.
.
.
.
Say Hi for Aldo Dirgantara Pradipta gaess!
Rinai menatap pantulan dirinya dicermin. Hari ini adalah hari Kamis dan gadis itu tidak menggunakan seragam melainkan rok putih selutut dan sweater moccha, rambutnya ia ikat cepol.
Gadis itu berjalan keluar, kala melihat Amanda sudah sibuk dengan urusan didapur.
"Pagi, Ibu.." Rinai memeluk Amanda.
"Kamu gak kesekolah, Rinai? Rinai menggeleng dan mulai membantu Amanda mencuci beberapa sayuran.
"Ibu mau masak apa?" Rinai mengalihkan pembicaraan.
"Ibu mau masak sayur SOP sama tahu goreng aja." Rinai tersenyum.
"Astaga Ibu, itukan makanan kesukaan Rinai."
"Tentu saja kesukaan adik-adikmu." Rinai tertawa bersama dengan Amanda.
***
Rinai menatap adik-adiknya yang sedang lahap memakan dengan sesekali tersenyum. Makanan yang sudah ia suap dan masuk kedalam perutnya membuat gadis itu berenergi hari ini.
"Bu, Rinai izin ajak Wahyu ke mall ya, sekalian beli beberapa barang buat persiapan ulang tahun Tresya." Rinai keluar dari kamar dengan Sling bag.
"Iya, ini list barang, yang harus kamu beli." Rinai mengangguk sopan dan menerima uluran kertas dari tangan Amanda.
"Wahyu..." Amanda melambaikan tangannya kearah bocah laki-laki.
"Iya, Ibu." Wahyu menatap Amanda dan Rinai bergantian.
"Kakak Rinai mau ajak kamu pergi." perkataan Amanda mampu membuat anak laki-laki itu menatap Rinai berbinar.
Disinilah mereka berdua sekarang, memasuki mall dengan tangan yang saling bertautan. Wahyu tak henti-hentinya memandang kesekitar.
"Kak, kita mau kemana?" Wahyu menatap Rinai bingung.
"Kita belanja keperluan dulu, baru kita main dan beli barang-barang untuk Wahyu dan yang lain. Gimana? Setuju?" Rinai mengacak-acak rambut Wahyu pelan.
"Setuju...." Wahyu mengangguk antusias.
***
Rinai menatap Wahyu yang asik memakan burger didepannya. Rinai tersenyum senang melihat adik kesayangannya itu makan dengan lahap.
Setelah memberi keperluan yang sudah Amanda list, Rinai mengajak Wahyu memberi barang-barang juga untuk adik-adiknya yang lain, dan tentu saja kado untuk Tresya. Time zone menjadi tujuan mereka setelah memberi barang-barang.
Hingga jam sudah menunjukan pukul 10 siang mereka sudah duduk disalah satu food court.
***
Laki-laki turun dari dalam mobilnya, setelah memarkirkan Martin DB 11 miliknya dibassment mall.
Derap langkah tegapnya membawanya masuk kedalam mall. Banyak pasang mata yang menatap takjub laki-laki itu, bak pahatan patung ternama. Bahkan laki-laki itu jauh lebih sempurna. Seragam khas seorang Pilot melekat ditubuhnya yang memiliki bentuk atletis.
Langkahnya terhenti kala melihat gadis yang tersenyum manis didalam sebuah food court, menatap bocah laki-laki yang asik memakan burgernya. Ia ikut tersenyum, orang-orang yang tak sengaja menangkap laki-laki dengan wajah datar itu tersenyum sungguh sangat beruntung.
"Do you miss me?" suara serak dari belakang tubuh Rinai membuat gadis itu menatap kearah belakang.
Netrnya membulat sempurna kala melihat siapa yang berdiri didepannya dengan tangan yang menyilang didepan dada.
"Kak Aldo.." Rinai menyebutkan nama seseorang dengan nada bergetar. Laki-laki itu mengangguk dengan senyum yang begitu menawan.
Rinai menghambur kedalam pelukan laki-laki didepannya. Ternyata rasanya masih sama, hangat dan menenangkan. Beberapa pasang mata yang menatap kedua muda-mudi yang hanya terpaut usia dua tahun menghela nafas kecewa. Ternyata sang Captain sudah memiliki kekasih, begitulah pikir mereka.
"Kak Linai, ini kak Aldo?" Wahyu berdiri disamping Aldo dan Rinai yang masih betah dengan posisi mereka yang saling berpelukan.
Rinai menyudahi pelukannya dan tersenyum kearah Wahyu. "Iya, ini Captain kita. Kak Aldo."
"Selamat siang, Captain." Wahyu mendekati Aldo. Laki-laki itu berjongkok mencoba mensejajarkan tubuhnya dengan Wahyu.
"Hai jagoan, nama kamu siapa?" Aldo mengacak pelan rambut Wahyu.
"Wahyu kak." Aldo mengangguk dan tersenyum.
"Kak Linai celita semua tentang kakak, juga sama anak-anak panti yang lain." Wahyu menjelaskan dengan gaya cadelnya.
"Serius? Wah kakak terkenal juga ya." Aldo melirik Rinai dan terkekeh pelan.
