Pyar,
Fahri lemparkan semua yang ada di meja bar itu, ia tidak peduli dengan teriakan protes dari para pengunjung yang ada di sana.
Hari ini, seharusnya dia menjadi pria paling beruntung dan disanjung di dunia.
Untuk pertama kali hatinya tertaut, untuk pertama kali dia jatuh cinta, untuk pertama kali ia berlutut di depan seorang gadis dambatan hatinya, semua itu sia-sia.
Acara lamaran yang ia siapkan dengan susah payah itu tidak berharga, hancur lebur dan tidak bersisa seperti hatinya yang tidak berbentuk lagi.
Di tempat yang dia sewa, kejutan itu Fahri buat sebagus mungkin, ia berniat memberi kejutan pada kekasihnya Klareta, dia ingin gadis itu dikenal dunia sebagai calon istrinya, wajah merona Klareta sudah terbayang sejak terbit fajar.
Tapi, justru Fahri yang terkejut, ia melihat Klareta menggandeng seorang pria lain di depan matanya, gadis itu bergelayut manja menuruni anak tangga dengan gaya cantik nan manis yang selama ini Fahri anggap hanya untuk dirinya.
Cincin yang sudah ia siapkan untuk mengisi jari manis Klareta pun jatuh entah ke mana, nyawanya seakan terlepas tanpa peduli rasa sakit yang menderanya, cinta yang ia punya tergores hari ini.
Klareta mengkhianatinya, gadis yang menjadi cinta pertamanya itu berselingkuh bersama pria lain yang mungkin lebih dari Fahri.
"Maafin aku, Fah, tapi aku cinta sama dia. Dia nggak kayak kamu yang cuma ngandelin usaha keluarga, aku nggak kebayang deh kalau mau apa-apa nanti harus ijin Mama kamu dulu, dia ini mandiri sama usahanya, iya kan, Ken?" Klareta tatap wajah mengeras Fahri dan kekasih barunya-Kenzi bergantian.
"Jadi, kamu anggep apa aku selama ini? Aku siapin semua ini buat buktiin cinta aku ke kamu, Ta'!" Fahri kepalkan kedua tanganya, ia ingin sekali memukul wajah pria di samping Klareta itu.
Tangan Klareta hanya miliknya, kecantikan Klareta hanya miliknya dan apalagi itu semuanya, semua yang ada pada Klareta harus menjadi miliknya.
Bahkan Fahri sejauh ini hanya sekedar berciuman bersama Klareta, itu pun dulu Klareta yang meminta sebagai bukti atas rasa cinta dan kesungguhan Fahri, lebih dari itu Fahri tidak pernah berbuat apa-apa, dia sangat menghargai Klareta.
Gadis itu nafasnya, hidupnya dan segalanya.
"Kamu cuman anak yang besar dari orang tua, hidup serba orang tua, aku nggak bisa hidup kayak gitu, entar kalau ada apa-apa sama keluarga kita, mereka ikut campur, terus kamu ditendang ke luar, eh ... Jadi miskin dong kita, Fah!" oceh Klareta, ia terkekeh bersama kekasih barunya.
"Orang tua aku nggak kayak gitu, kamu udah kenal mereka lama kan, mereka itu sayang sama kamu!" balas Fahri bersungut-sungut.
Klareta putar bola matanya malas, "Pokoknya kita putus, aku nggak bisa lanjut sama kamu, apalagi nerima lamaran kamu, nggak banget, semoga kamu bisa hidup tanpa aku, oke, Fah!"
Klareta bawa Kenzi pergi dari rumah makan itu, sialnya rumah makan yang Fahri sewa adalah milik Kenzi.
Fahri pecahkan botol minuman yang membuat kepalanya semakin pusing itu, Klareta mengkhianatinya, bahkan sebelum pergi Klareta dengan beraninya mencium bibir Kenzi, padahal Fahri masih ada di sana dan melihatnya.
Selama ini dia lakukan apa saja untuk Klareta, dia gadis pertama yang membuat hatinya merasakan cinta, dia yang selalu menemani Fahri sejak dulu, tapi entah apa yang membuat Klareta berubah seperti ini.
"Gue nggak bakal mau sama cewek yang jelekin orang tua gue, Fah, beneran! Kalau dia nggak bisa hargain orang tua gue, selamanya bakal repot," ujar Gilang ikut emosi.
"Dia tahu siapa orang tua gue dari dulu, nggak pernah dilarang apa-apa, bisa banget dia tadi minta gue milih mereka atau dia, gimana gue bisa ninggalin orang tua gue? Gila!" ucap Fahri sembari meraup wajahnya kasar.
"Kalau bukan gue, siapa lagi yang bakal nerusin usaha mereka, gue anak tunggal, bukan berarti gue gantungin mereka dan nggak bisa mandiri, dia harusnya ngerti itu, gue bakal datengin dia besok!" tambah Fahri tegas, ia teguk lagi minuman memabukkan itu.
