Chereads / Serendipty / Chapter 23 - Jogja dan Segala Memorinya

Chapter 23 - Jogja dan Segala Memorinya

Yogyakarta atau sering disebut Jogja, kota istimewa yang mampu membuat decak kagum para orang awam yang menginjaknya. Pantas saja disebut Daerah Istimewa Yogyakarta, memang seistimewa itu.

Banyak memori yang tercetak disetiap sudutnya, banyak yang mengidamkan tinggal atau sekedar singgah.

Rinai menatap keluar jendela besar, ia menatap hamparan kendaraan yang hilir mudik dan beberapa pejalan kaki yang masih setia menapak meski kaki sudah lelah berjalan. Langit yang masih setia dipeluk pekatnya hitam tak membuat mereka diam, mereka masih mempunyai tujuan, meski harapan terkadang tak sesuai kenyataan.

"Jogja memang indah." Rinai bergumam meski pelan.

Jam diatas nakas menunjukan pukul lima pagi tapi mata gadis itu masih setia terbuka. Lelah tak membuatnya memejamkan mata. Ketukan dipintu membuat gadis itu berjalan kearah pintu, kunci yang ia putar membuat pintu terbuka dengan mudah.

"Kak Aldo?" Aldo tersenyum didepan gadis yang masih menggunakan baju tidur bergambar Doraemon.

"Ayo, kita keluar. Nggak mau liat sunrise?" Rinai menatap Aldo antusias.

"Masuk dulu kak, aku ganti baju dulu ya." Aldo mengangguk. Tapi, belum gadis itu kembali melangkah masuk, tangannya sudah Aldo cekal.

"Nggak usah mandi, kita sekalian lari pagi." Rinai mengangguk dan kembali masuk kedalam kamarnya saat Aldo melepaskan cekalannya.

Aldo menunggu Rinai diluar pintu, melihat kamar Rinai yang sudah rapi. Ia yakin, gadis itu sudah bangun sejak beberapa jam yang lalu.

"Ayo kak." Rinai keluar dengan Hoodie merah maroon dan celana lejing berwarna hitam.

Mereka berdua berjalan melewati lorong menuju lift, untuk bisa sampai dilobby yang berada dilantai dasar. Setelah lift berdenting dan terbuka, mereka berdua kembali berjalan keluar dari lobby menuju taman yang cukup besar yang hanya melewati waktu lima belas menit.

Keduanya berhenti didepan sebuah bangunan yang berdiri didepan mereka, bangunan pencakar langit, yang sudah lama ditinggal karena beberapa lumut atau ilalang yang tumbuh disana. Tak terlalu buruk.

"Kita ngapain kak disini?" Rinai menatap bangunan didepannya dengan wajah pucat. Kawasan ini memang tidak sepi karena beberapa orang yang mulai berlalu-lalang menikmati udara pagi, atau orang-orang yang sekedar lewat untuk bekerja.

"Ada kakak tenang aja, lagian jalan didalam yang kita lewati, terang kok." Aldo tersenyum menenangkan, ia memegang tangan Rinai erat, menyalurkan kekuatan bahwa Rinai tak perlu takut dengan gelap karena dia bahkan ada disini, menjaga Rinai.

Mereka berdua memasuki gedung dengan tangan Rinai yang masih bertaut dengan tangan Aldo. Aldo suka tempat ini, karena beberapa kali saat laki-laki itu harus sekedar singgah disini, menjadikan dia mengenal sedikit tentang bangunan yang bisa membuat decak kagum siapa saja yang melihat jika sudah sampai diatas sana. Memang bangunan depan sangat menyeramkan.

Rinai dan Aldo berhenti ditempat yang Aldo maksud. Rooftop dengan pemandangan kota Jogja, city light mampu membuat Rinai berdecak kagum. Beberapa lingkup langit yang mulai terlihat cahayanya karena sang fajar mulai menampakan sinarnya.

"Kamu suka?" Aldo menatap Rinai yang juga menatap nya. Mereka berdua saling menatap, hingga detik berikutnya Rinai tersadar.

"Eh-- suka banget kok kak." Rinai mengangguk antusias dan kembali melihat kota didepan sana. Beberapa waktu kemudian sesuatu yang keduanya nanti terlihat didepan sana. Sunrise yang mampu memanjakan penglihatan siapa saja yang melihat.

Rinai sejak tadi sudah siap dengan tangan yang terus-menerus memotret pemandangan didepan sana. Menjauh dari kerumunan adalah hal istimewa, memupuk luka yang terus menganga.

***

Suara musik yang memekikan telinga terus bergema memenuhi ruangan, mereka yang masih asik meliuk-liuk kan tubuh diatas dance floor sama sekali tak terusik dengan volume yang malah semakin keras.

Laki-laki yang baru saja memasuki usia ketujuh belas tahun, duduk diruangan khusus dengan kaca transparan didepannya yang tidak membuat pandangannya terputus.

Takdir adalah segala hal yang rahasia, mencoba menenggelamkan rasa yang pernah ada, mencoba mendobrak rindu yang tersisa. Semesta tertawa melihatnya, laki-laki yang tidak menyukai keikutsertaan menyeretnya jauh dengan langkah yang tak tertahan.

