke arah sang Bibi.
Haji Syarif langsung mengutarakan maksudnya. "Paman sengaja meminta kamu datang ke sini, karena ada hal penting yang ingin Paman bicarakan kepada kamu," ujar Haji Syarif.
Ganjar hanya mengangguk dan mendengarkan dengan baik ucapan dari pamannya tersebut. "Paman akan mempercayakan beberapa hektar lahan milik Paman kepada kamu," sambung Haji Syarif.
Ganjar terperanjat dan sedikit tidak mempercayai ucapan pamannya itu. "Maksud, Paman?" Ganjar tampak ragu.
Haji Syarif dengan penuh kelembutan menjelaskan secara detail maksud dan keinginannya itu di hadapan Ganjar, Ganjar pun akhirnya mengerti dan mau menerima tawaran dari pamannya itu.
***
(Kutipan dari penulis)
Dalam penggalan surat Al-baqarah ayat 283 dipaparkan "Tetapi jika, sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain hendaklah yang dipercayakan itu menunaikan amantnya (utangnya) dan hendaklah dia bertaqwa kepada Allah, Tuhannya!" di dalam ayat Al-quran tersebut sudah jelas diterangkan bahwasannya jika kita diberikan suatu amanah, maka kita harus menjaganya dan menjalakanya, karena amanah sama saja dengan sebuah hutang