Chereads / Serendipty / Chapter 18 - Namanya Rinai Hujan

Chapter 18 - Namanya Rinai Hujan

Rinai memasuki pusat perbelanjaan dengan semangat, hari ini ia akan memasak makanan kesukaan Ayah dan Aldo. Semalam gadis itu mendapatkan pesan jika Aldo akan datang kerumah Rinai.

Gadis itu memasuki swalayan dan mulai memilih-milih segala keperluan didapur. Setelah dirasa cukup, ia berjalan menuju kasir. Saat ingin berjalan kearah kasir, ia melihat seorang Ibu dengan dress dan blazer yang kebingungan memilih Melon. Melon? Buah kesukaan Langit.

"Permisi, Bu." Rinai tersenyum saat wanita itu mengalihkan perhatian dari buah Melon.

"Bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyuman. Wanita itu menatap Rinai sesaat, ia melihat Rinai dari ujung kepala hingga kaki.

"Kamu bisa pilihkan buah Melon yang manis?" tanya wanita itu dengan senyum yang tercipta disana.

"Bisa Bu, biar saya bantu." Rinai tersenyum sopan.

"Pembantu saya bahkan tidak bisa memilih buah yang manis, kalah sama kamu yang masih muda." wanita itu menatap Rinai.

"Saya juga bukan pemilih buah yang handal Bu, bisa memilih buah manis karena diajar Bibi." Rinai masih asik menatap kotak didepannya dan memilih buah didepannya.

"Nama kamu, siapa?" wanita itu kembali bertanya dengan topik yang berbeda.

"Rinai Hujan." wanita yang ada didepan Rinai mengerutkan dahi, memorinya terlempar jauh kebelakang. Mengingat siapa yang pernah disebut oleh anak semata wayangnya.

"Saya duluan, Bu." pamit Rinai setelah membantu wanita itu, ia mempersilahkan Rinai pergi.

Setelah Rinai sudah tak terlihat, wanita itu mendeal nomor seseorang.

"Cari tau riwayat hidup tentang gadis bernama Rinai Hujan." setelah sambungan ia putus sepihak, wanita itu berjalan menuju kasir.

***

"Ayah.... Kalahin kak Aldo." Rinai berteriak dari pinggir lapangan basket.

Dua laki-laki yang berbeda usia itu tersenyum, melihat gadis yang ada dipinggir lapangan. Permainan berjalan seri hingga dimenit terakhir Rendra lah yang memenangkan pertandingan. Tentu saja, siapa yang bisa mengalahkan laki-laki yang sudah berumur tapi tetap terlihat gagah dan juga tampan.

"Kak Aldo kalah...." Rinai tertawa kearah Aldo yang tersenyum.

"Rinai bawain minuman." Rinai memberikan handuk juga minuman kearah sang Ayah juga Aldo.

"Permainan kamu bagus juga, tapi masih kalah bagus sama Ayah." Rendra tertawa diikuti Rinai.

"Kak Aldo udah lama gak main basket Yah, sekarang mah kak Aldo lebih suka mengendarai pesawat berkeliling dunia bahkan Indonesia."

"Iya dong.." Aldo mengacak pelan rambut Rinai. Membuat gadis itu memajukan bibirnya.

Rendra yang memperhatikan interaksi keduanya tersenyum simpul.

"Ayo makan, Rinai udah buatin makanan kesukaan Ayah juga kak Aldo." Rinai berjalan terlebih dulu, kedua laki-laki beda usia itu mengikuti Rinai dari belakang.

Kini mereka sudah berada dimeja makan, dengan Rinai yang menaruh beberapa lauk pauk dibantu Bi Sumi.

"Ayo Bi, kita makan bareng." Rinai mempersilahkan Bi Sumi untuk duduk, setelah itu ia ikut duduk.

Ruang makan hening, hanya ada sendok dan garpu yang saling beradu, berdenting lalu menguap diudara begitu seterusnya. Hingga ucapan Ayah membuat Rinai tersedak.

"Bu Tima bilang sama Ayah, kalau nilai kamu dari kelas 10 terus menurun." Aldo membantu Rinai meminum air putih nya kala gadis itu masih saja terbatuk.

"Ayah berinisiatif buat nyuruh Aldo bantu kamu." Rinai mengangguk antusias dengan usulan Ayahnya.

"Aldo kamu selalu juara OSN Matematika tingkat nasional berturut-turut, juara kelas setiap tahunnya. Membuat kamu bisa masuk sekolah penerbangan ternama dengan jalur undangan." Ayah menjeda perkataanya.

