Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bunga Mentari di ujung senja

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉLuh_hediana
--
chs / week
--
NOT RATINGS
19.2k
Views
Synopsis
Di setiap pernikahan banyak sekali rintangan yang di lalui penuh dengan suka dan duka. lika-liku kehidupan bagaikan panggung sandiwara. Terciptanya pernikahan adalah suatu cinta yang di satukan oleh perasaan. Membedakan dua insan dalam satu perbedaan. Menampung segala masalah dengan kasih sayang, sabar dan cinta. Tapi tidak dengan nasib pernikahan Ratna Wijaya dengan Arya Wisya Sandoso. Pernikahan penuh cinta kasih sayang dan pengorbanan selama delapan tahun yang mereka jalani kini kandas oleh banyak rintangan yang mereka lalui, dengan kehadiran orang ketiga, materi dan orang tua. Rumah tangga Ratna Wijaya dengan Arya Wisya Sandoso kini tak bisa di pertahankan lagi karna sebuah keterikatan perjanjian kertas putih di atas hitam dan juga oleh keterpaksaan yang di berikan Ibunya Arya, Marni Wisya Sandoso.Kedua anak mereka Bunga dan Mentari harus merasakan terpisah dari orang tua mereka. Perceraian Ratna Wijaya dengan Arya Wisya Sandoso telah di tetapkan di pengadilan. Begitu juga hak asuh kedua anak mereka Bunga Wisya Sandoso yang akan di asuh oleh Ayah kandungnya, Arya Wisya Sandoso sebaliknya Mentari Wisya Sandoso akan di asuh oleh Ibu kandungnya Ratna Wijaya. Mampukah mereka lewati takdir hidup mereka secara terpisah? Apakah Bunga dan Mentari akan di pertemukan oleh takdir untuk kembali bersama menjadi saudara yang utuh tanpa di pisahkan lagi?
VIEW MORE

Chapter 1 - Perceraian Ratna dan Arya

Tujuh belas tahun yang lalu, ketika perceraian kedua orang tua Bunga dan Mentari mereka di jauhkan satu sama lain. Bunga terpisah oleh Mama kandungnya, Ratna Wijaya. Sedangkan Mentari terpisah oleh Ayah kandungnya Arya Wisya Sandoso. Kedua orang tua mereka memilih berpisah karna suatu keterpaksaan yang tidak di inginkan. Sungguh sangat di sayangkan begitu berat cinta Ratna dan Arya. delapan tahun mempertahankan pernikahan mereka, suka duka yang telah mereka lalui kandas begitu saja. Mereka saling mencintai dan menyayangi tetapi mereka di jauhkan antara sebuah perjanjian. Tak bisa di pungkiri dan di hindari lagi inilah sudah jalan takdir mereka berdua cinta tak harus memiliki.

Ketika persidangan perceraian telah usai. Bunga dan Mentari pun berpisah. Telah di tetapkan bahwa hak asuh Bunga akan ikut Ayahnya, Arya Wisya Sandoso dan sebaliknya Mentari dengan hak asuh Mamanya, Ratna Wijaya.

Di luar ruangan persidangan perceraian kedua orang tuanya, Bunga menyelipkan kepalanya ke luar tiang pintu persidangan. melihat Omanya, Marni dan Tante Jesicca teman Ayahnya sedang berbicara di kursi kayu panjang.

" Tante sudah menepati janji Tante untukmu Jes. Jangan lupakan perjanjian kita?" Tegas Oma Marni mengingatkan.

"Selesai persidangan ini datanglah ke kantor saya Tante. Akan saya tepati janji saya," jawab Jesicca tersenyum dengan mengangkat sebelah alisnya.

Mereka berdua merasakan kebahagiaan di atas penderitaan kedua orang tuanya. Bunga menangis sambil mengepal kedua tangannya. Nafasnya tak beraturan seperti habis marathonan beribu-ribu kilo sambil menelan ludah. Dahinya penuh dengan keringat mengucur hingga lehernya. Walaupun Bunga tak mengerti apa masalah dari perceraian kedua orang tuanya. Pastilah ada sangkut pautnya dengan Omanya, Marni dan juga teman Ayahnya, Jesicca.

Di sebuah parkiran kendaraan. Ratna dan Arya saling melepas rindu sebelum berpisahan. mereka berdiri berhadapan, melempar senyum dan memandang satu sama lain.

" Mas, jaga Bunga. Jangan lagi ada penyesalan seumur hidupmu ketika Bunga bersedih. Bahagiakan dia. Jangan sampai ada lagi yang bersedih. Cukup aku dan kamu yang mengalami ini jangan anak-anak kita." Ratna berlinang air mata. Matanya merah karna terus menangis. Tak kuat menahan pedihnya takdir yang harus ia terima.

Arya menggenggam erat tangan kanan Ratna dan mengarahkan ke dadanya. Matanya basah penuh air mata. Mereka sama-sama menderita batin dan tersiksa hatinya.

Arya mengangkat tangan kanan Ratna, menyematkan sebuah cincin emas satu mata berbentuk mawar merah di selipkan di jari manis Ratna " Ini untuk kenang-kenanganku yang terakhir. Pakailah jangan pernah kamu lepas. Jangan pernah kamu jual. Jaga Mentari juga. Aku akan selalu ada di hatimu. Jaga baik-baik dirimu." Mereka saling berpelukan. Menangis bersamaan. Menyisakan kenangan yang dulu pernah mereka alami dan rasakan. Hati mereka hancur, hancur terbelah menjadi keping-keping yang tak beraturan. Seperti kaca yang telah di hancurkan. Tak retak tapi menyisakan serpihan beling kecil di dalamnya.

