"Pernahkah kau hidup dalam dongeng yang menyakitkan?"
Alka mengerjapkan kedua matanya. Entah mengapa, ia bisa tiba-tiba berada dalam sebuah ruangan. Sekelilingnya terasa gelap.
"Siapa itu? Gue ada di mana?" teriak Alka.
Ah tidak, kedua tangannya tidak dapat digerakkan. Bahkan seluruh tubuhnya pun semakin terasa mati rasa. Seperti ada sesuatu yang mengikatnya erat, tetapi, Alka tak dapat merasakan dengan apa ia diikat, yang jelas, bukan tali maupun rantai.
"Bebasin gue! Gue besok harus berangkat ke kampus!" pekik Alka.
Tepat saat suara Alka berhenti bergema, sebuah sinar muncul layaknya sinar mentari yang menyorot ke dalam sumur. Hanya ada satu sumber. Hingga pada akhirnya, muncullah seseorang dengan style anak muda masa kini. Terlihat sangat keren kala dipandang.
"A-Andra? Lo di sini?" tanya Alka dengan mata membulat sempurna. Sosok yang berada di hadapan itu seketika menyeringai.
"Pernahkah lo hidup dalam sebuah dongeng yang menyakitkan?" ujar Andra. Alka seketika menggelengkan kepalanya. Ia tak mengerti ke arah mana pembicaraan Andra ini.
"Andra? Lo ngomong apaan sih? Tolongin gue, please, tubuh gue gak bisa gerak sama sekali!" rengek Alka. Andra seketika menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lebih menyakitkan mana sama hidup gue? Lo udah buat kehidupan gue gak gerak sama sekali, bahkan di kehidupan selanjutnya pun, lo ngebuat gue supaya gak ada celah untuk bergerak maju," cibir Andra. Detik itu juga, Alka mengernyitkan dahinya.
"Kehidupan selanjutnya? Maksud lo apa?" tanya Alka bingung.
"Lo yang dulu, sama reinkarnasi lo yang sekarang, semua sama aja! Lo selalu menghancurkan hidup gue! Lo ngebuat gue kehilangan mimpi yang selalu gue impikan, Alka!" pekik Andra kesetanan.
"Maksud lo apa sih, Ndra! Gue gak mudeng sama sekali! Jelasin lebih detail!" pekik Alka.
"Hahaha enak ya, udah buat salah, dengan waktu secepat itu, lo bisa seenaknya melupakan banyak kesalahan yang pernah lo perbuat. Sementara gue, dari dulu, gue selalu ingat dan membawa sakit hati gue sampai detik ini. Saking sakitnya, gue sampai gak tahu harus gimana lagi untuk menghapus luka yang ada di hati gue," keluh Andra.
"Gak! Gak! Lo bukan Andra! Lo bukan Andra yang gue kenal!" pekik Alka. Lagi-lagi, terdengar seringaian dari sosok Andra.
"Gue memang bukan Andra yang lo kenal sekarang, tetapi, gue orang yang menyesal pernah satu darah sama lo! Lo brengsek, Alka! Lo membuat gue membunuh seseorang yang gue cintai! Lo juga membuat gue harus membunuh saudara gue sendiri! Lo jahat!" pekik Andra.
"Gak, Andra! Gue gak tahu lo lagi ngebahas apa! Cepetan bantu gue balik, gue pengen ketemu Lian!" keluh Alka.
"Lian milik gue, Alka!" pekik Andra. Langsung saja, Alka menggelengkan kepalanya.
"Yang milik lo itu Feli, bukan Lian! Andra, lo kenapa sih? Lo lupa ingatan apa gimana? Pacar lo Feli, Feli Salsabila!" tegas Alka.
"Gue gak butuh Feli, gue cuma butuh Lian!" sentak Andra.
Alka terdiam sejenak. Ia mencoba mencerna perkataan Andra barusan. Sekarang, ia makin dibuat bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mengapa Andra tiba-tiba memperebutkan Lian? Bukankah selama ini, Andra selalu bercerita ke Alka jika Andra hanya menyukai Feli seorang.
"Ini bukan dunia gue," lirih Alka sembari menatap Andra dengan tatapan tajam.
"Balikin gue ke dunia gue! Jangan pernah lo bikin persahabatan gue sama Andra hancur!" teriak Alka. Sosok Andra yang ada di hadapan Alka langsung meledakkan tawanya.
Baru saja, Alka selesai meneriakkan kalimat itu, secara tiba-tiba, telinganya mendengar seruan seseorang. Suara yang sangat familiar bagi seorang Alka.
"Ratu, bangun, jangan tinggalkan aku!"
