Hiii...
Happy Reading!
****
Greb!
"Ngapain?!" tanya Samudera panik ketika Rindu dengan mudahnya meloncat pada pagar sekolah yang memiliki tinggi 2 meter.
Beruntung pria itu bisa menangkap satu kaki Rindu sebelum gadisnya meloncat ke sisi lain pagar sekolah. "Lu nanya?" tanya Rindu balik.
Dengan geram Samudera membalas, "Ya! Tentu saja aku bertanya padamu! Jawab, Rindu Senja!" tekan Samudera memicing.
"Bolos lah!"
Apa? Dengan mudahnya gadis kelas 11 itu berkata ingin bolos? Samudera tidak percaya, Rindunya, sudah berani bolos sekolah!
"Rin, gaboleh ... Yu, turun." bimbingnya menyodorkan satu tangan yang tidak memegang kaki Rindu.
Bujukan Samudera tidak berhenti sampai di situ. Dia terus berusaha sampai gadisnya turun dari pagar sekolah.
"Riin!" tekan Samudera saat Rindu tidak bergeming sedikitpun dari atas pagar sekolah.
Ketika Samudera berusaha membujuk Rindu, gadis itu justru tengah pusing melihat kakinya di tahan oleh Samudera. Kepalanya memikirkan 1001 cara supaya pria yang bertitle kekasihnya itu melepaskan tangan dari kaki Rindu!
"Baiklah." putus Rindu menghela napas kasar, matanya melirik Samudera yang menatapnya intens, itu artinya pria kesayangannya sama sekali tidak memercayai Rindu!
"Apa?" tanya Samudera menatap Rindu penuh selidik, dia sendiri merasa waspada sejak gadis di atas pagar itu setuju tanpa melakukan pembelaan sedikit pun.
Jelas, ini bukanlah Rindu Senja yang di kenal oleh Samudera. Ini adalah sosok Rindu yang tengah merencanakan sesuatu, pastinya, itu tidak lah baik bagi Rindu dan dirinya.
"Lepas dulu, baru gue loncat.." gerutu Rindu merotasikan matanya malas.
Dengan berat hati Samudera melepas pegangannya pada Rindu, tepat setelahnya, cengiran Rindu membuat pria tersadar. Tetapi semuanya sudah terlambat karena Rindu telah meloncat ke sisi lain pagar sekolah.
"Ahahaha! Gue udah loncat yaa, loncat ke arah sini maksudnyaa!"
Ejekan keras terdengar dari Rindu, berkat itu, emosi Samudera terpancing dan berteriak sekuat tenaga. "RINDU!"
Teriakan Samudera memancing guru BK yang tengah berkeliling sekolah, sadar akan hal itu, dia pun segera naik ke atas pagar untuk menyusul Rindu. Lebih baik bolos berdua daripada membiarkan gadisnya bolos sendirian, bisa saja kan nanti Rindu selingkuh? Walau tidak mungkin sih.
Duagh!
"Good Job, my babi!" puji Rindu setelah menabok punggung Samudera, dia memang sengaja menunggu kekasihnya di samping tembok karena tahu pria itu tidak mungkin membiarkan Rindu pergi sendiri.
Mendapat perlakuan kasar dari Rindu tidak membuat Samudera marah, dia hanya bergeming sambil menatap mata biru Rindu dengan perasaan takut. Menyalahkan diri sendiri karena sebelumnya keceplosan memanggil Rindu Babi, bukan bermaksud kasar, Baby dan Babi memiliki huruf yang tidak beda jauh. Jadi, paham kan? "Rindu masih marah?" tanya Samudera mencicit.
Biar saja orang lain mengira dirinya takut pada Rindu, itu memanglah kenyataan yang ada! Samudera lebih takut di tinggal Rindu ketimbang tidak lulus, Rindu adalah segalanya, cinta pertamanya, dan akan sampai kapan pun menjadi kesayangannya.
Rindu menatap wajah Samudera yang lebih murung dari biasanya. Gadis itu menunduk dan mengeluarkan senyum tipis sebelum akhirnya menarik kedua pipi Samidera. "Hahahaha! Samuu, daripada mikirin babi-babian mending cari jajan yuu! Lapeer!"
Pukul 09:30 pagi, Ah, Samudera sadar kalau Rindu sepertinya lupa memakan permen yang biasa dimakan Rindu..
"Rin, Permennya?"
Degh!
Sejenak Samudera menyadari mata Rindu bergetar beberapa detik, tahu sedang di perhatikan Rindu mengubah raut wajahnya 180 derajat. "Samu, kata Mama gabaik makan permen kebanyakan ... diabetes katanya," cengir Rindu seraya memeluk lengan kanan Samudera.
"Tapikan ... ."
"Gapapaaa, laper nih, cari makan dong.." rengek Rindu menggoyangkan lengan kanan Samudera yang masih enggan melepaskan topik satu ini.
Akhirnya, karena tidak tahan mendengar Rindu terus merengek, Samudera pun menawarkan beberapa jenis makanan. Sayangnya terus di tolak Rindu!
"Haaah, mau makan sate?" tawar Samudera kesekian kalinya. Gelengan sebagai jawaban dari Rindu membuat Samudera terduduk lelah. "Lalu mau makan apa Rindu Senja yang paling cantik? Samu kamu pusing nih, mikir makanan apa lagi yang ngenyangin.." keluh Samudera menghela napas lelah.
