Awal perkenalan Thomas dan Kevin adalah karena mereka belajar di sekolah masak yang sama di Prancis. Keduanya makin dekat karena jadi teman serumah di flat yang mereka sewa bersama.
Tambahan, mereka juga sama-sama perantau di Negeri Eiffel itu. Thomas berasal dari Amerika, sementara Kevin adalah peranakan Tionghoa yang menetap di Singapura.
Sehabis lulus dari sekolah memasak, keduanya sempat menjadi chef di restoran fine dining milik guru mereka. Tapi pertengahan tahun lalu, Thomas memutuskan keluar dan menapaki jalannya sendiri.
Segalanya berjalan baik. Rencananya ia akan membuka restoran kecil di kota Manhattan, tempat asalnya. Namun rencana itu nampaknya harus terhambat untuk setidaknya beberapa bulan kedepan.
Ya, itu semua karena Kevin, teman seperdapurannya.
Waktu Kevin bilang ingin menikahi kekasihnya, tentu saja Thomas ikut senang. Tapi, karena pernikahannya itu, Kevin meminta Thomas dengan sangat untuk menggantikan posisi head chef yang harusnya Kevin jalani di restoran milik guru mereka.
Alasan lainnya adalah karena ibunya yang sakit ingin segera melihat putranya menikah. Kontrak yang sudah Kevin tandatangani sebelumnya pun terpaksa harus diingkari.
Sebagai ganti rugi, cowok berkulit putih itu mencari orang yang tepat untuk menggantikannya. Dalam hal ini, orang itu adalah Thomas.
Thomas mau menolak, tapi kasihan juga. Akhirnya dengan terpaksa ia menyetujui.
Tidak seperti biasanya, kali ini Thomas akan bertugas di tengah laut. Kenapa? Karena kali ini, guru mereka membuka restoran di atas kapal pesiar.
Cowok pirang itu sudah tiba di Singapura satu minggu sebelumnya. Selain untuk briefing, beradaptasi dengan suasana dapurnya, juga untuk mengecek bahan makanan. Kevin bahkan sampai mau repot-repot menyewakan kamar di hotel paling iconic di negaranya itu, khusus untuk Thomas.
Awalnya Thomas merasa itu terlalu berlebihan. Bahkan kamar paling mahal pun tidak setimpal dengan rencananya yang harus tertunda. Tapi lalu di malam ketiganya di Negeri Singa, Thomas melihat Sera.
Malam itu ia sedang makan malam bersama Kevin dan tunangannya Vic. Sera sedang berjalan menyusuri deretan restoran dan bar ketika Thomas melihatnnya melalui jendela kaca restoran. Sera tampak menonjol di bawah lampu temaram dengan pakaiannya yang serba putih.
Makin mencuri perhatian saat ia menimbulkan suara akibat decitan kursi yang ia tabrak, entah sengaja atau tidak. Thomas bahkan tidak bisa menahan senyum gelinya ketika Sera menubruk tiang yang jelas-jelas ada di depannya.
Bagaimana ada perempuan yang semenawan dan seceroboh itu?
Didukung rasa penasaran, Thomas beranjak ke luar menyusul gadis itu. Sayangnya, ia langsung kehilangan sosok Sera. Cowok tinggi itu sempat putus asa, namun perhatiannya kembali tersita. Kali ini karena kerumunan orang yang mengelilingi kolam air panas, mengundang kakinya untuk mendekat.
Seperti mendapat jackpot, Thomas kembali menyeringai. Itu gadis yang menubruk tiang tadi. Ia terlihat kewalahan menarik temannya ke luar hot tub. Lalu tanpa pertimbangan, Thomas langsung membantu. Membiarkan baju dan celananya kuyup.
Walau hanya sekilas, tapi Thomas sudah senang berbincang dengan Sera. Sayang, tawarannya untuk mengantar mereka sampai kamar ditolak. Tapi, siapa sangka jika 2 hari seterusnya, mereka bertemu terus.
Thomas pikir, keberuntungannya untuk bertemu Sera habis saat malam terakhir ia menginap di Singapura. Ia pikir ia berhalusinasi saat melihat gadis bersurai hitam sebahu itu ada di salah satu dek kapal. Sedang menelepon dengan raut jengkel, tapi imut bagi Thomas.
Thomas berjalan mendekat, berusaha memastikan kalau ia tidak keliru. Bersamaan dengan itu, Sera menutup sambungan teleponnya dan berbalik. Pandangan keduanya bertemu, menampakkan ekspresi yang sama-sama terkejut.
"Mr. Thomas?"
"Ms. Serafina?"
* * *
Ini hari terakhir The SeNaRa di Singapura. Pagi hari mereka isi dengan kulineran. Singapura memang punya beberapa pusat jajanan yang menjual berbagai menu. Biasanya tempat-tempat seperti ini menawarkan hidangan kombinasi ala Tiongkok, India juga Melayu, dengan harga terjangkau.
