Waktu bergulir begitu cepat, jam tiap jam, menit tiap menit terus melewati putaran yang sama berulang kali. Hingga, Minggu sudah berlalu lama semenjak Rinai menghabiskan satu hari penuh bersama Aldo juga tinggal dipanti asuhan.
Fajar masih belum memeluk bumi, langit masih setia dengan pekat malam. Tapi ayam sudah berkokok membunyikan alarm alam yang membuat beberapa orang terbangun dari mimpinya. Untuk bisa kembali bekerja keras dipagi hari.
Gadis dengan Hoodie putih dan celana hitam panjang tertidur disamping bangku yang Aldo duduki. Aldo sesekali membagi pandangannya dengan jalan raya juga gadis disampingnya.
Seragam pilotnya sudah kembali ia gunakan. Hari ini Aldo harus kembali berpisah dengan Rinai.
"Udah sampai." Aldo menepuk pelan pipi Rinai. Namun, gadis itu hanya bergerak sesaat sebelum kembali tertidur.
Aldo tersenyum simpul. "Kamu cantik banget sih." Aldo menyimpan sehelai rambut Rinai yang menutupi wajah gadis itu dibalik kupingnya. Melepas sletbeat dan menggendong gadis itu ala bridal style.
Pak satpam membukakan pintu rumah untuk Aldo kala melihat laki-laki itu mengendong Rinai keluar dari mobil.
"Neng Rinai, tidur Den?" Aldo tersenyum dan mengangguk sopan.
"Terima kasih, Pak." Aldo berjalan masuk saat pintu sudah terbuka lebar.
"Haduh Non Rinai." Bi Sumi melihat Rinai yang masih tertidur.
"Bi, kamar Rinai dimana?" Aldo bertanya pelan, supaya tak menganggu aktifitas tidur Rinai.
"Diatas Den. Pintu kedua yang ada dreamcatcher." Aldo mengangguk faham.
Bibi Sumi memperhatikan Aldo yang mengendong Rinai sangat hati-hati, laki-laki dengan tubuh tegap dan tinggi yang terbalut oleh seragam pilot itu sungguh cocok dengan Rinai. Bi Sumi sudah mengenal Rinai dan Aldo semenjak mereka masih kecil.
"Den Aldo, cocok dengan Non Rinai." gumam Bibi pelan meninggalkan ruang tamu menuju dapur. Tapi, tanpa Bibi sadari kalau Ayah Rinai mendengar gumaman milik Bi Sumi dan tersenyum.
Aldo menaruh Rinai diatas kasur hati-hati, ia menarik selimut sampai diatas dada gadis itu. Setelah melepaskan sepatu dan menaruh Sling bag diatas meja samping tempat tidur gadis itu.
Menulis sesuatu diatas note berwarna biru yang Aldo minta dari meja belajar Rinai. Menaruhnya diatas sekotak roti bakar rasa blueberry. Tanpa Aldo sadari gerak-gerik laki-laki itu, tak luput dari pandangan Rendra. Ia tersenyum simpul.
"Rinai masih tidur?" Aldo melihat kearah pintu dan menatap Rendra dengan tersenyum.
"Iya Ayah, masih jam tiga juga." Rendra melirik jam diatas nakas.
"Sarapan dulu. Kamu flight jam berapa?" Rendra dan Aldo menuruni tangga bersamaan.
"Jam lima Yah, tapi jam empat harus sudah disana." Rendra mengangguk-angguk mengerti.
"Bibi kangen katanya." Bi Sumi yang sedang menaruh beberapa hidangan makanan tertawa.
"Kangen toh, wong Den Aldo Iki lama nggak ketemu sama Non Rinai dan Bibi." Aldo tertawa pelan, mendengarkan penuturan Bibi Sumi kental dengan logat Jawanya.
"Aldo dibikinin apa nih Bi?" Rendra dan Aldo duduk di bangku masing-masing.
"Masakin kesukaan Den Aldo sama Tuan Rendra toh pastinya." Aldo kembali tertawa pelan.
Bibi Sumi menuangkan sayur dan lauk kepiring Aldo. "Den Aldo, udah jadi pilot sekarang ya? Duh Bibi bangga punya anak kaya Den Aldo dan Non Rinai."
"Saya juga bangga, Bi." Rendra menepuk bahu Aldo.
Aldo berpamitan pada Rendra kala keduanya sudah sampai didepan pintu. "Ayah, terima kasih untuk sarapannya." Aldo menyalimi tangan Rendra.
