Chereads / Serendipty / Chapter 22 - Pertunangan Sebelah Pihak ( 2 )

Chapter 22 - Pertunangan Sebelah Pihak ( 2 )

Rinai menatap pantulan dirinya dicermin, baju kodok berwarna Navy dengan rambut yang ia gaya updo lalu samping kiri dan kanan rambutnya ia biarkan terurai sedikit juga bandana polkadot yang menghiasi rambut hitamnya. Kacamata yang tak pernah bisa lepas dari kedua matanya membingkai wajah bulat dan pipi tembem itu.

Rinai mengambil tas punggungnya, memasukan buku yang memang selalu ia bawa jika pergi jauh, handphone dan lain sebagainya. Setelah memakai tas punggungnya, Rinai menarik koper dipojok ruangan. Menuruni tangga dengan hati-hati.

"Udah siap, Rinai?" pertanyaan Ayah membuat gadis itu melihat kesumber suara.

Ia tersenyum, lalu menarik kopernya sampai didepan Ayah. "Udah, Ayah." Rendra mengangguk.

"Pak, tolong masukan koper Rinai, kedalam bagasi." supir mengangguk patuh, lalu memasukan koper Rinai kedalam bagasi mobil. Rinai menarik sebelah alisnya kala tau koper Ayahnya tidak ada.

"Yah, koper Ayah mana? Rinai celingukan mencari.

"Yang Ayah maksud itu bukan kita berdua dalam artian Ayah dan Rinai. Tapi, dalam artian kamu dan orang lain." Rinai mengerutkan dahi tak mengerti.

"Udah, ayo. Jam tiga udah mau boarding." Rinai mengangguk. Siapa yang akan menemaninya disana? Apa Rinai akan sendiri? Entahlah.

***

Langit menatap pantulan dirinya didepan cermin. Jas coklat melekat ditubuhnya, rambutnya ia rapikan, menambah kadar ketampanan laki-laki itu.

"Tuan Aldebaran. Nyonya Liliana sudah menunggu."

"Iya." Langit menatap datar pantulan laki-laki dengan jas hitam juga dasi hitam yang laki-laki itu kenakan.

Setelah kepergian laki-laki itu, Langit membuang nafasnya kasar. Apakah ini pilihan yang tepat? Semoga saja.

Langit menuruni tangga dengan wajah datarnya, ia menatap dua keluarga juga beberapa rekan bisnis Mama nya yang sudah berada dalam satu ruangan dengan minuman ditangan masing-masing.

"Langit..." Derai melambaikan tangannya kearah Langit. Tersenyum begitu manis, tidak bagi Langit.

Langit mendekat dan tersenyum simpul kearah sang Mama, Brata sudah berada disana menatap Langit dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Perkenalkan ini anak saya, sekaligus penerus Aldebaran Corporation." Liliana berdiri di kiri Langit dan Brata yang berada di kanan Langit.

"Acara inti adalah pertunangan antara Langit Aldebaran dengan Derai Anantha. Lambang penyambut dari kerjasama antara Anantha Corporation dan Aldebaran Corporation." dunia Langit runtuh, lagi-lagi Mamanya mengorbankan perasaan Langit. Langit mengepalkan kedua tangannya erat. Hingga sentakan tangan yang tiba-tiba menggenggamnya membuat ia melihat kearah gadis disampingnya dengan tatapan menusuk.

Derai malah tersenyum dan mencoba meredam kegugupannya. Tepuk tangan bergema kepenjuru ruangan bergemuruh dengan dunia Langit yang mulai runtuh.

Apakah ia harus rela kehilangan semesta? Membiarkan dirinya terluka. Lalu, pura-pura bahagia.

***

Rinai duduk didalam pesawat, disampingnya hanya ada seorang ibu juga sang anak yang kebetulan duduk berdampingan dengan Rinai. Pikirannya jauh membawanya pergi. Entah, mengapa ia jadi teringat Langit.

"Selamat sore, para penumpang Air Indonesia. Saya Captain Aldo Aditya Mahendra berbicara langsung dari kokpit pesawat. Pesawat akan berangkat dari bandara Soekarno-Hatta pada pukul 17:00 dan diperkirakan tepat pukul 18:20 mendarat di bandara Adisucipto Yogyakarta. Akhirnya, atas nama kru yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan dan Terima kasih sudah terbang bersama Air Indonesia. Selamat sore."

Suara dari Captain pilot membuat Rinai kembali kealam sadarnya, ia tersenyum simpul. Aldo yang membawa burung besi ini sampai ke Jogja, apakah ini sosok yang dibilang Ayah? Perlahan burung besi mulai berjalan menuju landasan dimana tempatnya akan terbang.

Dengan kecepatan sesuai peraturan, burung besi terbang diatas awan. Memperlihatkan indahnya kota Tanggerang.

Aldo memantau jalannya pesawat dikokpit sesekali berbicara dengan Co-pilot menggunakan bahasa Inggris, karena keduanya sudah terbiasa berbahasa Inggris.

