Chereads / Bunga Mentari di ujung senja / Chapter 9 - Masa Lalu Jesicca

Chapter 9 - Masa Lalu Jesicca

Di luar ruangan meeting Jesicca menghampiri Arya yang sedang berjalan menuju lift bersama Rian.

"Tunggu," ucap Jesicca.

Arya dan Rian memalingkan badan mereka berbarengan.

"Kita makan bareng di restoran sebrang kantor, Kalau kamu tidak keberatan, Kamu boleh ajak Rian juga gak apa kok."

Arya dan Rian saling menatap satu sama lain.

Rian berbisik "Bolehlah. Lumayan kan di bayarin, hehehe!"

Arya menginjak kaki Rian hingga suara teriakan Rian menghentakkan Jesicca.

"Kenapa?"

"Gak usah Jes. Kita ada urusan penting dan ada janji sama seseorang. Lain kali aja yah." Arya menarik lengan tangan Rian yang masih kesakitan lalu memencet tombol lift.

"Tapi-" Jesicca mematung seketika. Susah sekali menaklukkan Pria yang selama ini Ia kagumi. Yang selalu ada di hatinya hingga kini tapi tak dapat meluluhkan hatinya.

Hingga sesampainya di lobby.

"Kenapa sih Lu Pak Bos. Sakit tau gak sih kaki Gue."

"Gue gak mau Lu ganggu rencana Gue. Gue mau ke kontrakannya Ratna. Ikut Gue, bawa mobilnya di luar lobby. Kita langsung cuss..cepetan!" Arya mendorong pelan Rian agar keluar dari lobby dan membawa mobilnya.

Dari segelintir Karyawati Jesicca yang berlalu lalang, Arya menoleh sekilas dan bisa mendengar salah satu Karyawati Jesicca yang sedang menunggu lift terbuka mereka berbisik pada Karyawati lainnya yang tak terlalu kencang suaranya berkata, "Itu loh tadi Pak Arya Wisya Sandoso tunangannya sekaligus calon suaminya Bu Jesicca. Yang tadi habis rapat bersama kita. Gak nyangka ya ternyata Pak Arya itu memilih Bu Jesicca yang killer itu menjadi Istrinya. Apalagi dia baru aja bercerai sama istrinya eh tau-tau mau menikah dengan Bu Jesicca!"

Karyawati yang lain berkata, "Ih kalian gak tau ceritanya. Kalau Bu Jesicca itu pelakor. Diakan janda pelakor yang hanya mau mengambil kekayaan seorang Pria. Inikan dulu perusahaannya Pak Bima Karya. Ternyata di ambil alih sama Bu Jesicca. Rekor muri banget yak itu Bu Jesicca, hahaha!" mereka tertawa bersama.

"Gue pernah denger sih demi harta dan kekayaan ini Bu Jesicca rela menjadi istri ke dua dan meminta kekayaan dari suami sirihnya. Jaminannya ya itu anaknya. Pak Bima Karyakan istri pertamanya gak bisa punya anak. Eh Bu Jesicca menawarkan diri menjadi istri sirih atau istri kedua agar Pak Bima Karya mendapatkan keturunan. Nah di manfaatkan sama Bu Jesicca dengan syarat kekayaannya Pak Bima Karya jatuh ke tangannya. Itu mah sudah lumrah di sini, hahaha!"

Arya mendengar perkataan Karyawati Jesicca membuat seketika hati Arya terbakar. Dengan mengepal kedua tangannya. batin Arya berkata, "Mengapa begitu bodohnya Aku sampai harus tertipu muslihat Jesicca. Demi sebuah perusahaan yang hampir saja di ujung tanduk!"

Tet..tet..tet!!

Bunyi klakson mobil yang di kendarai Rian berbunyi. Arya masih melamun sampai Rian pun keluar dari mobil dan mengagetkan Arya. "Hei Bro, kenapa Lu?"

Arya menghela nafas tanpa berbicara apapun Ia menghampiri pintu mobil lalu masuk dan langsung duduk.

Rian menggelengkan kepala, seraya membuka pintu mobil dan melaju perlahan hingga keluar dari gedung yang menjulang tinggi tersebut.

