Ada apa dengan semesta, pikir Sera. Kok bisa-bisanya dia ketemu lagi sama Thomas, si chef bule. Apa dunia memang sesempit itu?
Sera memiringkan kepalanya, benar-benar speechless. "Hi?"
"What a fate!" seru Thomas.
Fate ya …. Sera memilih untuk tdak ambil pusing. Hanya tertawa menanggapi Thomas. Mereka sempat berbincang sebentar. Dari situ, Sera tau kalau alasan Thomas ke Singapura adalah untuk menggantikan Kevin menjadi juru masak di salah satu restoran yang ada di kapal pesiar itu.
"Mm, about the promise I said …"
Sera mengangkat alisnya. "Promise?"
"Do you mind a midnight dinner?"
Mungkinkah Thomas sedang membahas soal percakapan mereka di Sevel tempo hari? "Ohhh, never mind! I'm just kidding."
"No, I meant it though. If I invited you tonight, would you come?"
Beneran deh, Sera cuma bercanda soal tawaran dimasakin chef professional waktu itu. Lagi pula, siapa sangka mereka benar-benar bertemu lagi.
"But, …" Sera gak enak banget mau nolak. Tapi, ia juga gak enak kalau harus ngerepotin.
"It would be my pleasure if you said yes," imbuh Thomas.
Melihat ekspresi Thomas yang sepertinya akan sangat kecewa bila ia menolak, jadilah Sera mengangguk setuju. "But, mmm …. What about my two other friends?"
Sera jadi merasa ngelunjak sekarang. Ya, tapi mau bagaimana lagi. Gitu-gitu kan Sera setia kawan. Masa ia makan enak sementara 2 temannya hanya bisa jilatin micin di bungkus ciki?
"Ask them to join!" jawab Thomas.
Sera lega dengan jawaban itu. Ia mengangguk paham. Sebelum Sera berbalik pergi, Thomas kembali bersuara.
"Come at 10 pm. It's called le Goût de la Lune. Le G-O-U-T de la L-U-N-E."
Entah kenapa, Sera merasa nama restoran itu konyol. Le Goût de la Lune secara harafiah berarti 'rasa bulan'. Gadis bersurai hitam itu tergelak, membuat bule di hadapannya bingung.
"Got it. Le Goût de la Lune, 10 pm. See you later, I guess?"
"Yeah, see you later."
* * *
Sera disambut dengan Yora dan Aruna yang sedang duduk bersila di lantai saat ia kembali ke kamar. Diiringi dengan musik instrumental yang berasal dari iPad yang ada di depan mereka, keduanya tampak berkonsentrasi dan mengatur napas.
"Waduh, lagi ap-"
"Shuusshh." Belum sempat Sera menyelesaikan pertanyaannya, Yora sudah duluan memotong dengan mata terpejam.
Aruna sedikit membuka matanya, "Kalo gak mau gabung, gak usah ganggu."
Sera memperhatikan kondisi kamar. Berkat maminya Yora yang mau berbaik hati mengupgrade kamar mereka, 3 sekawan itu jadi punya 'ruang tamu' sendiri. Yah, meskipun sebesar-besarnya kamar di kapal pesiar tidak akan senyaman hotel di daratan.
Meja dan sofa yang ada di ruang tamu disingkirkan, membuat ruangan jadi cukup lega untuk dijadikan tempat yoga dadakan Yora dan Aruna. Sera sendiri gak tertarik bergabung. Ia lebih memilih menghempaskan tubuh ke tempat tidur sembari bermain ponsel.
Satu pesan masuk. Itu dari Mira. Setelah resign dari perusahaan beberapa bulan lalu, Sera memang masih tetap berkomunikasi dengan mantan tetangga bilik kerjanya itu. Kebanyakan bahasan Mira adalah tentang betapa ia rindu bekerja dengan Sera.
Oh, iya. Ngomong-ngomong soal itu, gosip yang Bu Dewi utarakan saat acara perpisahan Sera dulu ternyata memang benar. Anaknya Pak Darwin yang jadi penggantinya.
Benar-benar ya, Yang Mulia Darwin, si kodok beracun. Dua tahun Sera bekerja, dua tahun juga kupingnya panas dibilang masuk karena koneksi bukannya kompeten. Ew.
Habis membalas pesan Mira, Sera lalu mandi. Habisnya, gak tau mau ngapain juga. Yora sama Aruna masih asik meditasi.
