"Mbak, saya beli berlian warna merahnya!" seru seorang pembeli ketika melihat toko Lian sudah dibuka.
"Beli sama saya aja, Mas. Saya juga bisa kok ngambilin berliannya!" sahut Alka cepat.
Lian hanya geleng-geleng kepala ketika melihat tingkah laku Alka. Bagaimana bisa, Alka bersikap seperti itu kepada pembeli? Memangnya apa bedanya kalau membeli di Alka dengan membelinya langsung kepada Lian? Bukankah semua yang ada di sini merupakan fasilitas dari toko Lian? Perasaan Alka dari tadi cuma bawa diri doang.
HYUNG!
Baru saja, Alka bersiap untuk mengambil berlian merah itu, badannya tiba-tiba saja terhuyung. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit, hal itu membuatnya jatuh terduduk kembali ke kursi.
Melihat hal itu, Lian dengan cepat mengambil alih untuk melayani pembeli. Diambilkannya sebuah berlian berwarna merah itu kepada si pembeli, selepas itu, ia mengecek ponselnya untuk memverifikasi pembayaran lewat transfer. Setelah saling deal, akhirnya Lian mendekat ke arah Alka yang saat ini masih asyik memegangi kepalanya.
"Alka, lo gak papa?" tanya Lian cemas. Secara tiba-tiba, Alka membulatkan kedua matanya.
"Mama gue dalam bahaya. Bentar, gue mau ke nyusul Mama! Gue pergi ya, bye!" pamit Alka sembari bergegas merapat ke arah dinding.
Belum sempat, Lian mengikuti Alka, Alka sudah menghilang begitu saja. Lian menghela napasnya. Sebenarnya ia ikut cemas dengan keadaan mantan gurunya itu, makanya Lian berniat untuk membuntuti Alka, tetapi ya sudahlah.
Lian menopang dagunya sembari mengamati berlian yang dipajang di kaca etalase. Hingga beberapa saat kemudian, ada seseorang yang mengetuk kaca etalase yang tengah diamati oleh Lian. Dengan cepat, Lian mendongakkan wajahnya. Terlihat Andra yang kini tengah asyik menebar senyum.
"Hai. Kenapa? Lagi badmood gara-gara ada pembeli?" tanya Andra. Buru-buru, Lian membuang pandangannya.
"Udah ada yang beli. Lo sendiri, gak sama Feli, Ndra?" tanya Lian. Andra sontak menggelengkan kepalanya.
"Gue ke sini, karena gue denger kabar kalau nyokapnya Alka dalam bahaya. Lo gak mau ikut ke sana bareng gue?" tawar Andra. Detik itu juga, Lian membulatkan matanya.
"Lo … tahu?" tanya Lian gugup.
"Gue juga yakin, kalau akhir-akhir ini, lo menjauh dari gue karena lo ngira gue adalah penyihir jahat kan? Maka dari itu, gue berniat ngajakin elo buat nolongin mamanya Alka, biar lo yakin, kalau gue gak sejahat apa yang ada di dalam pemikiran lo," cetus Andra disertai dengan senyuman manisnya.
"Tunggu, jadi lo sadar kalau gue ngira lo penyihir jahat?" tanya Lian kaget. Dengan cepat, Andra menganggukkan kepalanya.
"Mending kita beres-beres toko dulu, terus cabut ke dunia sihir buat nolongin mamanya Alka!" ajak Andra. Mendengar hal itu, Lian seketika menganggukkan kepalanya.
"Andra bersikap baik ke gue kayak biasanya, tapi kenapa gue malah mikir kalau dia itu penyihir jahat? Apa ada yang sedang mengadu domba gue sama Andra?" pikir Lian sembari bergegas menutup pintu tokonya.
***
"Lepasin Mamaku! Dia Ratu di area sini, kalian tidak boleh sembarangan menyakitinya!" teriak Alka dengan suara menggelegar.
Para petinggi dunia sihir sudah berkumpul di tempat itu. Sama seperti yang di dengarnya dari Sabel, salah satu dari petinggi itu telah membawa panah dan siap melesatkannya ke arah Mega.
"Alka, kenapa kamu bisa ada di sini, Nak! Cepat pergi! Mama gak mau kamu nanti kena imbasnya!" usir Mega.
"Gak, Ma! Alka bakal tetap di sini! Kalau perlu, biar Alka yang gantiin posisi Mama!" seru Alka.