Semua jenis makanan yang bisa mengisi perut sudah di sebutkan oleh Samudera, tetapi kenapa tidak ada satu pun yang srek dengan lidah Rindu sekarang? Saking lelahnya pria itu terduduk di rerumputan dekat sekolah, tidak mau membiarkan Samudera duduk sendiri di sana, Rindu ikutan duduk di samping Samudera sambil cekikikan.
"Mau Bobaaaa!"
Doeng!
Lah? Boba? Katanya lapar!
Ah, tampaknya Rindu sedang menjahilinya sekarang! Aihh, gadis itu selalu mencari peluang dimana pun!
"Yaudah, Yuk cari stand boba-nya.." ajak Samudera mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Rindu berdiri, setelah membersihkan roknya baru lah gadis itu berjalan menjauhi sekolah bersama Samudera.
Namun, seolah sedang cemburu, air hujan yang masih belum terasa jatuh di wajah Samudera. Pria itu menengadah dan merasakan beberapa tetesan air hujan, "Rin, kayanya nanti aja deh cari Bobanya ... ." ujar Samudera menatap langit tak suka.
Rindu menggeleng keras, "Ihh, Samu! Rindu mau makan boba sekarangg!"
Nah, sekarang bagaimana Samudera menjelaskan perkara hujan ketika gadisnya ngotot ingin makan boba?
"Haaah, yaudah ... pake ini dulu."
Sambil berkata demikian, Samudera melepas almameter sekolah, serta meletakkannya pada kepala Rindu. Heran dengan prilaku Samudera, Rindu pun bertanya. "Kenapa? Kok naruh di kepala gue?" tanya Rindu menerjab polos.
"Hujan panas, nanti kamu sakit." Terang Samudera singkat dan menatap lurus ke depan.
Blush!
Aah, Rindu jadi malu!
***
"Eh, tau gak sih! Novel ini endingnya gila, beuh!" Bunga sangat antusias menjelaskan isi dari novel yang dia pegang pada Eduard, sahabat Samudera yang akhir-akhir ini menjadi temannya pula.
Eduard menatap Bunga malas, sudah beberapa hari ini gadis itu terus saja memaksa dirinya untuk terjun ke dunia per-novel-an.
Apa Bunga melupakan fakta kalau Eduard paling anti dengan para buku? Biar pun itu bukan buku pelajaran, tetap saja kan?! Bagaimana dia menjelaskan fakta yang mungkin saja di tepis oleh Bunga?! "Eum, Bung ... gue, soal ini lewat aja yah.."
Penolakan lembut dari Eduard membuat Bunga terdiam, merasa dirinya salah Eduard pun panik bukan main. "E-eeeh! Bukan karena gue gasuka Bung, serius! Gue lebih suka game daripada buku, you know laah.." ringis nya menyentuh leher belakangnya kaku.
"Oooh, gitu toh.."
Bunga mengangguk paham dan hendak memasukkan novel itu kembali ke dalam tas, rupanya mencari teman satu hobi itu sulit, mengubah hobi orang pun ternyata sangat sulit' pikir Bunga membatin.
Reaksi Bunga benar-benar salah dimata Eduard, pria itu mengira Bunga sakit hati karena perjuangannya di tolak mentah-mentah. Padahal gadis itu sedang berperang dengan pemikiran tentang mencari target selanjutnya. "O-oke deh, mana novelnya? Gue paksain baca dulu," pinta Eduard menyodorkan tangannya.
Dengan perasaan senang Bunga kembali mengeluarkan beberapa novel dan menyerahkan lima buah novel bergenre romance pada Eduard. "Em, ini ... gak kebanyakan?" tanya Eduard ragu.
"Engga koo, yang tadi gue bacain cerita utamanya, yang lain ada spin off dua, ada side story, sama squelnya!" jawab Bunga enteng.
Doeng!
Aah, lagi-lagi Eduard mencari penyakit ... .
Langkah keduanya terhenti saat merasakan hawa gelap begitu menginjak satu anak tangga menuju kawasan sekolah, keduanya melirik kebawah dan tersentak menyadari asal hawa gelap tersebut.
"Aduuh, ealah?! Rindu? Kok elu bengong di sini?" tanya Bunga panik, gadis itu bahkan melupakan rasa senang karena berhasil mendapatkan calon sahabatnya yang memiliki hobi yang sama kelak.
"..."
Karena tidak ada jawaban, Bunga berinisiatif duduk di anak tangga, menatap wajah Rindu yang tertunduk tanpa suara. Ah, jika di lihat-lihat, tidak ada Samudera. Apa mereka sedang bertengkar?
"Rin, lu ... gak saling jambak kan, sama Timur?" tanya Bunga ragu. Secara pribadi Bungs berharap Rindu tidak bertengkar, pasalnya dia yang akan pusing melihat gelagat dua bucin itu kelak.
Masih tidak ada jawaban, Bunga memberanikan diri untuk memegang bahu sahabatnya, begitu tangan Bunga tersentuh bahu Rindu, gadis itu menaikkan wajah untuk menatap Bunga.
Degh!
Rindu tak menjawab, matanya yang memerah hanya menatap Bunga sedih. Air mata yang sudah di tahan dari rumah pun akhirnya runtuh dan menarik perhatian para murid yang baru datang. "Hueeee! Bungaaa! Samudera-nya gaada!"
Jolt!
***
Makasih udah bacaa
Luv yuuu!