"Aduh duh duh Bro, Bro. Lu kenapa sih? Gue tanya gak di jawab malah langsung main masuk mobil aja!" seru Rian penasaran.

"Gue denger, dari salah satu Karyawatinya Jesicca mengatakan bahwa perusahaan yang Ia kelola saat ini. itu hasil merampas karna sebuah perjanjian pernikahan dan soal anak. Gue bingung sama kehidupan Gue sekarang."

Arya menyenderkan punggungnya ke kursi mobil. Memejamkan matanya sejenak. Lalu menghela nafas panjang dan membuka matanya kembali. Kedua tangannya menyilang ke atas kepala.

"Gue gak ngerti apa maksud Lu Bro?" Rian semakin penasaran.

"Sekarang Gue ngerti mengapa Ia terus mendekati Nyokap Gue. Ternyata ini?" Arya masih bertanya-tanya dalam benaknya. Pikirannya terfokus hanya pada masa lalu Jesicca. Yang Ia kenal dulu adalah Jesicca yang sederhana.

"Apa yang harus Gue tanya lagi Bro. Kalau Lu gak mau menjawab pertanyaan Gue?"

"Kita mampir ke Starbucks ini sebentar dulu. Rasanya Gue mau minum kopi dan mencairkan pikiran Gue. Baru kita lanjut ke kontrakannya Ratna," ucap Arya menepuk lengan kiri Rian.

Rian melipir membelokan stir mobilnya menuju Starbucks yang menjual berbagai macam minuman kopi tersebut. Memarkirkan mobil lalu langsung menuju kasir.

Seorang kasir Wanita dengan memakai celemek Starbucks dan topi hitamnya berkata, "Selamat siang, selamat datang di Starbucks. Apa yang ingin anda pesan?"

Rian berkata, "Selamat siang, Saya ingin memesan Caffe Americano satu atas nama Arya dan satu lagi Frappuccino Java Chip tapi dengan es yang sedikit saja atas nama Rian. Dengan ukuran sedang untuk ke dua kopi tersebut ya."

"Apakah Anda ingin memesan yang lain selain minuman?" Lanjut si kasir Wanita.

"Tidak terima kasih, itu saja!"

"Oke baiklah semua total harganya 84 ribu rupiah. Apakah anda akan membayarnya melalui kartu kredit atau cash Pak?"

Rian merogoh kantong celana belakangnya, mengambil sebuah dompet persegi berwarna coklat kehitaman, menarik sebuah lembaran uang berwarna merah lalu memberikannya pada si kasir Wanita.

"Ini cash!"

Kasir Wanita menerima uang lembaran berwarna merah lalu mengembalikan kembalian uang kepada Rian.

Kasir Wanita kembali bertanya, " Apakah pesanannya di minum di sini atau di bawa Pak?"

"Kalau bisa saya mau bawa mbak dan mengantarkan pulang bersama saya bisa gak Mbak!" gombal Rian dengan mengangkat kedua alisnya yang membuat kasir Wanita tersebut tersenyum-senyum.

"Minum di sini aja Mbak, sambil memandangi wajah Mbak yang cantik jelita ini,, kwkwkwk!" lanjut Rian gombal.

Kasir Wanita menahan tertawanya "Baiklah kami akan memanggil nama anda ketika pesanannya sudah siap dan anda bisa mengambil pesanan anda dari konter sebelah sana, terima kasih atas pesanannya!"

"Sama-sama!" Rian mengedipkan sebelah matanya berlalu menuju konter sebelah untuk mengantri minumannya.

Beberapa menit kemudian Rian membawa 2 buah kopi di kedua tangannya berjalan menuju meja tempat Arya yang sedang duduk memandangi kendaraan yang berlalu lalang di layar kaca jendela memberikannya satu kepada Arya. Lalu duduk berhadapan.

"Lu kayanya gelisah Bro?" Tanya Rian memecahkan keheningan sesaat.

Arya meniup dan menyeruput kopi yang telah di bawa Rian tadi di atas meja.

"Dulu pemilik perusahaan Style Fashion Group yang di kelola Jesicca adalah milik Bima Karya. Gue denger dari salah satu Karyawatinya Jesicca, Bro! Apa Lu gak berfikir untuk mencari tau tentang ini Bro?" Arya meletakkan kembali kopi yang Ia seruput di atas meja.

