Lian menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu. Hari ini, merupakan hari pertamanya mengikuti kelas pembelajaran. Meskipun begitu, Lian tidak perlu terlalu khawatir, karena sebagian murid di kelasnya, merupakan teman akrabnya sewaktu SMA.
"Lian! Sini! Duduk sini, udah gue siapin!" teriak Feli. Seketika itu juga, Lian menampilkan senyuman lebarnya.
"Oke!" jawab Lian sembari berjalan ke arah Feli.
Lian mengibaskan rambutnya sebelum menduduki kursi yang tersaji di sebelah tempat duduk Feli.
"Yeee lo ganti shampo ya? Kok tumben rambut lo gak apek?" komentar Feli.
"Shampoo gue masih sama tuh. Oh iya, pesanan lo udah gue bawa nih, Fel," ucap Lian. Mendengar hal itu, mata Feli langsung berbinar-binar.
"Wah seriusan lo? Udah lo bawa? Sini, sini, gue mau lihat!" seru Feli. Seketika, Lian menghela napasnya.
"Ya sabar. Ada kok di tas, tapi ada yang lebih penting sekarang," ujar Lian sembari mengulurkan tangannya.
Feli pun langsung menyatukan kedua alisnya. Ia tidak paham, mengapa tiba-tiba Lian mengulurkan tangan kepadanya.
"Ya elah pakai bengong! Duitnya! Entar elo nge-bon lagi sama gue! Bisa-bisa toko gue tutup gegara banyak pembeli yang nge-bon!" keluh Lian.
"Astaga, perhitungan banget sih lo jadi sahabat. Iya, iya, gue bayar, nih!" sahut Feli sembari memberikan ceknya kepada Lian.
"Diskon tujuh puluh persen pokoknya!" ceplos Feli tiba-tiba, "gue tunggu kembaliannya ditransfer balik ke ATM gue!"
"Eh sembarangan kalau ngomong!" pekik Lian sembari mengambil alih cek tersebut dari tangan Feli.
"Berhubung gue sahabat elo, elo gue diskon lima puluh ribu aja. Nih, kembalian lima puluh ribu lo!" cetus Lian sembari memberikan uang kembalian kepada Feli.
"awww makasih, Lian, sumpah, lo pelit banget sama gue!" pekik Feli sembari memasukkan kembalian uang ke saku kemejanya.
"Hahaha, lima puluh ribu tuh mayan buat beli bensin. Banyakin bersyukur!" semprot Lian.
"Iya deh, iya. Ya udah, mana berlian pesenan gue?" tanya Feli.
"Emm mana ya?" Lian tampak menaikkan sebelah alisnya dengan tangan sibuk mencari keberadaan kotak berisi berlian pesanan Feli.
"Ah, ini dia!" seru Lian kemudian sembari membawa kotak berlian itu keluar dari dalam totebag.
Saat Lian mengangkat kotak itu hingga sejajar dengan kepalanya, Feli pun langsung menatap benda berbentuk kotak itu dengan sorot mata berkilau. Bahkan, Feli dengan gerakan cepat, mengambil alih kotak tersebut dari genggaman tangan Lian.
"Wuahhh, berlian gue cantik banget!" seru Feli.
"Yeee gak sabaran amat sih lo! Main nyerobot-nyerobot tuh berlian dari tangan gue segala lagi!" omel Lian.
"Ish sewot amat sih lo, Lian. Lagian, ini juga berlian udah gue beli, weeekkk!" Feli menjulurkan lidahnya ke arah Lian. Sementara, Lian malah mendengus kesal akibat perlakuan Feli.
"Cih, dasar!" cibir Lian.
"Eh, Li, lihat deh, ayang beb gue udah datang!" bisik Feli tiba-tiba. Hal itu tentu sukses memancing perhatian Lian ke ambang pintu ruang kelasnya.
"Eh iya. Cepet, sana, Fel, kasihin tuh berlian!" cetus Lian dengan sedikit mendorong-dorong lengan Feli.
"Aduh, Lian, gue deg-degan nih. Gue takut, ayang beb gue masih marah dan gak percaya sama gue." Feli tampak mengerucutkan bibirnya. Mendengar hal itu, Lian pun langsung memutar bola matanya malas.
"Lo meragukan khasiat berlian gue?" sindir Lian.
"Ya, bukan gitu. Gue cuma takut aja gitu," keluh Feli.
"Udah, sana, kasih aja ke doi lo! Dia dah duduk tuh sekarang!" suruh Lian. Kini, Feli memandang Lian dengan lekat.
"Seriusan?" tanya Feli ragu.
"Iya, serius. Udah deh sana, ah lo lama amat! Mau doi lo gue embat?" sentak Lian.
"Ah, Lian mah gitu. Iya deh, gue gerak sekarang. Doain ya, semoga hubungan gue sama ayang beb gue makin langgeng!" bisik Feli di telinga Lian.