Sama seperti kebanyakan orang, Sera juga suka menggelar konser tunggal di kamar mandi. Ia menyetel spotifynya dengan mode shuffle sebelum menyalakan shower.
Lagu Bohemian Rhapsody milik Queen yang terputar. Intro acapellanya langsung membuat Sera menghayati sepenuh hati. Tangan yang awalnya ia satukan ala penyanyi sopran lalu berganti seakan sedang menekan tuts piano dilanjut dengan memukul drum, mengikuti alunan lagu.
Karena kamar mandi bersebelahan dengan ruang tamu, jelas nyanyian Sera yang membahana terdengar jelas oleh Yora dan Aruna. Sera lagi asik mandi di bawah guyuran shower waktu Yora membuka pintu kamar mandi dengan emosi.
Suara musik yang tadinya samar-samar langsung terdengar jelas begitu Yora membuka pintu. "GANDENG, B*NGKE! SUARA LO GANGGU T*I!"
Bukannya menanggapi, Sera malah lanjut bernyanyi sambil menunjuk Yora dari dalam walking shower.
"HE'S JUST A POOR BOY FROM A POOR FAMILY."
"I'm wealth," sanggah Yora.
"Easy come, easy go, will you let me go."
Sera terus bernyanyi sementara Yora masih bertahan di ambang pintu. "Se."
"LET HIM GO!"
"Se …"
"LET HIM GO!"
"Ser-"
"LET ME GO."
"NO, YOU LET ME HAVE THE PEACE!"
"NO NO NO NO NO."
Yora memijat tulang hidungnya. Entah kenapa liriknya bisa pas begini.
"MAMA MIAAA. MAMA MIA LET HIM GO. BEELZEBUB HAS A DEVIL PUT ASIDE FOR ME, FOR ME, FOR MEEE."
Aruna terkikik geli menonton drama duo RaRa dan melihat Yora yang tampak stress di pintu kamar mandi.
"B*TCH, YOU are the devil." Yora kembali menutup pintu, tau usahanya akan sia-sia. Gadis itu memilih membuat kopi. "Bisa pendek umur gue ngeladenin si setan."
Aruna yang sedari tadi duduk menonton itu tiba-tiba teringat sesuatu. Tiga hari lagi kan ulang tahunnya Yora. Mungkin ia bisa menyiapkan kejutan kecil yang sederhana bersama Sera.
* * *
Hal pertama yang mereka coba setelah sarapan hari ini adalah wall climbing. Sera dan Aruna dengan fokus mendengarkan arahan dari petugas yang berjaga sementara Yora cuma memandang kosong dinding tinggi di depannya.
"There's no way I will climb this wall," tutur Yora sesaat setelah petugas tadi memberikan arahan.
"Ini kan pake tali, Ra. Aman lah, lo gak bakal jatoh," ujar Sera.
"Iya ih, coba dulu," sambung Aruna.
Sebenarnya Yora juga penasaran sih. Tapi namanya juga takut, susah untuk dilawan.
"If you fall …"
"If I fall?" tanya Yora pada Sera.
"The mattress will be there." Sera nyengir kuda, membuat Yora tidak tahan untuk tidak memukulnya.
Tapi, pada akhirnya Yora mencoba memanjat juga. Walaupun di ketinggian sekitar 1 meter, Yora sudah meronta panik. "Woi, gila. Tinggi banget ini!"
"KEEP GOING!" seru Sera dari bawah.
"KEEP GOING PALA LU BOTAK? GUE MAU TURUN!"
"JANGAN! JANGAN TURUN. DI BAWAH ADA HIU, NANTI LO DIMAKAN."
"Emangnya dia bocah apa, Se?" tanya Aruna.
"Ya, namanya juga usaha, Na."
"INI GUE MAU TURUN GIMANA NIH? MAMIII. AKU MAU PULANG."
Aruna dan Sera gak mau terlihat jadi teman yang jahat, tapi melihat bagaimana Yora kalap di dinding penuh batu itu benar-benar lucu.
"Yaudah turun aja," kata Aruna.
"TURUN AJA GIMANA?! BAHAYA TAU."
"Cuy, lo gak manjat setinggi itu. Malu tuh ama bocil," kata Sera seraya menunjuk anak kecil yang sepertinya masih SD dan baru memajat melewati Yora.
Yora yang mendongak dan melihat anak kecil tadi lalu cemberut. "Terus ini gue turunnya gimana?"
