Chereads / LOVE IN DIAMOND SALES / Chapter 38 - 38. Permohonan Mega

Chapter 38 - 38. Permohonan Mega

Alva berjalan santai masuk ke dalam rumah. Punggungnya sudah terasa sangat pegal, akibat beban berat yang ia simpan di dalam tasnya.

"Masih ingat pulang? Gak mau tinggal di hutan sekalian?" sentak Mega.

Alva seketika menghentikan langkah kakinya. Ia berusaha menampilkan senyuman cerianya. Sebuah senyuman yang sangat disukai ibunya, senyuman jitu yang bisa langsung meruntuhkan amarah ibunya.

"Masa Alva disuruh tinggal di hutan, entar kalau Alva dikira tarzan sama orang-orang yang lagi mendaki gimana, Ma?" kelakar Alva.

"Mama gak lagi bercanda. Mama beneran kesel sama kamu. Kapan sih, kamu mau baikan dengan Alka? Alka itu baik banget, kenapa kamu semakin bersikap semena-mena sama dia?!" pekik Mega.

Detik itu juga, Alva langsung mendengus kesal. Maksudnya apa ini? Apa mamanya sudah tidak berada di pihaknya lagi atau gimana?

"Mama kenapa jadi ikut-ikutan kayak Papa? Bisanya membela Alka mulu! Alva capek, Ma, diginiin. Kenapa sih, Alva gak bisa mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua kandung Alva sendiri? Apa jangan-jangan, Alva ini anak pungut ya?!" pekik Alva.

"Jangan sembarangan kalau ngomong! Jelas-jelas kamu ini kembar sama Alka. Kalian sama-sama lahir dari dalam lahir Mama!" bentak Mega.

"Kok Mama sekarang jadi suka bentak Alva sih? Mama kenapa? Mama udah gak sayang lagi ya sama Alva?" Alva mengerucutkan bibirnya.

"Sejak kapan, Mama gak ngasih kasih sayang Mama ke kamu? Bahkan, semua kasih sayang Mama udah Mama kasih ke kamu, sampai-sampai Alka gak kebagian! Tapi, Mama kecewa ya, Alva, Mama kecewa ketika tahu kamu tumbuh menjadi manusia egois dan tidak berperasaan!" pekik Mega. Alva seketika memutar bola matanya malas.

"Apa karena aku tinggalin Alka waktu itu? Ya elah, emang apa pentingnya sih? Terus, di mana Alka sekarang? Udah mati ya? Kok gak ada orang ngumpul buat yasinan?" ceplos Alva.

PLAK!

Tangan Mega seketika gemetaran ketika selesai menampar pipi Alva dengan keras. Tatapan mata Alva menyiratkan bahwa ia tidak percaya jika mamanya tega melakukan hal ini kepadanya. Napas Mega pun, seketika menjadi naik turun untuk menahan amarah.

"Mama tega nampar aku?" tanya Alva dengan suara gemetar.

"Baru kali ini, Mama berani nampar pipi Alva. Baru kali ini, Ma, Mama tega nyakitin Alva hanya demi membela Alva! Memangnya apa bagusnya Alka sih, Ma? Apa bagusnya dia, sampai-sampai bisa merebut perhatian Papa dan Mama sekaligus?" sentak Alva sembari memegangi pipinya yang terkena tamparan.

"Kamu boleh iri dengan apa yang Alka miliki, tetapi jangan dengki! Belajarlah bersyukur atas apa yang sudah kamu miliki sekarang," tandas Mega.

"Ini untuk pertama kalinya Mama kasih kamu pelajaran. Harusnya sudah dari dulu. Mama menyesal gak melakukan hal itu dulu, sampai akhirnya, Mama baru sadar bahwa Mama sudah terlambat. Mama sudah terlambat untuk membimbing kamu ke jalan yang seharusnya kamu ambil," sahut Mega.

"Mama minta maaf, Alva. Sepertinya, Mama sudah salah mendidik kamu." Tiba-tiba saja, tubuh Mega tersungkur ke lantai.

Seketika itu juga, Alva menjadi tidak tega melihatnya. Alva tidak tega jika harus melihat mamanya menangis seperti ini. Namun, jika Alva goyah, itu tandanya, Alva kalah. Alva kalah merebut semua perhatian Mega dan Caldre dari Alka.

"Mama cuma pengen lihat kamu akur sama Alka. Mama cuma pengen, lihat keluarga ini harmonis, seperti layaknya keluarga di luar sana. Mama gak pengen, anak-anak Mama saling menyakiti dan menderita. Mama pengen, hubungan keluarga kita tetap baik-baik saja, jangan ada pertengkaran lagi!" cetus Mega sembari menangis tersedu-sedu.

"Kalau kalian masih bertengkar kayak gini, mana sanggup, Mama ninggalin kalian. Bagi Mama, kalian masih anak kecilnya Mama. Mama pengen hidup kalian damai, saling tolong-menolong. Jadi, Mama bisa ninggalin kalian dengan tenang," cetus Mega.