Suara itu terngiang-ngiang di telinga Alka. Alka berusaha memejamkan matanya, ketika kepalanya terasa sangat pening. Suara itu terus saja menggema, suara yang sama persis seperti suara miliknya.
"Sayang, bangun, jangan tinggalkan aku!" seru Alka.
Kini, Alka mulai menyadari bahwa dirinya tengah berada di dimensi berbeda. Dimensi yang sudah sangat lama.
Alka melihat dirinya yang lain tengah memeluk tubuh Lian yang bersimbah darah. Melihat dirinya yang lain menangis seperti itu, membuat dada Alka ikut terasa sesak.
"Sekarang giliran kamu!"
Alka seketika melemparkan pandangannya ke arah sang pemilik suara. Wajah sosok itu, mirip sekali dengan wajah Andra. Hanya saja, wajah sosok itu terlihat lebih dekil dan penuh dengan coretan tanah. Bahkan, pakaian yang dikenakannya terlihat sangat lusuh, berbanding terbalik dengan pakaian yang dikenakan oleh Alka yang tengah memeluk Lian tersebut.
Alka seketika membelalakkan kedua matanya ketika melihat anak panah dilesatkan begitu saja ke arah dirinya yang lain. Melihat Alka yang mulai bersimbah darah di samping Lian, membuat Andra meledakkan tawanya tanpa merasa berdosa.
"Sampai jumpa di kehidupan yang akan datang, saudaraku dan kekasih hatiku," cetus Andra.
"Apa ini? Kenapa Andra di sini ngebunuh gue dan Lian? Sebenarnya apa yang terjadi? Arrgghhh kepala gue kenapa?!" pekik Alka sembari memegangi keduanya yang tiba-tiba saja terasa migrain yang hebat.
Setelahnya, Alka kembali mengerjapkan kedua matanya ketika sesuatu yang silau menyusup masuk ke dalam indera penglihatannya. Hal yang pertama kali Alka lihat hanyalah wajah girang dari seorang perempuan.
"Ma-ma?" ucap Alka lirih. Alka dapat merasakan jika tangannya mulai terasa hangat. Sudah pasti, wanita itu menggenggam tangannya erat.
"Akhirnya, Mama bisa melihat kamu lagi, Alka," cetus wanita itu.
"Bentar ya, Alka, Mama panggilin dokter dulu buat kamu!" pamit wanita itu, tetapi, dengan cepat Alka mencegahnya.
"Li-an ma-na?" tanya Alka. Wanita itu pun segera menghela napasnya.
Alka bisa melihat bahwa rambutnya mulai dibelai oleh tangan wanita itu. Tak lupa, wanita itu pun segera menyajikan senyuman hangatnya ke arah Alka.
"Lian lagi istirahat mungkin. Dia sudah berusaha keras loh mencari penawar buat kamu," cetus wanita itu. Alka seketika membelalakkan kedua matanya. Jangan-jangan, Lian terluka seperti yang ada di mimpinya tadi.
"Li-an ter-lu-ka?" tanya Alka lagi. Namun, wanita itu dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Lian gak papa. Lian sehat kok. Nanti bentar lagi, dia pasti ke sini. Tapi, biarin Lian istirahat dulu ya, pasti dia masih kecapekan setelah perjalanan panjangnya itu," sahut wanita itu dengan ramah.
Entah mengapa, ada desiran hangat di hati Alka. Mendengar Lian dalam keadaan baik-baik saja, membuat Alka seketika mengembuskan napas lega.
"Al-va ma-na?" tanya Alka. Wanita itu segera membuang pandangannya ketika Alka menyebut nama Alva.
"Dia lagi kuliah," jawab wanita itu dengan nada dingin.
"Ma-ma gak ma-rah sa-ma Al-va?" tanya Alka. Secara tiba-tiba, tatapan wanita itu berubah sendu.
"Sudah, kamu istirahat dulu aja ya. Gak usah mikirin Alva, kamu harus mikirin kesehatanmu dulu." Wanita itu lagi-lagi membelai rambut Alka.
"Mama keluar dulu ya, Alka, Mama mau kabarin ke Papa kalau kamu sudah sadar. Ayo istirahat, nanti kalau Papa ke sini, kamu belum istirahat juga, pasti bakal di omelin loh sama Papa. Akhir-akhir ini, Papa berubah jadi sangat sensitif!" bisik wanita itu.
Alka bisa melihat tubuh wanita itu perlahan keluar dari ruangan Alka. Meninggalkan Alka sendirian di dalam ruangan serba warna putih tersebut.
"Gimana Mama gak marah, Alva nyaris membunuh kamu, Alka," keluh wanita itu dari balik pintu.