"Its okay, kamu harus sering main kalau lagi off terbang." Rendra menepuk bahu Aldo.
***
Rinai berjalan dikoridor dengan sekotak bluebarry ditangannya dan jangan lupakan note berwarna biru yang masih menempel diatas kotak.
"Duh, pagi-pagi dah bahagia aja. Gimana Quality Time bareng kakak pilot?" Yuira merangkul Rinai.
"Seru dong." Rinai tertawa membuat Yuira ikut tersenyum.
"Bahagia terus Rinai..." ucapan Yuira, disambut dengan pelukan.
Tanpa mereka sadari, sedari tadi gerak-gerik mereka berdua disaksikan oleh mata legam segelap malam dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.
Berpuluh-puluh kilometer dari tempat Rinai, Aldo masuk kedalam kokpit pesawat bersama Co-pilot sekaligus sahabatnya.
"Bahagia banget nih, Cap." Ia tertawa kala melihat Aldo tak hentinya tersenyum dan memperhatikan gelang kayu yang melingkar di lengannya.
"Saya sudah bertemu dengan seseorang yang saya sebut rumah." Alfi-- Co-pilot sekaligus sahabat Aldo tersenyum dan mengangguk mengerti. Ia sudah bersahabat dengan Aldo semenjak mereka masih menginjak bangku SMA hingga sekarang mereka sudah berhasil mewujudkan impian.
Suara dari ATC membuat mereka kembali fokus untuk mengecek tombol-tombol didepan mereka.
***
Yuira dan Rinai berjalan berlawanan arah dari siswa-siswi yang ingin menuju kantin.
"Kamu harus cobain ini." Rinai membuka kotak bekal berwarna putih transparan itu.
Yuira mengerutkan dahinya. Mengapa Rinai sampai seantusias itu? Memang rasanya beda ya dari roti bakar yang biasa Yuira pesan untuk gadis itu.
Sepertinya Rinai berbakat menjadi seorang peramal karena ia tau apa yang sedang difikirkan sahabatnya itu. "Ini beda, karena yang bikinnya orang spesial." Rinai tertawa pelan membuat Yuira mengangguk-anggukan kepala.
"Kak Aldo spesial banget ya buat lo?" Yuira mulai bertanya saat setengah roti bakar ditangannya sudah ia makan.
"Banget." Rinai menatap langit.
"Lo nggak punya perasaan apa-apa sama dia" Rinai menatap Yuira, detik berikutnya ia tertawa pelan.
"Mari kita menghabiskan bekal, sebelum jam istirahat selesai." Rinai kembai menyodorkan kotak bekal kearah Yuira, dengan senang hati gadis itu menerima. Meski hatinya berkata mungkin saja Rinai memiliki perasaan pada teman kecilnya itu.
***
Rinai menatap langit malam dari balkon. Netranya memperhatikan beberapa kendaraan yang masih berlalu-lalang meski jam sudah menunjukan pukul satu malam. Rinai memang suka sekali bangun malam atau malah insomnia, karena ia lebih menyukai jika langit dipeluk erat oleh gelap gulita membuat perasaanya lebih tenang. Ia memejamkan mata membiarkan angin malam mendekap tubuhnya yang diselimuti Hoodie merah, suara deru pesawat membuatnya kembali membuka mata. Lagi-lagi gadis itu tersenyum, memandang pesawat dengan lampu yang berkelap-kelip melewati, entah akan berhenti dimana. Netranya menangkap gelang kayu pemberian Aldo.
Gelang yang sama yang digunakan Aldo disana. Rinai membuka kamera handphonenya memfoto gelang dan tangannya dengan landscape langit malam, lalu mengunggah disosial media miliknya.
RinaiHujan_ : Take care, Cap. @AldoadityaM_
Rinai tersenyum menatap sepenggal kata-katanya.
Dibelahan bumi berbeda, Aldo menatap layar handphonenya dengan senyuman. Rinai selalu mampu membuatnya tersenyum.
"Cap, jangan baper, nanti kalau jatuh sakit." Alfi tertawa pelan menunjukan sebuah postingan yang mentag Captain nya itu.
"Saya nggak baper, cuman senang." Alfi kembali tertawa mendengarkan elakan sang Captain.
Aldo mungkin mampu menyembunyikan perasaannya pada Rinai, entah sampai kapan ia pun tak tahu. Atau bahkan semesta akan menentangnya, Aldo pun tetap tak tahu. Yang laki-laki itu kini fikirkan adalah semoga kelak Rinai dan dirinya bisa bersatu. Semoga.
••••