"Kok Ayah nggak dikenalin sih." Rendra tertawa pelan saat keduanya sudah duduk di teras rumah.
Mereka berdua tidak bisa langsung berangkat karena Rendra meminta keduanya untuk mengobrol sebentar. Sungguh keajaiban bukan? Karena baru kali ini Rendra mau menerima teman laki-laki Rinai, ketahuilah jika sang Ayah sangat protektif kepada Rinai. Hanya Aldo yang bisa menenangkan hati sang Ayah juga selalu bisa diandalkan jika menyangkut Rinai.
"Nama kamu siapa? Temen sekelas Rinai?" Rendra menatap Langit yang juga mengunakan seragam yang sama dengan Rinai. Meski laki-laki itu hanya menutupi bajunya dengan jaket bomber coklat. Tapi, Rendra tau jika itu Seragam khas SMA Alam Nusantara.
"Saya Langit Aldebaran, Om. Adik kelas Rinai." Rendra mengangguk-anggukan kepala.
"Sudah kenal lama?" Langit menggeleng sopan.
"Baru tiga bulan, Om." Rendra mengangguk-anggukan kepala mengerti.
"Kamu anak dari Liliana Putri Aldebaran?" Rendra menatap Langit serius.
"Iya Om."
Rendra tertegun sebentar, sebelum akhirnya kembali bersuara. "Saya seperti mengingat seseorang, jika melihat jaket kamu. Beberapa Minggu yang lalu, saya melihat laki-laki yang berani menaiki dinding rumah." Rendra merubah topik percakapannya dan menunjuk dinding yang berdiri cukup tinggi. Langit hanya bisa menelan ludahnya dan berusaha tidak terlihat gugup. Rinai yang hanya menatap kedua laki-laki berbeda usia didepannya ini tak mengerti.
"Ayah, udah deh jangan tanya-tanya gitu. Kasihan tuh Langit jadi keringetan, takut sama Ayah." Rinai menatap Langit yang sudah berkeringat. Bagaimana tidak berkeringat, laki-laki itu hanya takut ketahuan sudah berani memanjat dinding rumah Rendra dan masuk kedalam kamar anaknya.
"Ayah, nanti Ayah terlambat. Kita juga harus cepet sampai sekolah. Jadi, kita berangkat duluan yah. Dadah Ayah." Rinai berdiri dari duduknya, keduanya bersalaman dan melambaikan tangan kearah Rendra, lalu berjalan menuju mobil Langit.
"Nanti malam jangan lupa ajak Langit, kerumah." Rendra sedikit berteriak, supaya dua muda-mudi itu mendengarkan.
Setelah mengangguk, Rinai memasuki mobil sport milik Langit. Hening, hanya ada suara mobil atau motor yang berlalu-lalang melewati kendaraan mereka. Kedua muda-mudi itu terjebak dalam fikiran masing-masing.
Langit menghidupkan radio di mobilnya. Ternyata musik yang akan diputarkan pembawa siaran radio malah membuat Rinai jadi gugup sendiri.
'Haii, gimana nih kabar kalian semua? Semoga baik-baik aja ya. Pagi-pagi gini enaknya denger lagu apa ya?' sapaan dari si perempuan terdengar semangat dari sana. Diakhiri dengan sebuah tanya, kepada teman yang berada disebelahnya, karena detik berikutnya suara laki-laki mulai terdengar.
'Lagi zaman tuh, lagunya Tiara Andini yang lagi trending. Maafkan aku terlanjur mencinta.' seru sang laki-laki dengan semangatnya.
'Oke, listen gaess.' tutup mereka berdua, sebelum akhirnya musik mengalun memenuhi atmosfer didalam mobil.
'Aku telah tau kita memang tak mungkin, tapi mengapa kita selalu bertemu.
Aku telah tau hati ini harus menghindar, namun kenyataan ku tak bisa, maafkan aku terlanjur mencintai.'
Rinai menatap keluar jendela, mengapa dibagian reff semua seakan begitu menyakitkan untuknya didengar, apakah semesta semudah itu memberikan luka, lalu menjatuhkan dengan tak bersisa begitu saja.
Sedangkan laki-laki yang duduk disamping Rinai, membagi pandangannya dari jalan dengan perempuan disampingnya. Entah mengapa suasana gadis itu menjadi murung. Apa karena lagu yang gadis itu dengarkan? Entahlah.
Ternyata memang sesulit itu menyukai seseorang yang entah, apakah ia juga memiliki perasaan yang sama dengan kita. Berharap se menyedikan itu, meluluh lantakan rasa pilu.
