Chereads / Serendipty / Chapter 25 - Patah Untuk Kedua Kalinya

Chapter 25 - Patah Untuk Kedua Kalinya

Ada bahasa kasar dan ada adegan kekerasan disini. Mohon bijak membaca dan jangan ditiru. Terima kasih.

.

.

.

.

Bel berbunyi nyaring, bergema keseantero SMA Alam Nusantara. Membuat mereka bergegas menuju kantin.

Rinai menutup bukunya dan mengeluarkan handphone miliknya, ia tidak mengindahkan perkataan Yuira yang terus menyuruhnya untuk jangan membuka pesan didalam grup kelas maupun angkatan. Sudahlah, sejak kemarin ia merasakan ada yang aneh, bahkan perkataan demi perkataan yang masuk kedalam indra pendengaran membuat semua semakin aneh.

Rairia : Send a picture

Tangannya bergetar, sebuah foto yang memperlihatkan Derai dan Langit yang meresmikan hubungan pertunangan. Apa ini? Bukankah Langit menyuruhnya untuk tidak mempercayai ucapan Derai. Lalu mengapa laki-laki itu malah bertunangan dengan Derai.

Langit mematahkan semua kepercayaannya, bahkan ucapannya kala malam itu apa ia hanya anggap angin lalu? Rinai kecewa dengan Langit.

Air mata Rinai terus keluar dari pelupuk matanya, bukunya mulai basah karena titik demi titik air mata yang jatuh. Rinai berlari keluar kelas dengan handphone yang ia gengam kuat. Koridor mulai ramai oleh banyak siswa-siswi yang berlalu-lalang, tak membuatnya berhenti berjalan.

Mata sembabnya memperhatikan Langit yang berdiri mematung didepan sana. Langit memperhatikan mata Rinai yang sembab, gadis itu sedikit terisak. Laki-laki itu melihat luka yang mengangga, karena kecerobohan yang dibuatnya. Perasaannya terluka melihat semestanya jatuh tak tersisa.

Rinai memilih memutuskan pandangan sepihak, dan berlalu menuju kamar mandi. Dari arah belakang Rinai, Yuira berlari mengejar gadis itu. Saat matanya bersitatap dengan Langit, ia melayangkan tatapan permusuhan. Lalu berlalu dari hadapan Langit.

Laki-laki itu menghela nafas kasar, ia mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Lo mau diem, saat lihat orang yang lo sayangi lebih dari apapun terluka?" Regan menatap kearah dimana Yuira sudah menghilang dari pandangan.

"Gue nggak bisa lakuin apapun." Regan tertawa renyah.

"Berarti, lo harus siap kehilangan kebahagiaan yang selama ini membuat lo bahagia hidup didunia." Regan berjalan meninggalkan Langit yang masih mematung ditempatnya, sebelum ia kembali berhenti dan berucap.

"Bahkan gue siap maju, buat ngelindungi Rinai dari cowo bajingan kaya lo." Langit menatap punggung Regan dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.

***

Tritan menatap dua sahabatnya yang asik dengan kegiatan masing-masing. Langit yang hanya memperhatikan minuman didepannya dengan sesekali menghela nafas, mirip sekali dengan wanita yang sedang galau. Regan yang asik memperhatikan handphone ditangannya dengan sesekali mengumpat, pasti laki-laki itu sedang bermain game online.

"Ngapa sih, lo pada sibuk banget sama kegiatan masing-masing." ucapan Tritan sama sekali tak digubris oleh kedua laki-laki itu, mereka hanya menganggap angin lalu.

"Gue berasa radio yang cuman menemani kalian, yang cuman fokus sama kegiatan masing-masing." Tritan mendengus sebal, karena masih tidak ada yang mendengarkan nya.

Hening sesaat, hingga perkataan yang kembali keluar dari bibir Tritan membuat keduanya menatap laki-laki itu.

"Lo beneran tunangan sama Derai?" Tritan menunjukan berita yang ia baca digrup angkatan juga grup sekolah.

Regan mendongakkan kepalanya, ia menaruh handphone diatas meja kantin dan menatap Tritan.

"Gue tau Lo bahkan niat mau gabung sama komunitas Guntur kan? Lo bakal ketemu gue disana dan kita bakal balapan buat merebutkan Rinai." Regan tertawa sinis.

Langit memperhatikan Regan dengan kilat amarah, karena ucapan yang terlontar dari bibir laki-laki itu. Bagaimana bisa sahabatnya sendiri berniat merebut kebahagiaan nya saat ia bahkan tidak tahu harus keluar dari masalahnya lewat mana. Tritan yang mulai merasakan hawa tidak enak, menengahi.