Setelahnya, Lian bisa melihat, Feli dengan tingkah malu-malu kucingnya, memberikan berlian berwarna biru itu kepada kekasihnya.
Sesaat kemudian, Lian pun segera mengeluarkan sebuah buku gel*tik kemb*r berukuran dua ratus halaman dan meletakkannya di atas meja. Tak lupa, ia juga mengeluarkan sebuah pena dengan tinta hitam.
Setelah mengeluarkan sepasang alat tulis tersebut, Lian pun bergegas menuliskan sesuatu pada buku tersebut.
Pemesan: Feli. Berlian Biru.
Masalah: kemarin sore, kepergok jalan bersama teman dekat laki-lakinya.
Barang telah diterima.
Setelah itu, Lian kembali menyimpan buku yang biasa digunakan untuk menulis orderan berliannya tersebut ke dalam totebag. Sementara itu, Feli pun kembali ke kursinya. Bisa dilihat dari ekspresinya, ia terlihat takut.
"Santai aja, kita lihat sampai besok. Gue yakin, berlian gue pasti bekerja. Berlian gue kan asli dari alam," ucap Lian sembari mengedipkan sebelah matanya.
Setelah mengatakan hal tersebut, Lian mengarahkan pandangannya ke depan. Senyuman tipis mulai terlihat dalam wajahnya. Di antara mereka, bahkan tidak ada satupun orang yang menyadari bahwa Lian menguasai sebuah sihir, termasuk Feli, sahabatnya sendiri.
***
"Ah lelahnya!" seru Lian.
Sehabis pulang kuliah, langsung bekerja di toko untuk membantu ibunya berjualan berlian sungguh membuat Lian lelah.
Lian menggosok rambutnya menggunakan handuk. Lantas, ia pun mengikatkan handuk berwarna putih tersebut ke kepalanya. Membuat handuk putih itu kini terlihat menyelimuti rambutnya.
Lian menghentikan langkahnya. Kini, ia berhadapan dengan sebuah dinding kosong di dalam kamarnya. Setelah memastikan bahwa lokasi tersebut adalah tempat pintu rahasianya berada, Lian pun langsung menyentuhkan telapak tangannya ke arah dinding di hadapannya.
Dapat dilihat, yang tadinya berupa dinding kosong, kini menjadi sebuah portal penuh sesuatu berwarna putih seperti kapas. Sontak saja, Lian mengembangkan senyumannya.
"Padahal dulu, gue perlu waktu lima belas menit untuk membukanya. Sekarang, bahwa belum sampai lima menit, portal bisa terbuka. Sepertinya kekuatan gue bertambah pesat nih," gumam Lian, memuji dirinya sendiri.
Sesaat kemudian, Lian melangkahkan kakinya masuk ke dalam portal penuh benda putih seperti kapas tersebut. Benda putih itu sama sekali tidak menghalanginya untuk masuk. Dia terasa seperti transparan ketika Lian masuk ke dalamnya. Padahal dari luar, terlihat seperti ada jaring kapas yang memberi kesan sulit untuk ditembus.
"Dari zaman Oma masih ada, tempat ini gak berubah sama sekali. Coba kalau kemeja putih, pasti udah menguning kek kemeja gue di lemari hahaha," lirih Lian.
Setelah melewati sebuah lorong dengan penuh benda putih, Lian telah sampai di sebuah ruangan. Ruangan ini, adalah ruangan pribadi Oma Lian.
Saat masuk, mata Lian disajikan oleh banyak sekali peralatan-peralatan kuno. Bahkan, gelas-gelas kaca yang terpasang di rak, merupakan gelas yang dibawa oleh Lian dari rumahnya sendiri.
"Sepertinya gue harus segera bikin ramuan itu," ucap Lian sembari melangkahkan kakinya menghampiri sebuah meja.
Di meja tersebut, ada empat buah mangkuk yang terbuat dari tanah liat. Mangkuk itu kosong dan kering, seperti jarang digunakan.
"Ah, terakhir bikin ramuan ini, sebulan yang lalu. Apa aja ya isi ramuannya, gue lupa lagi," keluh Lian sembari menggaruk kepalanya.
"Buku tua itu ditaruh di mana ya? Ah sial, kenapa sih gue pake taruh barang-barang penting sembarangan! Dasar Lian ceroboh!" omel Lian dengan mata sibuk mencari-cari keberadaan sebuah buku tua.
Namun, sesaat kemudian, mata Lian menangkap sebuah buku tua yang melayang dan menghampirinya. Melihat hal itu, Lian pun segera mengembangkan senyumnya. Jika orang lain mungkin akan takut jika melihatnya, bagi Lian, hal ini sudah biasa. Buku peninggalan dari moyang-moyangnya ini memang ajaib.
"Buka bagian pembuatan ramuan berlian dan terjemahkan!" pinta Lian kepada buku itu.
Beberapa saat kemudian, buku itu membalikkan halamannya secara sendiri. Hanya dalam hitungan detik, sebuah suara misterius pun terdengar di telinga Lian.