Berbatang-batang nikotin yang terselip dibalik jemarinya membuat ia sesekali tersenyum getir, asap mulai membumbung keudara saat ia membakar ujung dari benda itu, untuk kesekian kalinya.

Hidupnya runtuh, kala sebuah dunia yang sudah ia rancang apik harus dengan senang hati ia tinggalkan. Membawa kenangan yang terus membuatnya tertekan. Hilang sudah gelar laki-laki baik untuknya, karena yang ia tau baik ataupun buruk dia tetaplah anak yang dilahirkan sebagai alat.

"Anak baru?" laki-laki yang baru saja masuk ke ruangannya dengan tangan yang membawa minuman. Dari penglihatan nya ia seumuran dengan dirinya.

"Gue, Guntur Wijaya Kusuma." tangan laki-laki yang bernama Guntur terulur membuat Langit menatap tangan itu acuh.

"Biasanya yang datang kesini, pasti karena dia punya banyak masalah dan itu karena orang tua." perkataan yang sok tau, tapi benar adanya. Guntur mengeluarkan sebuah lembaran brosur.

"Lo bisa ikut jadi tim kita." Guntur berlalu dari ruangan meninggalkan Langit yang masih asik menatap brosur diatas meja. Tangannya terulur mengambil brosur itu.

Langit keluar dari club malam yang masih terdengar suara musiknya, ia melihat langit diatas sana yang mulai melihatkan sinar fajar, ditemani beberapa rintik hujan yang sedikit demi sedikit membasahi jaket kulit berwarna coklat yang laki-laki itu kenakan. Ia rindu Rinai Hujan. Sungguh.

***

"Kamu mau nambah lagi nggak?" Aldo menatap Rinai yang asik memakan makanan didepan nya dengan lahap.

"Nggak kak, ini aja." Rinai mengelap sudut bibirnya.

Mereka berdua sudah duduk direstaurant yang disediakan oleh pihak hotel. Dengan makanan yang sudah habis. Setelah menikmati sunrise dan berolahraga beberapa jam mereka memutuskan makan direstaurant hotel dan kembali kekamar masing-masing untuk memulai mengunjungi tempat yang ingin dikunjungi selama di Jogja.

***

Jam menunjukan pukul 1 siang, mereka berdua memulai perjalanan destinasi dialun-alun Selatan.

Alun-alun Selatan merupakan salah satu Sultan's Ground yang sesuai namanya terletak di Selatan Kraton, namun masih didalam area Benteng Kraton Yogyakarta. Alun-alun yang mereka datangi cukup ramai pengunjung. Meski, banyak yang lebih memilih datang disore hari membuat alun-alun lebih ramai diwaktu sore.

Aldo mengajak Rinai untuk berkeliling alun-alun menggunakan kereta hias, yang sangat populer disini. Rinai menatap takjub tiap jengkal yang mereka lewat. Hingga keduanya selesai mengelilingi alun-alun, Rinai mengajak Aldo mencoba tantangan melewati dua pohon beringin dengan mata tertutup.

Hutan Pinus Pengger menjadi destinasi kedua mereka. Menurut Rinai ini sangat luar biasa, bagaimana tidak? Beberapa struktur bangunan dibuat dari pohon Pinus. Jam sudah menunjukan pukul tiga, meski dibalik rindangnya hutan Pinus matahari memancarkan sinarnya begitu terik, berbeda dengan Aldo dan Rinai yang merasakan udara dingin yang berhembus dan bau khas hutan Pinus yang memasuki indra penciuman keduanya.

Pantai menjadi hal yang harus dikunjungi keduanya. Pantai Parangtritis menjadi pilihan diantara banyaknya pantai di Jogja. Pantai Parangtritis adalah pantai yang terkenal di Jogja. Garis pantai yang cukup panjang juga area pasir pantai yang cukup luas membuat Rinai betah disini, pantai adalah salah satu tempat yang sangat ia suka. Menikmati deburan ombak yang menenangkan dan jangan lupakan sunset yang begitu memanjakan mata seperti yang saat ini mereka nikmati.

Malioboro adalah destinasi terakhir yang mereka kunjungi, malam memeluk erat bumi. Namun, mereka yang masih belum terpejam berlalu-lalang disepanjang jalan.

Banyak tenda yang berdiri disepanjang jalan, menjajakan makanan, juga Delman yang setia melewati setiap jengkal Jogja. Membawa beberapa penumpang yang berkunjung.

Aldo membawa Rinai disalah satu tenda yang menjual makanan yang bahkan tak asing bagi mereka yang menginjakan kaki di Jogja. Gudeg. Tenda yang tak terlalu besar namun selalu ramai yang datang, dengan beberapa antrian yang panjang diluar tenda. Membuat tempat ini semakin terlihat jika harus dicoba. Mereka berdua duduk lesehan saling berhadapan.

"Gimana? Kamu suka Jogja?" Aldo bertanya saat keduanya sudah memesan makanan.

"Suka kak, banget malah." Rinai mengangguk antusias.

"Kakak senang kalau kamu senang." perkataan Aldo dibalas senyuman oleh Rinai. Membuat gadis itu betah jika harus tinggal di Jogja. Aldo menatap Rinai, menghabiskan satu hari full dengan Rinai membuat kotak memori yang selama ini penuh oleh semua tentang gadis itu, akan semakin penuh.

••••