Chereads / Serendipty / Chapter 10 - Cemburunya Langit dan Kisah Aldo

Chapter 10 - Cemburunya Langit dan Kisah Aldo

Malam berganti tugasnya dengan siang, waktu berlalu begitu cepat. Bulan bersinar menerangi sebagian penduduk bumi. Bintang-bintang bertaburan di langit membuat malam ini begitu indah.

Semua persiapan untuk acara ulang tahun Tresya sudah selesai. Beberapa makanan dan kue sudah disusun. Didepan sudah ditaruh piano berwarna putih yang khusus dimainkan untuk Rinai nanti. Acara dilaksanakan di taman belakang panti asuhan.

Suara mobil masuk kedalam pekarangan panti membuat Rinai menarik pelan lengan Aldo untuk mengikutinya kearah pekarangan panti. Rinai dengan dress berwarna biru langit dan Aldo memakai jas senada membuat mereka berdua terlihat cocok.

Langit, Tritan dan Regan turun dari mobil sport yang mereka tumpangi dari Jakarta menuju Bandung.

Langit diam kala melihat Rinai berdiri berdampingan bersama laki-laki yang memiliki tinggi berbeda, gadis itu hanya sebatas dada bidang laki-laki disampingnya. Sial, mengapa Rinai dan laki-laki itu sangat serasi?

"Sepertinya ada yang terbakar api cemburu." Tritan tertawa pelan.

"Hai Langit..."Rinai tersenyum diikuti Aldo

"Ini kak Aldo." gadis itu mengenalkan Aldo pada Langit.

Langit menjabat tangan Aldo. "Aldo."

"Rinai...." Yuira turun dari mobil pribadinya dan berjalan menuju Rinai. Pelukan erat ia dapatkan dari sahabatnya.

"Kangen ih, lo mah udah libur dua hari tanpa keterangan. Bahkan handphone lo mati, tiba-tiba aja chat kalau gue suruh dateng ke acara ulang tahun Tresya." Rinai tersenyum simpul kala mengingat kalau dia sudah mematikan handphone selama dua hari. Dan baru tadi siang Rinai menghidupkannya kembali, demi menghindari Ayah Rinai.

"Kakak ganteng disebalah lo siapa?" Rinai kembali kealam sadarnya. Gadis itu tersenyum simpul.

"Kak Aldo." Rinai menatap Aldo, ia tersenyum begitu manis. Aldo mengalungkan tangannya di bahu Rinai.

"Salam kenal, saya Aldo Dirgantara Pradipta." Aldo tersenyum kearah Yuira.

"Lengket bener ya." Tritan melirik Aldo dan Rinai.

"Kaya prangko sama surat." Regan ikut berucap membuat mereka berdua tertawa bersamaan.

Semestanya hilang, ia kembali menatap Rinai dan Aldo dengan tatapan yang tak biasa dijelaskan.

***

Rinai berjalan menuju piano yang sudah disediakan. Itu adalah piano Rinai yang pertama kali ia mainkan membuat mereka yang ada dipanti berdecak kagum dengan gadis berusia tiga tahun waktu itu. Kini, Rinai sudah berusia 18 tahun, dengan penampilan yang berbeda.

Tuts demi tuts Rinai tekan membuat nada demi nada tercipta. Alunan nada berjudul Happy birthday membuat Tresya tersenyum dan bertepuk tangan antusias, begitu juga dengan yang lain.

Suara tepuk tangan kembali bergemuruh saat Rinai menyudahi permainannya. Tresya meniup lilinnya dan memotong kue ulang tahun setelah semua selesai.

Tresya kembali berkata. "kak, lagi dong." Rinai mengangguk.

"Yuira." Rinai melambaikan tangan kearah Yuira, dengan senang hati gadis itu mendekat. Setelah membisikan lagu yang akan mereka nyanyikan, Yuira mengangguk dan tersenyum.

Tuts demi tuts nada kembali Rinai tekan menciptakan nada yang kembali terdengar. Aldo menatap Rinai begitu dalam, Langit menatap Aldo dengan tatapan yang tak suka.

Bait pertama mulai dinyanyikan oleh Rinai.

We were both young, when I first saw you.

I close my eyes and the flashback starts I'm standing there, on a balcony of summer air.

I see the lights; see the party, the ball gowns.

I see you make your way through the crowd You say hello, little did I know...

Suara Yuira mulai mengalun.