"Ayah harap kamu bisa bantu Ayah." Aldo tersenyum dan mengangguk sopan. Menandakan bahwa ia setuju dengan usulan Rendra.

"Setelah sarapan selesai kalian bisa langsung belajar." Ayah menyudahi percakapannya dan berlalu menuju ruang kerja.

***

"6x ditambah 3y sama dengan 12 dibawahnya 6x ditambah 2y sama dengan 16, dikurangi." Aldo dengan telaten menyampaikan beberapa materi yang gadis itu tidak mengerti.

"Kak, kenapa ya X harus dipasangin sama Y?" Rinai bertanya dengan topik yang bertolak belakang dengan materi, meski pun menyangkut dengan si X dan si Y.

"Ya karena mereka emang berjodoh." Aldo mencoba menahan tawanya.

"X dan Y kan gak sama, kenapa harus berjodoh?" Rinai kembali melontarkan pertanyaan anehnya.

"Dua orang yang berbeda pasti akan disatukan dalam sebuah ikatan, makanya yang namanya menikah itu nggak mudah." Rinai mengangguk-anggukan kepala mengerti.

"Tuh kan malah bahas kenikah." Aldo tertawa membuat Rinai ikut tertawa.

"Gimana? Udah siap belum kakak bawa ke KUA?" Rinai merasa Dejavu dengan pertanyaan Aldo. Membuat ia tertawa, seketika ruangan yang tadinya sunyi diisi oleh tawa Rinai.

"Apa ini, disuruh belajar matematika malah ngomongin nikah." suara barithon Ayah membuat kedua muda-mudi berbeda usia itu tertawa pelan.

"Ayah rasa kamu cocok sama Aldo." Rinai menatap Rendra dengan tawa. Gadis itu tidak tau saja, banyak kemungkinan yang membuat Aldo bisa bersama dengan Rinai.

"Aku sama Kak Aldo, cuman sebatas kakak dan adik kok, Ayah." perkataan Rinai membuat Aldo terhenyak, ia lupa jika memang sudah ada dinding yang tercipta diantara keduanya. Mereka hanya sebatas adik kakak. Ingat itu.

"Ayah berharap bisa lebih." dan ucapan Rendra mampu membuat Rinai kembali tertawa. Tanpa Aldo sadari jika Rendra tersenyum simpul kearahnya yang memperhatikan tiap gerak-gerik Rinai.

***

Wanita dengan dress dan blazer yang melekat ditubuhnya memasuki mension. Ia berjalan masuk dengan dua orang pembantu yang menggunakan pakaian hitam juga apron putih ditangan mereka ada dua kantong belanjaan.

"Tolong dibuatkan makan kesukaan Langit, jangan sampai Melon dari dalam Tote bag ketinggalan." wanita itu masuk kedalam meja kerjanya. Ia duduk disana dengan tangan yang berisi dokumen-dokumen tentang identitas gadis yang tadi bertemu dengannya di swalayan.

Tok...tok....tok....

"Masuk." laki-laki dengan jas juga dasi serba hitam memasuki ruangan, dengan tablet ditangannya.

"Namanya Rinai Hujan, Nyonya." laki-laki didepannya memulai pembicaraan.

"Gadis yang memiliki banyak prestasi dibidang literasi juga dunia musik, bahkan ia juga pemain piano yang handal. Dan gadis itu satu sekolah dengan Tuan Aldebaran, bahkan dikabarkan mereka dekat. Rinai Hujan kakak kelas Tuan Aldebaran." laki-laki itu memperlihatkan tablet berisi foto-foto Rinai bersama dengan Langit. Kalimat terakhir Laki-laki itu membuat Liliana bungkam seketika.

"Dia memiliki kakak laki-laki bernama Aldo Aditya Mahendra, anak tunggal dari pemilik maskapai penerbangan terkenal di Indonesia, Aldo adalah anak panti asuhan." laki-laki itu kembali memberikan tablet berisi gambar laki-laki dengan pakaian kebanggaan seorang pilot.

"Menarik." Liliana tersenyum tipis.

"Rendra Raditama Ayahnya adalah pemilik perusahaan RR Group, ia menikah dengan wanita bernama Raina Elara yang sudah meninggal 18 tahun yang lalu." Liliana kembali mengangguk.

"Baik... Silahkan keluar." laki-laki itu membungkuk sopan dan berjalan keluar ruangan.

Ruangan sunyi meski isi kepala Liliana terus saja berbunyi, bagaimana bisa Langit mencintai gadis seperti ini? Kakak kelas, keluarga yang kurang berkelas. Meski, ia tau gadis itu memiliki hati yang tulus.

••••