Entah sudah berapa macam makanan dan minuman yang mereka coba. Satu orang menjaga meja, dua lainnya melangkah ke warung makan yang berbeda, memesan 1 porsi, lalu mencicipinya bersama. Lalu gantian, yang menjaga meja yang memesan.
Begitu terus sampai ketiganya kekenyangan.
"Gile, begah banget gue!" kata Sera.
"Naik deh timbangan gue," Aruna berkata sambil memegang pipinya.
Yora yang sedang touch up make up-nya mengangguk, menyetujui Aruna. "Gue juga. Makan berminyak gini, besok jerawataan gak ya?"
"Sudahlah, kawan-kawan. Kalo lagi makan tuh dinikmatin aja. Turunin berat badan bisa besok-besok," ujar Sera.
"Enak ya, kalo udah bawaannya kurus. Mau makan sebanyak apapun gak perlu khawatir," protes Aruna.
"Emji, Na. You'll still look pretty even if you're a hundred kilograms."
"Kalo gue?" tanya Yora.
"You're pretty if you are nice to me," jawab Sera dengan senyuman.
"B*tch."
* * *
Puas kulineran, tiga serangkai itu lanjut mengunjungi Mustafa Center. Tempat belanja yang terkenal murah ini memang biasanya jadi favorit orang Indonsia untuk belanja.
Tiga serangkai itu sendiri mengunjungi Mustafa untuk membeli snacks. Berhubung seminggu kedepan mereka akan berada di lautan lepas, maka tidak ada salahnya untuk menyetok bekal.
Tidak lama waktu yang mereka habiskan di Mustafa. Setelah memenuhi kantong belanja berukuran sedang, ketiganya kembali ke hotel untuk packing.
Menjelang sore, Aruna dan duo RaRa sudah berada di dermaga. Proses check in untuk kapal pesiar cukup lama karena harus mengantri panjang. Tapi waktu yang dihabiskan untuk menunggu itu langsung terbayar ketika mereka sampai di kamar.
Hadiah lain dari Sonya, ternyata wanita paruh baya itu diam-diam mengupgrade kamar mereka. Yang tadinya kamar biasa berukuran pas-pasan, sekarang tiga sekawan itu jutru menempati kamar tipe suite lainnya.
Ditambah lagi, mereka punya balkon sendiri yang mengarah langsung ke laut lepas. Sungguh, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan.
Sebagai sambutan selamat datang, para penumpang kapal diajak makan malam bersama dan dilanjut dengan pertunjukkan yang diadakan di beberapa area kapal. Sayangnya The SeNaRa sepertinya terlalu lelah untuk bersenang-senang malam ini.
Mereka bertiga bahkan sudah terlelap sebelum jam menunjuk pukul 10 malam. Sesuatu yang jarang terjadi, terutama pada Aruna.
Dering ponsel Sera yang alarm pagi Aruna. Saat dilihat nama Sean yang muncul, Aruna lalu membangunkan Sera.
"Bangun, nih kak Sean nelpon."
"Biarin aja, gak penting."
"Ini udah miscall 3 kali. Penting kali, Se."
Dengan terpaksa Sera bangun. Begitu diangkat, suaranya putus-putus. Jadi, sambil separuh mengeluh, Sera ke luar kamar. Berjalan menuju dek depan yang wifinya kencang.
"Apa deh, nelpon pagi-pagi. Ganggu orang tidur tau gak?!"
"Yeu, di sini mah malem," jawab Sean di telepon.
Sera memutar bola matanya, malas. "Ya lo di mana, gue di mana."
"Gue di UK, lo di mana?"
"Gak tau."
"Serius, lo di mana?"
"Di tengah laut. Gak tau ini perairan negara mana."
"Oh, lo lagi naik kapal pesiar ya?"
"Enggak. Aku lagi menyelam bersama mermaid, menyusuri samudra," jawab Sera dengan nada ceria, yang jelas dibuat-buat.
"Oh, jadi selama ini adikku anak buahnya Aquaman?"
Memang jadi adiknya Sean Tiono harus banyak sabar, pikir Sera. "Seriously, kak. Why did you call me? Don't ruin my lovely morning with your 'bacot'."
"Gak ngapa-ngapain sih. Cuma mau mastiin kalo lo masih hidup. Mama told me to check on you."
"REALLY?! Gitu doang?"
"Her wish is my command. Therefore, gue harus memastikan kalo anak jeleknya Mama masih bernyawa sampai sekarang."
"JEEZ, lo miscall banyak banget sampe bangunin Aruna, tau!"
"Oops, sorry Aruna cuz my little sis ddn't pick up the phone right away."
"CK, NOW YOU KNOW THAT I'M ALIVE. CAN I HUNG UP NOW?"
"Sure."
"Gak faedah banget, lo! BYE."
Sera langsung menutup sambungannya dengan sepihak. Kesel banget pagi-pagi sudah diuji kesabarannya.
Niatnya Sera, ia ingin kembali ke kamar. Melanjutkan tidurnya sampai setidaknya pukul 8. Tapi saat berbalik, ia justru dikagetkan dengan sosok yang familiar akhir-akhir ini.
"Mr. Thomas?"
"Ms. Serafina?"