"Udah selesai?" Aldo menatap Rinai yang berdiri disampingnya.
"Udah kak." laki-laki itu mengangguk mengerti.
"Maaf ya, kakak telat. Tadi pesawatnya delay." Rinai tersenyum dan mengangguk faham.
"Ibu yang nyuruh kakak kesini?" Aldo menggeleng.
"Ibu nggak nyuruh, kakak yang mau. Karena udah kangen sama adik kesayangan kakak ini." Aldo mengacak-acak puncak Rinai pelan.
Rinai menghela nafas, kakaknya ini dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah, selalu mementingkan Rinai dari pada dirinya. Menerbangkan pesawat sudah cukup melelahkan untuk Aldo, ditambah Jakarta-Bandung. Aldo memang luar biasa.
***
"Aku hampir lupa kalau yang ada didepanku tadi kak Aldo." Rinai kembali berucap kala hanya ada keheningan yang tercipta didalam mobil. Wahyu sudah terlelap dalam gendongan Rinai. Jika diingat lagi, sempat banyak pasang mata yang menatap mereka seperti keluarga harmonis.
"Kamu seriusan lupa sama kakak?" Aldo bertanya dengan wajah yang setia menatap jalanan didepannya.
"Tentu saja, aku bercanda." Rinai tertawa pelan membuat Aldo mengacak-acak pelan rambut gadis itu.
"Bisa banget sih bercandanya."
Butuh waktu sampai lima belas menit hingga mereka sampai didepan panti asuhan.
"Ibu, kita pulang." Rinai mengendong Wahyu dan membawa satu kantung belanjaan. Sedangkan Aldo menenteng dua kantong belanjaan.
"Aldo..." Amanda menatap laki-laki tegap yang berdiri disamping Rinai.
"Ibu kangen." wanita berusia empat puluh tahun itu memeluk laki-laki yang lebih tinggi darinya.
"Ayo masuk." Amanda menyuruh Aldo duduk disofa, sedangkan Rinai menaruh Wahyu dikamar. Supaya bocah laki-laki itu bisa tidur dengan tenang.
"Gimana kabar kamu?"
"Alhamdulillah baik, Bu." Aldo tersenyum sopan.
"Anak Ibu yang satu ini memang hebat." Amanda menepuk bahu Aldo pelan.
"Ibu seneng banget ngeliat Rinai sama Aldo tinggal sementara dipanti, bahkan kalian cocok banget." Rinai tertawa pelan mendengarkan perkataan terakhir Amanda.
"Ayo, udah siap kan dibawa ke KUA?" Aldo menarik turunkan alisnya kearah Rinai.
"Kamu ini, lihat tuh adik kamu jadi ngerasa kalau kakak pilotnya aneh." mereka tertawa bersama.
Didalam ruangan yang memiliki kenangan, lembar awal dari kisah lama kembali terbuka, membuat atmosfer diruangan diisi oleh tawa yang membumbung tinggi. Diam-diam ada harap yang terselip dari hati wanita berusia empat puluh tahun itu, semoga dua anaknya ini saling melengkapi.
***
Rinai menata beberapa makanan diatas meja, semua persiapan sudah 95%. Langkah kaki seseorang membuat ia tetap hanyut dalam aktifitasnya tanpa mau mencari tau.
"Ada yang bisa kakak bantu?" Aldo berdiri disamping Rinai.
"Tinggal bakar barbeque sama sosis aja kak. Mereka suka banget soalnya." Rinai tersenyum melihat anak-anak panti yang masih asik bermain ditaman. Meski siang sudah hampir beranjak digantikan sore, mereka tetap setia bermain.
"Yaudah ayo, kamu udah selesai kan?" pertanyaan Aldo membuat Rinai kembali kealam sadarnya.
Gadis itu melihat kearah Aldo dan mengangguk. "ayo kak." mereka berdua berjalan menuju panggangan yang sudah disiapkan.
Rinai mulai membakar barbeque terlebih dahulu.
"Kamu kangen nggak sama masa-masa waktu kita kecil?" Aldo bertanya, mencoba memecahkan keheningan yang tercipta diantara keduanya.
"Kangen banget kak." Rinai mengangguk-anggukan kepala, meski netranya masih menatap pekerjaannya.
"Kalau ini, masih inget?" Rinai menaikan alisnya sebelah kala mendengar pertanyaan Aldo. Ia melihat kearah laki-laki itu. Sebuah jari menyentuh hidungnya dengan cairan kental berwarna hitam yang berhasil tertempel disana.
"Kakak." Rinai mencebikan bibirnya. Aldo tertawa dan mengacak-acak puncak rambut Rinai.
Amanda menatap dua insan yang saling melepas rindu mereka dengan membuka kotak memori, mencoba mengeluarkan kertas yang membuat mereka kembali bahagia karena teringat masa indah.
Kamera handphone terarah keobjek dimana Rinai dan Aldo berada. Membidik beberapa memori yang mampu membuat siapa saja yang menatap akan berucap. Cocok, begitu juga laki-laki yang baru saja menerima foto anaknya dengan laki-laki yang sudah sangat ia kenal.
••••