Chereads / Bunga Mentari di ujung senja / Chapter 10 - Cinta Yang Tak Pudar

Chapter 10 - Cinta Yang Tak Pudar

Arya dan Rian telah sampai di rumah kontrakan Ratna. Tak ada yang berubah dari kontrakan ini. Masih sama seperti yang dulu Ia tinggal bersama Ratna, hingga sekarang hanya tertinggal sebuah kenangan.

Di dapati di ruang tamu Mentari sedang belajar duduk di kursi dan meja yang terbuat dari bambu. Terlihat jelas kepolosan Mentari, dari ekspresi wajahnya yang begitu ceria Ia tampakan.

Arya mengetuk pintu yang terbuka tidak terlalu lebar. Membuat Mentari menoleh ke hadapan pintu dan berdiri.

"Mentari!" Arya berlari kecil lalu memeluk tubuh gembul Mentari yang syok.

"Apa kabar sayang, ini Ayah!" ucap Arya melepas pelukannya.

Pipi tembemnya mengembang seperti kue yang baru matang merekah. Senyuman Mentari memperlihatkan Gigi depannya yang bolong itu sambil menatap wajah Ayahnya dengan bahagia.

Mentari Berkata, "Ayah!"

Bola mata mereka, Anak dan Ayah berkaca-kaca. Mereka saling menatap dengan tatapan yang bercampur aduk. Senang, bahagia dan rindu.

Arya mengelus-elus pipi Mentari yang mulai meneteskan air matanya.

"Sayang, Apa kabar? Mamah mana?" tanya Arya.

"Aku baik Ayah, Mamah sedang berkeliling berjualan makanan," jawab Mentari polos.

Rian hampir tenggelam dalam situasi terharu melihat seorang Anak dan Ayah saling bertemu. Tak lama berjumpa.

Arya menoleh ke arah Rian. "Bro, hadiah untuk Mentari mana?"

"Nih, Bro!" Rian menyodorkan paper bag pink sedang ke Arya dan memberikannya pada Mentari.

"Sayang, ini ada hadiah untuk Mentari. Semoga Mentari suka ya. Ayah kangen sekali sama Mentari."

Mentari menerima pemberian hadiah yang di berikan Arya di paper bag pink tersebut. Melihat isi yang ada di dalam Paper bag pink yang Ia pegang di kedua tangannya. Senyum merekah tersembunyi dari balik kebahagiaan di raut wajah Mentari. "Terima kasih, Ayah!"

Arya memeluk tubuh gembul dan mengelus rambut panjang hitam Mentari dengan penuh haru. Seorang Ayah yang tak rela berpisah dengan Anaknya. Membuat Arya rasanya ingin mengembalikan keadaan seperti dulu. Arya hanya berharap suatu saat nanti Dia, Ratna juga Mentari akan kembali bersama lagi, tanpa berpisah oleh keterpaksaan.

"Mentari suka?" tanya Arya.

Mentari mengangguk dengan senyuman.

"Mas, Arya?" Ratna terkejut dibalik muka pintu, mendapati mantan suaminya berada di rumah kontrakannya dan memeluk Mentari.

Rian menoleh, Arya melepas pelukannya membalikan badan.

"Ratna!" seru Arya. Rian menundukan kepala, kedua tangannya Ia silangkan di perut.

Bude Karsih memanggil Mentari, "Ndok, ayok kita masuk kamar, Bude mau liyat apa isi hadiahnya. Pasti bagus!"

Bude Karsih menuntun tangan Mentari yang sedang merapihkan buku-bukunya menuju kamar tidurnya.

Lalu Rian berkata, "Bro, kayanya Gue lupa sesuatu." Rian melirik jam tangannya sambil menepuk dahi. "Oh iya, Gue mau nelpon Elis. Lupa Gue udah janji. Gue keluar bentar ya mbak Ratna, Bro!" Rian menyodorkan sebuah paper bag biru muda sedang pada Arya lalu berjalan perlahan menuju keluar ruang tamu.

"Apa kabar Ratna?" Arya berkata mencairkan suasana. Tangannya terus mengelus bagian kedua pahanya. Tegang, seperti pertama kali bertemu.

"Duduk dulu Mas, Aku buatkan kopi untukmu," ucap Ratna berjalan menuju dapur sambil menenteng keranjang jualan.

Arya menempelkan pantatnya di bangku bambu. Memainkan jari-jarinya. Jantungnya berdebar tak karuan. Perasaannya campur aduk antara bahagia dan sedih.