"Jangan ngomong sembarangan! Udah, sana kamu pergi aja! Mama pantas kok menanggung ini semua! Mama sudah membuat kamu celaka, Alka! Mama gak seharusnya kamu bela!" pekik Mega.
"Ma, Papa dan Alva sangat membutuhkan Mama. Apalagi Alva, dia pasti akan membenci aku seumur hidup kalau sampai Mama kenapa-napa hanya gara-gara aku!" keluh Alka sembari membantu Mega bangkit dari bersimpuhnya.
Dalam sekejap, Mega dibuat takjub oleh kepribadian Alka. Alka sama sekali berbeda dengan Alva. Alka sangat rela berkorban demi orang yang disayanginya, sementara Alva, dia cenderung egois karena berpikir selalu kekurangan kasih sayang.
"Mama gak pantes kamu bela. Mama udah sering kecewain kamu, sering bersikap tidak adil dengamu, Mama bahkan udah celakain kamu dengan cara memindahkan jiwa murni kamu ke tubuh Alva. Kamu seharusnya membenci Mama, Alka. Mama gak pantas mendapat pembelaan seperti ini!" keluh Mega.
Dengan cepat, Alka langsung mendekap tubuh Mega erat. Membuat Mega tertegun barang sejenak.
"Bagi Alka, Mama adalah segalanya. Mama sayap pelindung Alka. Mama bidadari terindah yang pernah Alka miliki. Apapun kesalahan Mama, Mama tetap wanita terbaik yang pernah ada di dalam hidup Alka. Selama ini, Mama sudah banyak berkorban demi Alka, Mama masih mau melahirkan Alka, Mama selalu merawat Alka, Alka bahagia bersama Mama," ucap Alka.
"Kalaupun harus mati, biarkan Alka yang lebih dulu mati untuk menyelamatkan nyawa Mama. Mama bisa hidup tanpa Alka, tetapi Alka, tidak akan bisa hidup tanpa cinta Mama," lirih Alka.
Hati ibu mana yang tak akan tersentuh ketika mendengar kata-kata itu dari anaknya? Sekeras apapun hati Mega, tetap saja akan luluh jika mendengarnya. Apalagi mendengar kesaksian bahwa putranya sendiri bersedia menyerahkan nyawanya hanya demi menyelamatkan ibunya yang bahkan nyaris tak pernah memperlakukannya dengan baik.
"Ya, Tuhan, mengapa engkau baru menyadarkanku sekarang? Kenapa engkau tidak menyadarkanku dari dulu, agar kejadian buruk seperti sekarang ini tidak akan pernah terjadi?" batin Mega menangis deras.
Mega mencoba bersikap kuat dan tegar. Sebisa mungkin, ia mencetak sebuah senyuman di wajahnya. Meskipun terasa kaku, Mega tetap memaksakannya.
"Salam buat Papa ya, kalau semisal ini merupakan hari terakhir Mama bertemu dengan kalian," bisik Mega. Alka seketika mengencangkan pelukannya.
"Gak boleh! Mama harus tetap bersama dengan Alka! Alka mau hidup bareng Papa, Mama, dan Alva, seperti dulu lagi. Gak papa, Mama gak peduliin Alka, yang penting, Alka bisa bersama terus sama Mama!" pekik Alka.
"Alka, tolong jangan begini. Jangan membuat Mama lemah, Alka. Mama sudah mencoba menguatkan diri, ini keputusan Mama, tolong hargai ya. Mama kan juga harus bertanggung jawab. Sebagai Ratu, Mama harus bisa menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, Alka," lirih Mega.
"Mama yang lebih dulu membuat Alka lemah! Mama tahu kan, Mama itu sumber kekuatan Alka! Kalau Mama pergi, sama saja, Mama membuat hidup Alka mati rasa!" bantah Alka.
"Kalau urusan tanggung jawab, serahin ke aku! Sebagai anak laki-laki, aku juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi Mama!" seru Alka.
"Alka, maafin Mama. Mama gak ingin kamu ikut campur lebih jauh lagi," bisik Mega.
"Maksud Mama?" tanya Alka.
BRUK!
Tepat di detik itu, Mega menggunakan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk menidurkan Alka.
"Selamat tinggal, Alka," bisik Mega tepat di telinga Alka yang kini telah terkapar di atas tanah.