Klareta memang segalanya dan yang pertama, termasuk minuman memabukkan ini, untuk pertama kali dulu Fahri menyentuh dan meneguknya hanya karena Klareta, gadis itu marah dan tidak mau jalan dengannya hanya karena hal sepele, dunianya selalu runtuh dan emosinya labil sampai menggila, semua itu karena cintanya.
Apapun Fahri lakukan demi Klareta, tapi satu hal, Fahri tidak akan pernah mau bila Klareta memintanya memilih seperti tadi.
Siapa Klareta sampai dia harus meninggalkan kedua orang tuanya?
"Ngapain lo ke sana? Kagak penting, Fah, lebih baik lo tunjukin kalau lo bisa hidup tanpa dia, selama ini dia bisa seenaknya gitu karena tahu lo lemah, lo nggak bisa hidup tanpa dia, yang bener sekarang lo tunjukkin kalau dia nggak setinggi itu!" usul Gio, dia pemilik bar ini, selalu direpotkan bila Fahri sudah marah seperti ini.
Fahri menatap tajam Gio, "Pikiran darimana lo sampe gue bisa jalan sama cewek lain, lo tahu kan kalau gue nggak pernah lihat cewek selain Klareta."
"Elaah, lo kayak orang buta cinta aja, lo itu tinggal milih aja cewek mana, banyak yang antri, ini cuman buat bales Klareta aja," jelas Gio.
"Gue nggak bisa deketin cewek lain, gue nggak bisa!" ucap Fahri.
"Kalau lo nggak ngasih dia pelajaran, selamanya juga bakal gini, gila sendiri, lo itu punya segalanya, harusnya lo bisa manfaatin. Gue denger orang tua lo mau jodohin sama cewek kan, kebetulan tuh!" oceh Gilang, sambutan setuju Gio hantarkan.
Fahri hampir lupa, beberapa hari lalu ibunya membahas masalah ini di kantor dan mungkin Gilang mendengarkannya.
Tapi,
"Kalau gue setuju, gue bakal dinikahin, terus gimana Klareta, hah?" lagi-lagi Klareta yang Fahri fikirkan.
Gio tepuk keningnya, menyenggol Gilang agar menjelaskan lebih lanjut.
"Emang lo masih mau balik sama dia?" tanya Gilang, sontak Fahri terdiam. "Maksud gue itu lo bales aja Klareta, bikin dia ngerasain sakit sama kayak lo, tapi kagak perlu balik, cari cewek lain atau sama cewek itu lah, lo kan nggak tahu Klareta udah diapain aja sama tuh-"
"Lo jangan ngomong aneh-aneh ya!" sudah mencengkram kerah baju Gilang, Fahri bisa saja memukul wajah teman sekaligus rekan kerjanya itu.
Gilang angkat kedua tangannya, "Oke, gue minta maaf, tapi perlu lo inget kalau jaman sekarang pacaran diem-diem kayak lo udah nggak jaman ... Sekarang itu, jamannya ngamar!" ucap Gilang setengah kesal.
Siapa yang tahan dengan tubuh molek Klareta, anak sekolah saja tahu dan bisa membayangkan lebih, apalagi orang dewasa.
Pengecualian untuk Fahri yang masih memegang aturan sang ibu, bahkan sampai detik ini ibunya tidak tahu kalau dirinya sudah pernah mencium bibir Klareta.
"Nggak mungkin Klareta kayak gitu!" elak Fahri keukeh.
"Lo mana tahu, kan belum pernah nyoba, model gitu cepet aja." Gilang gerdikan bahunya.
****
"Mama nungguin aku pulang, ada apa?" Fahri terkejut ibunya masih terjaga selarut ini, dia jadi ketahuan karena bau minuman di baju kerjanya.
"Kamu minum lagi, kenapa? Disakitin Klareta, iya?" cerca Meri sembari menutup hidungnya.
Fahri hempaskan tubuhnya di sofa ruang tengah, dia ceritakan rencananya melamar Klareta hari ini, dia terbiasa terbuka pada sang ibu.
"Mama jadi jodohin aku?" Fahri terima usulan dari temannya.
Urusan nanti bagaimana pernikahannya terjalin, dia tidak peduli, yang terpenting saat ini dia harus memberi pembalasan pada Klareta.
Gadis itu harus merasakan sakit hati yang selama ini Fahri pendam, kegilaannya atas semua emosi Klareta dan ancaman selingkuh yang ternyata tidak main-main gadis itu lakukan.
"Kamu beneran mau?" Meri senang mendengar pertanyaan putranya.
Fahri mengangguk, "Kalau dia emang menurut Mama baik, aku setuju!"
Fahri menyetujui perjodohan ini meskipun dia tidak tahu siapa yang akan menjadi pasangannya, Meri belum menunjukkan foto gadis asing itu atau bahkan menyebut namanya.