Beberapa menit Ratna datang dari dapur membawa secangkir kopi dan nampan sebagai alas pembawanya. Menata secangkir kopi di atas meja. Nampan Ia taruh di kolong meja bambu.

"Minumlah Mas selagi hangat!"

Arya meneguk kopi sebelum meminumnya Ia tiup dahulu agar tak terlalu panas di lidahnya. Arya meletakkan kembali secangkir kopi di atas meja bambu seraya memberikan paper bag biru muda sedang kepada Ratna.

Ratna mengambilnya dengan seyuman manisnya.

"Terima kasih Mas, tak perlu repot."

"Gak apa-apa, hanya oleh-oleh dariku. Bagaimana kedaanmu?"

"Yah begini lah Mas, Baik!" kepala Ratna menunduk sengaja tak ingin bertatapan dengan seseorang yang amat sangat Ia sayangi. Terlepas dari perpisahan itu. Tak sedikit pun hatinya bisa melupakan Arya sebagai mantan suaminya.

"Mengapa kamu berjualan keliling Ratna? Apa kamu tak menjahit lagi?" tanya Arya penasaran.

"Orderan sepi Mas, Aku terpaksa berjualan makanan keliling," jawab Ratna jujur.

Rasanya Ratna ingin menangis tapi Ia tahan. Ia mampu memendam rasa sakit ini sendiri. Ratna Wanita yang tegar dan penuh dengan kesabaran juga ikhlas. Arya tau itu. Ia mengenal sosok Wanita yang Ia nikahi selama 8 tahun ini dengan baik. Ia rapuh tapi semangatnya mampu mengobarkan api yang membara. Membakar semua egois dalam dirinya demi orang yang Ia cintai.

"Pulanglah Mas, Aku tak ingin ada masalah lagi kamu dengan Ibumu. Aku takut terjadi sesuatu padamu."

Arya berlutut di hadapan Ratna dengan menggenggam erat kedua tangannya di paha Ratna.

"Aku rindu Ratna, ketika Aku bertemu kamu. Rasanya rapuh bila kamu tak ada. Kamu adalah penyemangatku. Hidup yang tak akan pernah damai dalam diri ini. Cuma kamu menyejuknya. Sekali saja katakan padaku. Untuk tetap selalu ada di hatiku." Air mata Arya tak sengaja jatuh tak tertahan dari kelopak matanya. Tak ada yang bisa memisahkan mereka, sekalipun Tuhan yang mengatakan itu padanya. Hanya satu yang saat ini yang Ia inginkan. Kembali bersama Ratna. Cinta yang selalu Ia tunggu dan Ia korbankan.

"Mas, berdoa selalu. Agar suatu saat rindumu tak akan memberatkan lagi. Hatiku masih sama. Tolong lupakan Aku, jika Tuhan berkehendak. Pasti kita akan bersatu kembali. Pulanglah, jangan ada lagi keributan di timbulkan. Aku lelah, Aku tak ingin menyerah Mas." Air mata Ratna membasahi pipinya yang sedikit cabi, khas orang Jawa. Bibirnya yang bergetar menandakan bahwa saat ini Ia tak kuat menahan tangisnya. Melegahkan suatu perasaan yang terpendam dalam dirinya Ia curahkan juga.

Mereka saling mencurahkan kesedihan. Membagi rasa sakit mereka bersama dalam tekanan keadaan yang memaksakan mereka harus berpisah. Hati mereka rapuh. Tapi tetap bertahan walau sakit.

Mereka saling menatap, kedua bola mata mereka bertemu. Menandakan rasa bahagia sedih dan duka. Tak ada obat rindu selain bertemu. Itulah cinta. Tak tau dimana mereka berlabuh. Tak tau juga kapan mereka pergi terbawa angin.

Ratna melepaskan kedua tangannya dari genggaman Arya.

"Pulanglah Mas, terima kasih atas semua yang kamu berikan." Ratna berdiri mengusap air matanya kini jatuh hingga membasahi leher. Menundukan kepalanya tak ingin menoleh di hadapan Arya. Agar Arya mengerti bahwa inilah kenyataan cinta dan takdir mereka yang harus di jalani.

Arya berdiri, lalu berpamitan pada Ratna.

"Aku pulang, salam untuk Mentari. Kalau ada sesuatu hubungiku saja. Kita memang tak bersama, tapi tetap Kamu dan Mentari adalah satu-satunya harta berharga dan masih tanggung jawabku!"

Arya menghilang dari balik pintu, Ratna menutup pintu dan menyeret punggungnya kebawah hingga terduduk di lantai. Menangisi semua kesakitannya, menangisi cintanya dan juga menangisi segala perpisahannya.