Sera sedang mengedarkan pandangan takjub. Tiga kali ia ke Singapura, tidak pernah terbayang ia akan menginap di Marina Bay Sands, salah satu hotel paling terkenal yang ada di jantung kota Singapura.
"Gue pikir hotelnya yang biasa aja. Gue lupa yang mesen tante Sonya," tutur Sera ketika mereka sudah memasuki lift.
Mood Yora masih belum sepenuhnya kembali pasca di-video call sama Romeo. Cowok itu sukses membuat selera makan Yora hilang tadi.
Walaupun abis juga sih itu laksa semangkuk. Sayang katanya.
Gadis itu langsung merebahkan diri di kasur begitu mereka tiba di kamar hotel sementara dua temannya mengagumi kamar hotel tersebut.
Marina Bay Sands adalah sebuah hotel yang terdiri dari 3 tower dan menjadi salah satu icon Singapura. Bagian rooftop ketiga tower itu disatukan dan bentuknya menyerupai deck kapal.
Kamar yang mereka tempati berada di lantai 25 tower 3. Mereka bisa melihat pemandangan negeri Singa ini secara luas dari kaca ruangan tipe suite itu.
Ponsel Aruna kembali bordering. Kali ini dari Sonya. Aruna lalu mengajak Sera melompat ke tempat tidur di mana Yora berada.
"HALO TANTE! KITA UDAH DI HOTEL!"
Teriakan Aruna dan Sera tentu saja mengagetkan Yora. Gadis yang tadinya sudah pulas itu tengah terhimpit di atas tempat tidur seraya menghela napas sabar. Ponsel yang Aruna pegang tepat di depan wajahnya itu menampilkan Sonya yang tengah tersenyum.
"Hai, Mi. Kita udah di hotel."
"MAMI, HOTELNYA KEREN BANGET! MAKASIH YA HUHUHU…"
Seruan norak dari Sera membuat Yora menendang kaki gadis berkacamata itu. "Biasa aja, gak usah norak."
Sera menjulurkan lidah sebagai balasan.
"Landing dari jam berapa?" tanya Sonya dari seberang sana. "Liora kok HPnya Mami telpon gak aktif?"
"Nyampe tadi setengah dua belasan sini kali. HP aku masih airplane mode kayaknya."
"Oh, gitu. Udah pada makan belom? Udah jalan kemana aja? Apa mau istirahat dulu?"
"Tadi mampir makan laksa di Katong dulu, tante. Sekarang mah kayaknya kita istirahat dulu ya?" jawab Aruna sambil melirik duo RaRa yang mengangguk setuju.
"Oh, oke deh. Oh iya, hampir lupa. Tante udah reservasi dinner buat kalian malam ini. Di restoran yang di rooftop itu tuh, Tante lupa namanya. Kalian liat sendiri aja invitationnya. Harusnya ada di meja."
Ucapan Sonya tentu saja membuat mereka terkejut, tidak terkecuali Yora. Sera langsung bangkit dan mengambil kartu yang terlipat di atas meja ruang tamu suite tersebut. Saat dibuka, benar saja, ada nama ketiganya.
Dear
Ms. Aruna G. Janaya
Ms. Liora Hanarta
Ms. Serafina G. Tiono
You're invited to a special dinner.
Sera lalu menunjukkan invitation itu, membuat dua temannya ikut terpukau.
"Jangan lupa dress up ya. Sekali-sekali kalian tampil fancy gitu."
Sonya memang bisa dibilang ibu-ibu sosialita yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Maka tidak heran jika gayanya tidak kalah dengan remaja zaman now.
"Oke, tante. Siap!"
* * *
Malamnya, tiga serangkai itu datang ke lantai paling atas hotel. Sesuai kesepakatan, mereka berdandan dan bertransformasi jadi gadis anggun malam ini.
Sebenarnya bukan keseharian mereka bar-bar, hanya jarang saja menghadiri suatu acara yang formal bersama-sama. Apalagi dengan gaya glamor ala sultan begini.
Yora tampil elegan dengan silk dress hitam yang belahan kakinya sampai paha. Rambut panjangnya ia gulung menjadi messy bun.