"Ya lepas aja tangan lo. Lo pake tali, jatohnya gak akan ngegubrak," jelas Sera.
Pada akhirnya Yora berhasil turun dengan selamat. Gadis beramut sebahu itu sempat terkapar lemas di atas matras sebelum tubuhnya kembali bisa difungsikan dengan baik.
"Are you okay?" tanya Aruna membuat Yora mendelik.
"Gak usah sok perhatian deh. Tadi ngtawain gue. Sahabat macam apa tuh?"
Gentian sekarang Aruna yang cemberut. Untung Sera bisa cepat menuturkan kalimat pembelaan.
"Justru karna kita sahabat lo. Orang lain bakal bantuin lo pas lo sial, tapi sahabat bakal jadi yang pertama ngetawain lo."
"Lama-lama gue resign jadi temen lo," tutur Yora, membuat ketiganya tertawa.
* * *
Habis wall climbing, tiga sekawan itu lanjut mencoba hal menarik lain. Kapal pesiar itu memang menyediakan banyak wahana seru untuk memanjakan para pengunjung.
Yora sendiri masih shock pasca memanjat tebing, jadi ia mau melakukan hal yang santai. Bermain mini golf misalnya.
"Jadi gimana, lo udah follback mas Iyo belom?" tanya Yora setelah memukul bola dengan tongkatnya.
"Udah," jawab Aruna.
"Gak marah kan cowok lo?"
"Mungkin lebih tepatnya dia gak tau," tutur Aruna sekaligus berhasil memasukkan bola ke lubang.
"Lo sendiri jadi gak sih deketin Adelio?" tanya Sera.
Yora berdecak dahulu karena gagal memasukkan bola baru lanjut menjawab, "Tau deh. Sibuk banget kayaknya doi. Gue chat jawabnya sehari sekali."
"Dapet nomornya lo?"
"Engga. Dm IG."
"Ngomongin apa aja?" tanya Aruna kepo.
"Paling balesin story-nya," imbuh Sera.
"Macem-macem lah," sanggah Yora. "Ngajak makan bareng gitu misalnya."
"Lo-nya aja balik Indo paling cepet tahun depan. Ngajak makan gimana?" kata Aruna.
"Ya namanya juga basa-basi, Na."
Obrolan itu jadi mengingatkkan Sera akan Thomas. "Oh iya, hampir lupa. Tau gak sih, si Thomas yang kita ketemu di hotel kemaren? Dia chef."
"Ohhh. Terus?" tanya Aruna.
"And he's here."
"HAH? Di mana?" tanya Yora sambil celingak celinguk.
"Dia jadi chef di salah satu restoran di sini. Well, harusnya itu tugas temennya sih, si Kevin. Tapi karena satu dan lain hal, dia yang gantiin."
"Emang lo ketemu di mana dah?" tanya Yora.
"Tadi pagi, pas kak Sean nelpon. Gak sengaja ketemu di situ," jawab Sera seraya tangannya menunjuk dek kapal yang berada tepat di atas kolam renang.
"Oh, pantesan lama. Pacaran dulu ternyata," ledek Yora.
"Bukan pacaran. Ngobrol," ralat Sera. "He invited us to the restaurant he worked. A late dinner, he said."
"Lo yakin dia gak ngajak lo doang?" tanya Yora.
"Kenapa juga dia cuma ngajak gue doang?"
"Because he likes you, maybe?" kata Yora. Iya kembali memukul bola dan kali ini tepat sasaran.
"I know I'm charming, but I don't think he likes me," kata Sera dengan percaya diri, membuat kedua temannya memutar bola mata.
"Tapi beneran deh, kok bisa-bisanya kita satu kapal sama dia?" kata Aruna. "Kayak, di Singapur kita udah beberapa kali ketemu. Sekarang ketemu lagi."
"What a fate."
Sera yang tadinya mau memukul bola, batal mendengar penuturan Yora. "Kayaknya lo deh yang jodoh sama Thomas. He said the exact sentence this morning."
"Dang, I think he really likes you," ucap Yora. "Don't you realize? He's flirting!"
Sera mengangkat sebelah alisnya. "Plis deh, gak usah lebay. He's just say it for fun."
"Kalo dia beneran suka sama lo gimana, Se?" tanya Aruna.
"He's not."
"Gak seru lo, Se," ujar Yora.
"Bodo."