That you were Romeo, you were throwing pebbles

And my daddy said "stay away from Juliet."

And I was crying on the staircase

begging you please don't go, and I said

Rinai dan Yuira menyanyikan bagian reff bersamaan membuat mereka yang mendengarkan terkesiap karena suara keduanya begitu indah.

"Romeo take me somewhere, we can be alone."

I'll be waiting; all that's left to do is run.

You'll be the prince and I'll be the princess,

It's a love story, baby, just say, 'Yes.'

Malam yang indah untuk perfom yang indah juga. Hingga lagu yang dipopulerkan oleh Taylor Swift berjudul Love Story berhenti, tepuk tangan kembali terdengar.

***

"Rinai kita pulang dulu ya." Rinai mengangguk dan memeluk Yuira erat.

"Langit, hati-hati ya nyetirnya. Kalau ngantuk gantian sama Tritan atau Regan." Rinai memperingatkan.

"Iya, gue tau." Langit menyentil dahi Rinai.

Tentu saja, gerak-gerik mereka berdua tak luput dari pengawasan mata milik Aldo.

"Yaudah, kita pulang dulu ya." Yuira melambaikan tangan dan mendekat kearah mobil milik Regan, Tritan dan Langit. Memang Yuira pulang bersama mereka karena Rinai menyuruh.

Mobil sport keluar dari pekarangan panti, Rinai dan Aldo berjalan memasuki panti.

***

"Kakak pasti seneng deh, mimpinya bisa terwujud." Rinai menatap langit malam.

Aldo dan Rinai tidak langsung masuk kedalam kamar masing-masing setelah selesai membereskan acara. Mereka lebih memilih duduk di ayunan taman belakang panti dan menatap langit malam.

"Seneng dong." Aldo menatap Rinai yang duduk disampingnya. Menatap tiap jengkal wajah Rinai yang bercahaya karena rembulan, hal yang paling Aldo rindukan.

"Permainan kamu tambah bagus ya." Aldo tersenyum.

"Kakak kan tau, piano itu seperti hidup Rinai. Emang sih Rinai bukan pemain handal kaya pianis lain tapi Rinai akan terus salurkan hobby Rinai."

"Good girl." Aldo mengacak-acak rambut Rinai pelan.

"Kakak ceritain dong gimana kakak bisa jadi seorang pilot." Rinai menatap Aldo antusias.

"Satu tahun setelah kamu pindah, kakak diasuh sama keluarga baik dan mapan. Awalnya kakak gak mau karena nanti pasti akan jauh dari kalian." Aldo menatap Rinai lekat. 'lebih tepatnya karena kamu Rinai.' dan perkataan itu hanya tersekat dalam tenggorokan Aldo tanpa bisa terucap.

"Tapi Ibu bilang, kakak bisa main kapan pun kalau kakak mau. Ibu juga bilang kalau nanti impian Aldo bakal terwujud, dengan berat hati kakak terima." jeda Aldo.

"Mereka keluarga yang gak bisa punya anak, mereka orang baik yang Tuhan kasih musibah untuk menambah iman mereka."

"Kakak disekolahin disekolah internasional, sampai setelah lulus SMA kakak disuruh milih untuk menentukan pilihan kakak. Gak ada sedikitpun ancaman atau keterpaksaan yang mereka buat. Hingga, kakak memilih melanjutkan impian kakak jadi seorang pilot." Aldo menatap langit malam, bertepatan dengan pesawat yang melintas diatas sana.

"Butuh waktu satu tahun, sampai kakak bisa dapat semua lisensi sebagai syarat seorang Pilot." Rinai mengangguk antusias.

"Dan ternyata, mereka adalah pemilik salah satu maskapai penerbangan terkenal. Takdir seunik itu ternyata." Aldo kembali menatap langit.

"Rinai seneng kakak bisa mewujudkan cita-cita." Rinai tersenyum.

"Kakak lebih seneng bisa ketemu kamu lagi." Aldo mencubit hidung mancung Rinai.

Aldo melepas jasnya dan menyampirkan dibahu Rinai. "dingin banget, kamu kan gak kuat udara dingin." Rinai tersenyum. Ternyata Aldo masih mengingat semua tentang dirinya.

Dibawah langit malam yang berkelip oleh bintang yang bertaburan, dua insan saling menyampaikan rindu yang tak tertahan. Bahkan mereka sesekali tertawa membuat beban yang mereka rasakan hilang.

••••