Selaras dengan Yora, Aruna juga tampil serba gelap mengenakan outfit jumpsuit yang atasannya model kemben. Berkat bantuan Sera, rambutnya terkepang rapih dengan model dutch braid sekarang.
Sera sendiri memilih dress selutut bertali spaghetti warna putih gading yang punggungnya terbuka. Beda dengan Yora dan Aruna yang menggunakan heels, Sera memilih mengenakan sneakers putih. Rambut sebahunya juga hanya ia gerai dan dijepit kanan kiri agar lebih rapih.
Kalau kalian bertanya kenapa tiga orang yang niat melancong ini membawa pakaian yang identik dengan pesta seperti ini, jawabannya adalah karena Yora ingin mendapat foto yang tidak hanya estetik backgroundnya, tapi juga pakaiannya.
Yora sudah bertekat menikmati liburan ini dengan 'proper'. Biar aslinya mereka bersusah-susah, yang penting foto yang dihasilkan memuaskan. Untuk Liora Hanarta, asas pencitraan berada di atas segalanya.
"Kita kayak othello. Item-putih-item," tutur Sera sembari melihat pantulan diri mereka di pintu lift.
"Mungkin efek lo gak pake kacamata kali, Se," kata Aruna.
Iya, Sera memutuskan untuk tidak pakai kacamata karena akan membuat penampilannya yang sudah cetar ini menjadi aneh. Sebetulnya, tanpa kacamata gadis yang pengelihatannya minus 3 itu nyaris tidak bisa membedakan mana manusia, mana benda mati.
"Pake softlens aja, kenapa?" tanya Yora yang sibuk memoles bibirnya dengan lipstick merah.
"Gak mau ih. Takut."
"Pake softlens takut. Ngelawan orangtua gak ada takut-takutnya lo."
"Gue senggol, melenceng tuh gincu."
Yora lalu menutup tempat lipstick yang disertai kaca itu. "Udah beres, wle."
Ting.
Denting tersebut diikuti dengan pintu lift yang terbuka. Suasana ramai dan suara musik menyambut begitu mereka melangkah keluar. Rooftop begitu hidup dengan banyaknya orang yang berlalu lalang. Dari yang berpakaian formal, casual, sampai yang berbikini dan bertelanjang dada jadi satu di tempat ini. Itu karena selain resto dan bar, di rooftop setinggi 55 lantai ini juga terdapat kolam renang yang terkenal dengan infinity edge pool-nya.
Restoran yang Sonya pesan tempatnya adalah restoran Italia. Kesan mahal bisa langsung ketiganya rasakan saat Yora memberi kartu invitation yang mereka dapat ke pramusaji yang menyambut.
Setelah ketiga duduk di tempat yang ditunjukkan pramusaji tadi, hal yang selanjutnya mereka tentu saja menjalankan ritual anak zaman now; foto-foto dan upload story instagram. Yora juga sempat meminta salah seorang pramusaji untuk mengambil potret mereka bertiga.
Makan malam itu berjalan meriah. Karna selain mereka isi dengan komentar tentang betapa sedapnya menu malam tersebut, rooftop juga dimeriahkan musik dari live band yang tampil di luar resto.
Tentu saja tidak lengkap bagi tiga serangkai itu jika kesenangan malam ini tidak ditemani dengan segelas anggur. Mereka bersulang dengan raut sumringah. Yora bahkan spontan mengucap janji layaknya kaum muda yang mengucap Sumpah Pemuda.
"Gue, Liora Cantik Jumawa Hanarta berjanji, bakal menikmati liburan ini dengan sepenuhnya. No regrets!"
"Na, yeppeugo gwiyoeun Serafina Tiono-ga yagsog, gonna enjoy this holiday to the fullest!"
"What ever." Aruna tidak tau harus bilang apa. Ngikut aja.
"No! Janji dulu. Kita bakal menikmati liburan ini dengan baik, terutama lo!" tunjuk Yora pada Aruna. "Lepas semua beban pikiran lo, at least for this one year break. Enjoy, as if it's your last."
"Majimak chorom, ma-ma-majimak chorom." Iya, itu Sera yang nyanyi.
"Gak usah nyanyi."
"Cocok, Ra. Majimak chorom-" Sera lanjut bernyanyi, baru berhenti saat Aruna setuju.