***

Butuh waktu kurang lebih satu jam dua puluh menit untuk pesawat berhenti tepat dibandara Adisucipto Yogyakarta. Kini Rinai sudah duduk ditempat duduk bandara, dengan koper berukuran sedang disebelahnya. Netranya terus menatap ponsel yang tak kunjung dibalas sang Ayah.

"Bagaimana penerbangan Anda, Nona?" suara berat dari arah sampingnya membuat Rinai melihat kearah dimana tubuh tegap dengan baju kebangaannya berada.

"Alhamdulillah, semua berjalan lancar. Cap." Rinai tertawa pelan.

Banyak pasang mata yang menatap mereka berdua iri, bahkan beberapa pramugari yang berada satu dinas dengan Aldo menatap keduanya penuh tanda tanya. Pasalnya Aldo adalah jajaran seseorang yang memiliki cukup banyak penggemar.

"Ayo, kakak yang bakal pandu kamu selama di Jogja." Aldo mengulurkan tangannya, membuat Rinai dengan senang hati menjabat tangan laki-laki itu.

Mereka berdua menaiki mobil yang sudah disediakan oleh Rendra. Aldo tidak menaiki mobil yang disediakan oleh pihak bandara, karena ia akan bersama Rinai selama seharian di Jogja dan kembali akan flight kebandara Soekarno-Hatta besok malam bersama Rinai juga. Bahkan, laki-laki itu sengaja tidak tidur ditempat yang sudah bandara siapkan supaya bisa satu hotel dengan Rinai. Karena memang ia tak mau mengambil resiko jika terjadi sesuatu pada Rinai.

Butuh waktu kurang lebih setengah jam dari bandara menuju hotel. Rendra sengaja mereservasikan hotel dekat dengan bandara supaya Rinai maupun Aldo tidak kesusahan untuk sampai ke bandara.

Setelah diberikan kunci kamar masing-masing, keduanya lantas menuju lift untuk sampai dikamar masing-masing. Sejak tadi banyak yang diam-diam memperhatikan Aldo bahkan receptionis yang memberikan kunci kamar mereka menatap Aldo tak biasa.

Aldo tidak keberatan dengan itu semua, ia berbicara hanya seperlunya saja. Jika, memang harus terpaksa. Dikedua tangannya sudah ada koper miliknya dan Rinai.

"Makasih ya kak, Rinai jadi ngerepotin kakak." Rinai tersenyum begitu manis, membuat jantung Aldo kembali berdetak tak seirama. Senyum gadis itu begitu candu untuknya.

"Nggak papa, kamu nggak pernah ngerepotin sama sekali. Kalau ada apa-apa ketuk pintu kamar disebelah kamu, kita sebelahan terus kalau bener-bener nggak bisa kamu telfon kakak." Aldo mengelus puncak kepala Rinai. Membuat gadis itu tersenyum kembali.

Mengangkat tangannya bak murid yang sedang melakukan upacara. "Ay ay Captain, Aldo." Rinai tertawa membuat lorong hotel diunit nya sedikit bergema.

"Yaudah, sana tidur. Besok kita bakal menjelajahi Jogja satu hari full."

"Jangan deh kak, biar Rinai aja. Kakak pasti lelah, besok kita flight lagi kan malemnya." Rinai menggeleng tak enak.

"Nggak ada bantahan, kakak bakal temenin kamu. Ada kamu disini bikin rasa lelah kakak hilang." Aldo membuka kamar Rinai dengan kunci yang masih ia pegang. Memasukan koper Rinai dan memberikan kunci itu kembali, kepada gadis didepannya.

"Selamat malam, Rinai." Aldo mengacak pelan rambut Rinai dan berlalu dari hadapan Rinai, menuju kamarnya yang berada disamping kamar Rinai.

Rinai masih menatap punggung Aldo yang mulai hilang ditelan belokan, mengapa rasanya aneh saat Aldo berucap seperti itu? Seperti ada hal tersirat yang tidak bisa laki-laki itu ucapkan. Gadis itu menggeleng, mengenyahkan segala fikiran salah yang ada di kepalanya. Aldo dan Rinai adalah adik kakak. Itu yang terjadi.

Dikamarnya, Aldo menaruh koper hitam berukuran sedang yang selalu menemaninya dinas menjelajahi kota maupun dunia. Ia menaruh topi pilot kebanggaanya dan masuk kedalam kamar mandi. Mencoba mengeyahkan pikiran yang selalu bergema, tentang bagaimana bisa ia jatuh cinta.

••••

Note Penulis : Aku sengaja biarin Rinai pergi jauh dulu bareng Aldo, emang sih cepat atau lambat dia bakal tau. Tapi lebih baik begini, biar dia bahagia dulu.

Haii gaesss, lama nggak ketemu sekalinya aku update langsung bagian menegangkan. Tenang perjalanan Rinai masih jauh banget, mari kita menyelami dunia Rinai dan yang lainnya. Jangan lupa berikan dukungan kalian melalui PS ataupun komen. Thank youuuu ^^