Sambil menyeruput kopi Frappuccino Java Chip di sedotan hitamnya Rian berfikir sejenak, dahinya mengernyit.

"Lu masih tau wajah Karyawati Jesicca itukan? Nanti kita akan berbincang-bincang dengan Karyawati itu untuk mengumpulkan informasi yang valid Bro!" saran Rian.

"Ide yang bagus, apa jangan-jangan dia ingin balas dendam sama Gue ya?" Arya bertanya-tanya.

"Jelaslah Bro, Lu taukan dia patah hati sakit hati pula sama Lu. Eh tapi Lu bilang dia menjalin persyaratan dan soal anak? Maksudnya apa itu Bro?"

"Gak faham Gue juga hanya sekilas yang Gue denger bahwa Jesicca dulu mau menerima Pria kaya ya itu Bima Karya menjadi istri sirihnya atau istri kedua. Agar Bima Karya mendapatkan keturunan, sebab istri pertamanya gak bisa memiliki anak. Tapi dengan syarat anak itu milik Bima Karya dan istri pertamanya. Kekayaan dan perusahaannya yang sekarang Style Fashion Group menjadi milik Jesicca," ujarnya panjang lebar.

"Oke Gue faham sekarang. Mari kita lakukan strategi kita untuk mencari tau tentang segalanya dari hidup Jesicca dan Bima Karya!" lagak Rian.

"Gue sebenernya gak perduli soal itu. Yang Gue mau, Gue gak terikat lagi sama Jesicca. Walaupun suatu saat Gue akan menikahi Jesicca."

"Jangan khawatir Bro, Lu bisa lalui ini semua nanti. Gue akan membantu Lu," janji Rian menepuk pundak Arya.

"Baiklah kalau begitu, antarkan Gue ke mall dulu membeli sebuah hadiah untuk Ratna dan Mentari." Arya berdiri menarik sisi kanan dan kiri jas hitamnya berlalu menuju pintu keluar Starbucks.

"Oke Bro!" Rian menyusul berjalan membelakangi punggung Arya.

Di tempat lain, di rumah yang mewah minimalis tempat tinggal Arya Wisya Sandoso telah ke datangan tamu yang membuat Marni terbelalak tersenyum-senyum menantikan kedatangan Wanita cantik tinggi dengan rambut lurus panjangnya memakai dress pendek merah berkalung mutiara putih sambil membawa paper bag berwarna coklat bercorak batik dan tas kotak hitam yang Ia tenteng di sebelah tangannya.

"Hai Jesicca apa kabar sayang!" sapa Marni di muka pintu Menempelkan kedua pipi mereka.

"Baik Tante, Mas Arya ada?" tanya Jesicca.

"Belum pulang. Apa udah ada janji gitu?" jawab Marni.

"Gak sih Tante Aku kesini hanya mampir saja bawa oleh-oleh cemilan buat Bunga, tadi abis dari kantor."

"Ayo masuk-masuk!" Marni merangkul pundak kurus Jesicca untuk menuju ruang tengah dan duduk di sofa abu-abu gelap itu.

"Bi Salmiii..bawakan minuman dingin ke sini ya, ada tamu saya soalnya datang," teriak Marni pada Asisten rumah tangganya. Jelas terdengar samar-samar dari dapur. Bi Salmi menjawab, "Baik Bu!"

"Gak usah repot-repot loh Tante!" basa-basi Jesicca sambil celingak celinguk. "Bunga kemana ya Tante? Aku bawakan cemilan kesukaannya loh!"

"Ada di atas, di kamarnya nanti Tante panggilkan dulu ya!" Jesicca mengangguk, Marni menaiki anak tangga lalu mengetuk pintu kamar Bunga.

Tok..tok..tok!

"Sayang. Apakah kamu sedang tidur atau sedang mengerjakan tugas sekolah Nak? Buka pintunya Tante Jesicca datang membawakan cemilan ke sukaanmu!"