"Oke. No works, no clients, no overthinking."
"Just the 3 of us, against the world," tutur Yora sambil mengangkat gelasnya.
"CHEERS!"
* * *
Acara mimi-mimi manja itu sesungguhnya tidak terencana, apalagi sampai bikin mabuk. Ketiganya hanya menikmati waktu santai sampai akhirnya Sera pamit ke kamar mandi. Toilet yang penuh membuat Sera harus terjebak selama beberapa waktu di sana.
Sambil menunggu, Aruna membalas chat Keano. Sepenuhnya lupa dengan eksistensi Yora yang sebenarnya mulai tipsy. Mungkin karena efek alkohol, Yora mulai merasa gerah. Walaupun teknisnya, gadis itu mengenakan pakaian yang terbuka.
"Gerah gak sih? Gue mau ngadem nih."
Aruna tidak bereaksi. Hanya sebuah deheman tapi matanya masih fokus di ponsel. Merasa dikacangin, Yora cemberut. Gadis yang mengenakan silk dress hitam itu mengedarkan pandangan ke sekitar lalu memutuskan beranjak dari duduknya.
Yora berjalan dengan langkah gontai. Sungguh, angin malam belum cukup menyegarkannya. Dari tempatnya berdiri, Yora melihat sekumpulan orang yang berendam dalam tub. Sepertinya enak mandi saat badan sedang gerah begini, pikirnya.
Tidak, gadis dengan messy bun itu tidak sedang berhalusinasi. Di situ memang ada hot tub. Yora berjalan mendekat, melepas high heels hitamnya, lalu begitu saja ikut berendam.
* * *
Sera baru kembali dari toilet 10 menit kemudian. Ia terpaksa menumpang di pool bathroom yang berada di luar restoran karena toilet restoran hanya 2 dan mengantri.
Pencahayaan di rooftop relatif remang-remang, mungkin untuk menjaga mood agar tetap elegan dan santai. Tapi karena suasana yang gelap ini, Sera jadi sulit melihat. Terdengar berlebihan tapi memang itu yang Sera rasakan.
Ia sampai menyenggol kursi yang ada di pelataran restoran. Sudah suasana gelap, kursinya wana hitam. Kan jadinya tak kasatmata bagi Sera. Gadis itu lalu bergeser sedikit, niatnya mau menghindari kursi lainnya. Tapi naas, ia malah menubruk tiang penyangga, yang lagi-lagi berwarna gelap.
"Sheesh. What's your problem, tiang?!"
Tidak mau berlama-lama di situ, takutnya diketawain orang, Sera lanjut jalan. Tapi kembali berhenti karena merasa terpanggil.
"SERA! SERAFIN MY FRIEND!"
Gadis berpakaian serba putih itu celingak-celinguk lalu menyipitkan mata saat ia melihat sesuatu yang sepertinya sedang melambai dari dalam hot tub. Bukannya menghampiri, Sera justru berjalan masuk ke restoran lagi.
"Na," Sera menepuk bahu Aruna.
Aruna menengok, mendapati Sera yang tengah berekspresi horror. "Kenapa?"
"Tadi kayaknya ada yang manggil gue."
"Siapa? Gak lo samperin?"
"Gue kan gak pake kacamata, mana keliatan. Lagian malu kan kalo ternyata bukan gue yang dipanggil," jelas Sera seraya duduk di sebelah Aruna. "'Si Liora kemana?"
"Keluar, cari angin. Apa yang manggil lo tadi Yora?"
"Gak mungkin. Orang yang dadah-dadah tadi lagi berendem di whirpool."
Perkataan Sera membuat ia bertukar pandang dengan Aruna. Sera makin kikuk saat Aruna tiba-tiba tertawa.
"Hahaha. Gak mungkin kan…"
Keduanya bergegas bangkit menuju hot tub yang dimaksud. Benar saja dugaan mereka. Yora sedang menikmati kolam air hangat tanpa peduli tatapan aneh di sekitarnya.
"Oh God…"
"Beneran, Na?!"
"YA LO LIAT AJA!" seru Aruna sambil berjalan mendekat diikuti Sera yang ngedumel di sisinya.
"Mata gue kan cuma 144p. Mana keliatan."