Terngiang di dalam pikiran Ratna sewaktu itu, waktu Mentari masih bayi. Di sebuah ruang kerja Marni yang cukup minimalis. Ketika Masuk ke ruang kerja, di dapati meja kerja jati berwarna coklat tua muda yang di atas meja di tataki oleh kaca seukuran meja yang selalu di bersihkan. ada laci di bawah kiri meja. hiasan lampu kamar dan beberapa tumpuk buku, berkas juga foto-foto berdiri berada di atas meja. walpaper dinding Shabby flower biru muda di seluruh ruangan dan rak buku dengan ukuran sekitar panjang 100cm, lebar 50 cm dan tinggi 150 cm dengan sekat panjang 3 dan di samping kiri kanan 2 sekatan rapih di sudut kiri. beberapa buku di dirikan dan di bariskan berjejer. ada pula hiasan Gucci kecil motif bunga-bunga berwarna biru muda itu di hiasi Bunga tak hidup persis seperti aslinya. Warnanya pink muda dengan daun-daun hijau yang penuh di pinggiran Gucci, sehingga menutupi sebagian pinggir Gucci tersebut dan vas bunga di barisan atas. di sudut kanan terdapat sebuah lemari buku kabinet di desain simple dengan tampilan yang minimalis dengan ukuran berkisar panjang 100cm, lebar 30cm dan tinggi 190cm. ada 4 pintu kaca. barang di dalam akan terlihat dari luar buku-buku foto dan hiasan lainnya. tepat di belakang kursi kantor yang beroda ada hiasan dinding jam besar lalu ada juga sofa panjang ukuran sedang berwarna abu-abu di sebelah kiri pintu masuk dan sebelah kanan pintu masuk kamar mandi.

Marni duduk di kursi kerjanya. lalu memberikan selembar kertas dan pulpen di atas meja. Arya dan Ratna duduk bersebelahan menghadap Marni. mereka saling menoleh dan menatap bersamaan dengan hati yang cemas. " Ijinkan saya mah untuk tetap mempertahankan pernikahan ini. Kasihan anak-anak." Kata Arya memohon. Raut wajahnya tampak memelas. Meminta persetujuan mamanya untuk menyetujui permintaannya. Ratna yang sedang menggendong Mentari yang masih bayi mungil itu menangis. Tak tau harus berkata apa. Terdiam dan menyaksikan. Marni tetap terdiam tak satu patah kata yang ia lontarkan. Hanya ego yang ada di dalam diri Marni berkecamuk.

" Mah..!"Ratna memberanikan diri untuk membuka suara tetapi Marni menyetop perkataan Ratna dengan kelima jarinya.

" Tidak usah ikut campur. Ini masalah anak dan ibu. Kamu tidak perlu berbicara apapun," ucap Marni dingin lalu Ratna terdiam sambil mengigit bibir bawahnya sesekali melirik Arya.

" Mamah tidak mempercayai janji. Yang mamah inginkan hanya kamu menulis perjanjian itu bahwa kamu bersedia menikah dengan Jesicca dan mau berpisah dengan Ratna. Mamah tidak ingin mengambil resiko!!" ucap Marni tegas. Arya murka saat itu matanya memerah dengan air mata yang tertahan di bawah kelopak matanya. Mengepal tangannya di pangkuan pahanya dan bergetar seluruh tubuhnya penuh amarah. Ratna mencoba menenangkan Arya. Mengelus pundak kirinya dengan tangan kanannya dan berkata, " Sudah Mas. Jangan emosi sabar Mas." Arya menepis pelan tangan kanan Ratna memejamkan matanya dan menghela nafas panjang. Membayangkan betapa sulitnya menghadapi takdirnya saat itu. Bagaikan runtuh semua pertahanan di dalam dirinya. Rasanya lemah tak berdaya tak ada lagi semangat untuk hidup.

" Kamu sudah janji sama Mamah akan menyetujui pernikahan ini. Anakmu sudah sembuh sekarang kan? Mamah sudah memenuhi janji Mamah membiayai pengobatan anakmu itu waktu di rawat," ucap Marni mengingatkan kembali perjanjian itu ketika Mentari demam tinggi karna DBD dan harus di rawat di rumah sakit. Arya tak punya pilihan lain. Ia ingin anaknya selamat dan waktu itu orderan jahitan Ratna sepi. tak ada penghasilan lebih untuk membayar rumah sakit.

Ratna mengelus pundak kanan Arya dengan tangan kanannya. mengedipkan sekali matanya mengisyaratkan bahwa memang inilah jalan terbaik. dalam hati kecil Arya menekan untuk tidak menyetujuinya. tapi tidak ada pilihan lain dan tak ada jalan keluar lagi baginya untuk memberontak.

" Tanda tangan di sini!" Marni menunjuk di bawah kanan bermatrai 6000 di kertas kosong itu.

tangan kanan Arya bergetar beberapa detik. hati dan pikirannya tak singkron. bertolak belakang dengan kenyataan hidupnya. dengan terpaksa Arya menandatangani perjanjian itu. sejak saat itulah dunia Arya dan Ratna runtuh seketika.