Dari kamar Bunga tak ada suara bergema. Sepi dan sunyi tak di sahut oleh Bunga. Di dalam kamar Bunga hanya menengkurapkan badannya dan kepalanya menindih guling kesayangannya dan pura-pura tidur tak ingin bertemu dengan siapa pun termasuk Jesicca. Yang sesegera mungkin akan menjadi Ibu tirinya kelak.

Beberapa kali Marni mengetuk tak ada sahutan dari Bunga. Marni berfikir mungkin Bunga tertidur karna lelah mengerjakan tugas sekolahnya yang menumpuk.

Marni membalikan badan menuju anak tangga langkah kakinya menuruni tangga, menggema dari terlinga Bunga di dalam kamar.

"Rasanya Aku malas menemui Tante Jesicca itu. Aku tak suka!" ucap Bunga kesal dan kembali memejamkan matanya yang tak ngantuk.

"Sepertinya Bunga kelelahan habis banyak tugas sekolahnya," ucap Marni dengan senyum garingnya.

"Oh gak apa-apa Tante. Kalau gitu saya titip ini saja kalau gitu." Jesicca menyodorkan paper bag bercorak batik coklat.

Marni menerima paper bag dan berkata, "Wah makasih loh Jesicca. Seharusnya gak usah repot-repot."

Bi Salmi membawakan sebuah nampan berisi satu gelas tinggi orange jus, meletakan di meja beralaskan kaca bersih. Menatanya dengan perlahan.

"Terima kasih ya Bi," ucap Jesicca tersenyum. Di balas dengan senyuman Bi Salma sambil berlalu dengan menundukkan punggungnya.

"Bagaimana meetingnya tadi? Berjalan lancar?" tanya Marni langsung basa-basi.

"Lancar kok Tante," jawab Jesicca singkat. Dengan menyilangkan kakinya, menaruh tas kecil hitamnya di sudut kiri sofa.

"Saya kesini cuma ingin mengatakan sesuatu hal yang penting tentang rencana pernikahan saya dan Arya. Kira-kira kapan akan melangsungkannya ya? Saya ingin sesegera mungkin. Saya sudah banyak sekali berkorban perasaan saya ini loh Tante." Jesicca mengambil gelas panjang orange jus di atas meja menyeruput lalu meletakkannya kembali ke atas meja kaca.

"Tenang saja Nak Jesicca serahkan semuanya pada Tante, nanti Tante akan atur jadwalnya!" Marni meyakinkan.

Sebenarnya ada rasa was-was dan khawatir di dalam benak dan fikiran Marni. Apakah Arya yang keras kepala akan menerima pernikahan ini yang terburu-buru. Atau malah akan menjadi bencana besar jika Arya mulai marah padanya. Karna sifat Arya yang tak pernah pantang menyerah. Tapi Marni selalu akan siap apapun resikonya. Arya harus tetap menjalin hubungan pernikahan dengan Jesicca secepatnya.

"Tante taukan saya orangnya selalu sabar menunggu. Saya tak ingin mengulangi hal yang sama beberapa tahun yang lalu. Entah mengapa saya masih percaya dengan omongan Tante yang berbelit-belit itu," celetuk Jesicca.

"Oke..oke Tante akan membicarakan ini pada Arya kalau Dia sudah pulang. Saya juga tak ingin menundanya Jes!"

Jesicca beranjak bangkit dari sofa lalu berkata, "Oke kalau begitu Tante. Saya tunggu niat baik Tante itu dan kabar baiknya. Kalau gitu saya permisi, karna ada sesuatu hal yang penting masih saya lakukan. Selamat sore Tante."

Tanpa cipika-cipiki yang biasa mereka lakukan, Jesicca langsung ngeloyor berlalu dari hadapan Marni. Marni yang cemas dengan memainkan kedua tangannya, mencoba mengambil ponsel miliknya di atas meja kecil di sebelah sofa abu-abu gelap. Menekan tombol nama Arya lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Tak ada jawaban hanya suara Tut..Tut..Tut tak di angkat.

Marni membantingkan tubuhnya ke sofa abu-abu gelap. Memijat bagian atas hidungnya hingga menekan kedua sisi matanya. Lelah sekali dengan semua tekanan yang ada membuat Marni tak ingin mengingatnya.