"Regan cuman bercanda kok." Tritan menepuk-nepuk bahu Langit.

"Gue serius." ucapan yang begitu saja meluncur dari bibir Regan membuat Langit berdiri dan melayangkan satu bogem mentah kearah Regan.

Langit terus memukuli Regan tanpa ampun. Ia tidak suka jika Rinai menjadi milik orang lain apalagi itu sahabatnya. Egois? Memang, persetanan dengan egois. Bahkan Regan anggap Rinai adalah barang taruhan, membuatnya semakin marah. Beberapa orang yang berada dikantin memekik kaget, karena Langit yang tak hentinya memukul Regan.

"Lo egois." Regan kembali berucap meski sudut bibirnya sudah robek dan mengeluarkan cairan pekat berwarna merah.

Langit memperhatikan Regan dengan senyum miringnya.

"Gue gak akan biarin siapapun mendekati Rinai." Langit kembali memukuli Regan yang masih tak membalas pukulan Langit, ia hanya tertawa sinis dengan tubuh Langit yang sudah meniban tubuhnya.

Perkataan Tritan juga tingkah mencegahnya tak membuat dua sahabatnya itu, berhenti dari kegiatan perkelahian. Tritan bahkan tak menyangka jika keduanya sedang dipenuhi amarah karena memperebutkan Rinai. Langit berdiri dan mencengkram erat kera baju Regan untuk ikut berdiri, memukulnya lagi dan lagi. Hingga teriakan seseorang yang bergema dikantin membuat Langit berhenti.

"Langit, cukup!" Rinai berdiri ditengah-tengah keduanya. Hampir saja Langit kembali melayangkan pukulan dan terkena Rinai.

Regan tertawa sini. Langit berlalu dari hadapan Rinai yang mencoba membantu Regan dengan kilat amarah yang masih belum juga padam.

"Tritan, titip Regan. Tolong bawa dia ke UKS." Tritan mengangguk dan tersenyum, memberitahu bahwa Regan aman ditangannya. Rinai berlari memecah kerumunan yang memperhatikan adegan yang terjadi. Mengejar Langit.

Pohon rindang didekat lapangan futsal adalah tempat yang Langit pilih untuk menjauh dan mencoba meredam amarah, ia tau sebentar lagi guru BK akan memanggilnya dan memberikannya hukuman.

"Langit..." Rinai duduk disamping laki-laki yang memejamkan matanya, juga beberapa kali membuang nafas kasar.

"Kenapa lo kesini?" ucapan Langit datar, tak ada nada hangat seperti biasanya.

"Kamu ada masalah?" Rinai menatap Langit dengan senyuman. Senyuman yang mampu membuat Langit jatuh cinta kepada Rinai. Untuk kesekian kalinya.

"Nggak," jawabnya singkat dan membuang wajah kesegala arah.

"Regan sama Tritan sahabat kamu dari kecil, aku tau itu dan semua orang juga tau. Kalau kalian ada masalah bisa dibicarakan baik-baik nggak perlu pakai kekerasan." Rinai tersenyum hangat, ia mengambil tangan Langit yang tergengam begitu kuat, ia memberikan satu kotak susu pisang.

"Diminum ya." Rinai kembali tersenyum begitu hangat.

Hening sejenak, hingga Langit kembali bersuara. "Semua karena lo."

"Aku? Kenapa? Aku buat masalah?" Rinai membrondong pertanyaan kearah Langit.

"Gue akan selalu jagain lo, meski harus dari jauh." Langit berlalu dari hadapan Rinai yang tak bergeming sedikitpun.

Langit berhenti dan berguman. "gue minta maaf, Rinai." Langkahnya kembali membawanya pergi meninggalkan Rinai yang masih terus menatap punggung tegap Langit.

***

Rinai memperhatikan Langit dan Derai yang berjalan bersisian dikoridor. Langit membukakan pintu mobil untuk Derai dan memutar arah untuk masuk kedalam kursi kemudi.

"Sakit, tapi nggak berdarah." Rinai tertawa pelan.

"Kalau sama-sama malu buat ngungkapin mah nggak akan maju, malah bikin dinding berdiri makin kokoh." Regan duduk disamping Rinai dengan wajah babak belurnya.

"Kamu nggak papa?" Rinai membiarkan perkataan Regan menguap diudara, dengan pertanyaan tentang keadaan laki-laki didepannya.

"Gue baik-baik aja, kak." Regan tertawa pelan.

"Gue yakin, luka lo cuman sementara." Regan berdiri dari duduknya dengan perkataan yang membuat Rinai mengeryit, bagaimana bisa sementara jika Langit memilih Derai sebagai pelabuhannya?

••••