***
Derai menatap Langit dan Rinai didepannya, ia menatap Rinai tak suka. Mengapa gadis itu jadi tidak tahu diri, apakah dia tidak tahu? Jika Langit dan dirinya sudah bertunangan?
"Kalian kenapa bareng?" Derai menatap Langit dan Rinai bergantian. Perkataan Derai tentu saja mengundang banyak pasang mata yang melewati mereka bertiga, atau manusia-manusia kepo yang berdiri diradius teraman supaya tetap bisa mendapatkan kabar hangat.
"Bukan urusan lo." Langit menarik lengan Rinai untuk berlalu dari hadapan gadis manja itu.
Derai tetap tidak mau mengalah, ia mengikuti langkah Rinai dan Langit, hingga bisa kembali memblokir jalan keduanya. "ini bakal jadi urusan aku Langit. Yang tunangan itu aku sama kamu, bukan dia sama kamu!" Derai menaikan nadanya bicaranya.
"Gue nggak pernah mau tunangan sama lo, itu semua cuman kedok supaya bisnis mereka bisa maju." Langit menatap Derai dingin. Namun, jarinya ia tautkan dengan jari Rinai, supaya gadis itu tak perlu takut, ia akan menjaga Rinai berdiri didepannya dan tentu saja memperjuangkan gadis itu.
"Tapi, aku suka kamu Langit." Derai menatap Langit dengan mata berkaca-kaca.
"Gue enggak." Langit berjalan melewati Derai. Rinai yang hanya bisa pasrah kembali mengikuti Langit karena jari-jarinya yang bertautan dengan laki-laki itu. Jadi orang ketiga? Tidak. Rinai bukan perempuan yang seperti itu. Rinai menatap Derai kasihan, ingin membantu tapi ia akan dimarahi Langit begitu juga Yuira.
"Langit, kasihan Derai." Rinai mulai berbicara saat keduanya sudah berhenti didepan kelas Rinai.
"Nggak usah kasihan, sama gadis manja kaya gitu." Langit tersenyum dan mengacak-acak rambut Rinai pelan.
"Belajar yang rajin, kamu." Langit menggaruk tengkuknya. Ia kembali tersenyum dan berlalu dari hadapan Rinai untuk menuju kelasnya.
"Astaga, itu tadi Langit?" Yuira tertawa membuat Rinai yang diam mematung, terlonjat kaget.
"Ayo masuk." Rinai menarik lengan Yuira untuk masuk kedalam kelas dengan pipi yang bersemu merah.
***
"Liat nih, lagi-lagi Lo jadi bahan terhangat disekolah kita. Ngalahin Lisa blackpink yang masuk ketrending wanita tercantik didunia." Yuira memberikan handphone miliknya kearah Rinai yang masih asik memakan nasi gorengnya.
"Nggak mau ah, aku males. Lagian aku bukan mau merebut Langit dari Derai. Toh aku juga bersikap biasa aja kan didepan Langit, supaya dia nggak tau perasaan aku. Dan tadi tuh tiba-tiba Langit jemput aku didepan rumah, semalem juga chatnya nggak aku bales." Rinai menjelaskan panjang lebar saat nasi goreng sudah habis dimulutnya.
"Ada-ada tuh si medusa, nyari masalah kok dikandangnya Rinai. Yang udah pasti banyak populasi yang milih lo, meski mereka potek gara-gara Aldebaran nya jatuh cinta sama orang lain."Yuira tertawa pelan.
***
Matahari berganti tugasnya dengan bulan. Gadis dengan sweater pink dan rok putih selutut juga rambut yang ia cepol berjalan menuruni tangga. Indra pendengaran nya mendengarkan tawa yang mulai membumbung dilangit-langit ruang tamu.
"Sini, Rinai." Rendra menepuk-nepuk sofa disampingnya.
"Ayah lagi ngetawain apa sih? Kok seru banget." Rinai bertanya saat gadis itu sudah duduk disamping sang Ayah.
"Urusan laki-laki, Rinai." Rendra tertawa pelan diikuti Langit yang juga tersenyum simpul.
"Ayah udah ngobrol sama Langit, Ayah tinggal dulu ya." Rendra berlalu menuju ruang kerjanya.
"Gue mau mencoba memperbaiki semua, gue mohon percaya sama apa yang akan gue katakan." Rinai menatap Langit yang juga menatapnya. Ia terdiam, apakah Langit serius?
••••