Detik itu juga, tembok gengsi yang dibangun Alva kuat-kuat, langsung runtuh dalam sekejap. Air mata perlahan mengalir dari pelupuk mata Alva. Alva dengan cepat berjongkok, menghadap wanita di hadapannya yang sudah bersimpuh tak berdaya di lantai.

"Mama mau pergi? Mama mau tinggalin Alva kemana, Ma?" tanya Alva sembari mengguncang bahu Mega.

"Ke tempat di mana kamu gak akan bisa menemukannya. Mama sudah mendapat surat teguran dari dunia sihir," cetus Mega.

"Surat teguran? Surat teguran untuk apa? Memangnya Mama sudah melakukan kesalahan apa, sampai-sampai, Mama harus pergi ninggalin Alva?" tanya Alva.

"Mama ditegur karena sudah dengan lancang memindahkan jiwa murni Alka ke tubuh kamu. Lalu, membuat Alka kehilangan ingatannya mengenai dunia sihir, dan membiarkanmu untuk berpura-pura menjadi Alka di dunia sihir selama ini. Itu pelanggaran berat, karena Mama dengan secara sadar, membahayakan nyawa pangeran pemilik jiwa murni yang sangat berharga bagi dunia sihir kita," jelas Mega. Detik itu juga, tangan Alva langsung mengepal kuat.

"Mama gak boleh pergi! Kalau Mama pergi, siapa yang bakal peduli sama Alva? Kalau Mama pergi, aku pasti bakal tersiksa, karena aku yakin, Papa akan lebih sayang ke Alka ketimbang aku!" pekik Alva.

"Sayangnya Mama, kamu gak usah khawatir, sebelum Mama pergi, Mama akan bilang ke papamu agar tidak pilih kasih lagi ke kamu. Asalkan kamu berbuat baik, pasti kalian bertiga akan menjadi keluarga yang sangat harmonis," cetus Mama sembari mengusap pipi Alva.

"Terus, kapan Mama mau kembali? Kalau begitu, Alva mau ikut Mama saja! Biar Mama jadi milik Alva seutuhnya, biar Mama gak perlu lagi mempedulikan Alka!" seru Alva. Namun, Mega segera menggelengkan kepalanya.

"Mama gak tahu, kapan Mama akan pulang lagi ke rumah ini. Dan, Mama juga gak bisa ajak kamu, Sayang. Kamu gak akan bisa masuk ke dalam dunia sihir, karena jiwa tidak murni kamu sudah rusak. Kamu sudah menjadi manusia biasa, kamu gak bisa bersama dengan Mama," ucap Mega sembari menggigit bibir bagian bawahnya. Detik itu juga, Alva langsung mendengus kesal.

"Mama jahat! Mama udah gak sayang sama Alva! Mama jahat! Alva bakal benci Mama seumur hidup Alva, kalau Mama sampai gak kembali lagi ke rumah ini!" pekik Alva sembari berlari masuk ke dalam kamarnya.

Di sisi lain, Alka dan Sabel hanya diam menyaksikan pertengkaran antara Alva dan Mama. Alka dan Sabel memakai sihirnya, agar tubuh mereka transparan dan tidak akan bisa terlihat oleh mata Mega dan Alva.

Hati Alka seketika mencelos ketika melihat mamanya yang sangat ia sayangi menangis tersedu-sedu seperti itu. Alka sungguh tidak tega.

"Mama bakal ninggalin kita ke dunia sihir ya?" Alka menolehkan kepalanya ke arah Sabel. Mendengar hal itu, Sabel langsung menganggukkan kepalanya.

"Petinggi dunia sihir sudah tahu, kalau Tante Mega telah melanggar peraturan penting di dunia sihir. Jumlah penyihir berjiwa murni yang tersisa tinggal sedikit, maka dari itu, kami dilarang untuk menyakiti apalagi berusaha menghilangkan nyawa para penyihir jiwa murni," cetus Sabel.

"Apa hukumannya akan berat?" tanya Alka. Sabel sontak menggelengkan kepalanya.

"Gak berat, kalau sampai gak menghilangkan nyawa. Namun, berhubung lo adalah calon raja yang diramalkan akan menjadi pelindung saat perang besar nanti, maka menyakiti lo sama aja melanggar peraturan yang beratnya sama dengan menghilangkan nyawa penyihir berjiwa murni lain," cetus Sabel.

"Jadi, mereka gak akan menyakiti atau melukai gue ya? Kalau mereka sampai menyakiti gue kan sama aja melanggar peraturan dunia sihir kita?" tanya Alka sembari mengulas senyumnya.

"Gak usah terlalu besar kepala, di mata petinggi dunia sihir, kasta kita sama dengan rakyat kita. Peraturan itu tidak berlaku bagi para petinggi dunia sihir yang selalu mengedepankan keadilan," cetus Sabel. Detik itu juga, Alka langsung menghela napas berat.