Aruna melirik sinis. Bahkan disaat begini, Sera masih bisa membuatnya jengkel. Ia lalu mendekat ke pinggiran hot tub tersebut, mencoba menarik sahabatnya keluar. "Ra, buruan naik. Lo mabok."
Aruna jadi frustrasi sendiri. Yora enggan beranjak dari kolam air hangat tersebut. Masa ia harus menarik paksa temannya secara tidak beradab? Atau panggil security sekalian?
Gadis bersurai cokelat itu kembali melirik Sera yang sedari tadi hanya berdiri mengamati. "HEH, BANTUIN LAH."
"Gue baju putih gini, Na. Kalo kena aer, terpampang nyata semua yang ada di diri ini."
Tapi, pada akhirnya Sera maju juga. Gadis itu membungkuk ke kiri sahabatnya. Dengan tidak berperasaan, Sera menyipratkan air ke wajah Yora. "HOY, SADAR! Buru balik ke kamar."
"Eh, kalo mau perang air bilang-bilang dong."
Tanpa diduga, Yora justru membalas serangan Sera barusan. Perang air adalah istilah yang mereka gunakan saat main ciprat-cipratan dikala berenang waktu SD dulu.
Serangan Yora sukses membuat Sera naik pitam. Apakah ia sudah bilang kalau akan sangat berbahaya jika bajunya ikut basah? Tapi persetan dengan itu sekarang. Hal yang selanjutnya Sera lakukan adalah menarik Yora dengan paksa.
"YOU'RE DRUNK, BESTIE. GET THE HELL OUT NOW!"
Tindakan Sera tidak hanya membuat Aruna mati kutu menahan malu, tapi juga mengundang pengunjung lain ikut menonton. Untungnya ada beberapa orang baik yang mau membantu Sera mengangkat sahabatnya. Salah satunya ikut menuntun Yora ke arah lift.
Sera benar-benar tidak enak hati dengan cowok pirang yang entah datang dari mana itu. Pasalnya Yora terus saja menggoda cowok itu dengan gombalan super receh.
"Eh, siapa ya?" tanya Yora. Dengan tatapan yang tidak fokus, Yora kembali meracau. "Mas nya ganteng juga. Jadi pacar aku mau gak? Hihihi… Papa aku holkay loh. Wow!"
Sumpah, Sera malu banget. Untung Aruna yang sempat shock dengan kebar-baran temannya segera menyadarkan diri dan memungut sepatu Yora lalu menyusul tiga orang tadi.
"Thank you so much. I'll hold her now," tutur Aruna pada si cowok bule.
"No, no. This man, are you a time traveler? Cuz you look like a future to me. Aweee, so sweet!"
Kedua temannya mengacuhkan Yora, mencoba menahan diri untuk tidak menjedukan kepala gadis itu ke tembok batu.
Cowok tadi sempat ingin mengantar sampai kamar, tapi tawaran itu ditolak. Baik oleh Aruna, maupun Sera. Sudah cukup mereka membuat keributan, jangan sampai merepotkan lagi.
"It's okay. We're strong, and she can walk on her own." Nada manis Sera langsung berubah saat bertanya pada Yora. "Woy, bisa jalan kan lo?"
Yora yang tadinya menyender pada Sera langsung berdiri tegap walaupun matanya tertutup. "SIAP 86!"
Sera tersenyum kikuk pada si bule. "See? She's fine. Hehe…"
Melihat itu, pria asing yang mengenakan kemeja tersebut undur diri namun kembali lagi tidak lama kemudian. Kali ini dengan 3 handuk di tangan.
"Here's for you," katanya.
"Oh, yes…. Thank you… so much."
Sera sempat mengecek badannya. Untung air tidak sampai mengenai bagian depan bajunya. Hanya bagian di samping kiri yang jadi tempat Yora menyandar, yang cukup lepek.
Kalau Yora sih tidak perlu ditanya, ya. Bahkan rambutnya yang digulung juga sedikit basah. Aruna lalu menyampirkan handuk di bahu temannya yang mabuk itu sebelum akhirnya membantu Sera memapah Yora masuk ke dalam lift.
"When I said that we're gonna enjoy this holiday to the fullest, bukan berarti lo bisa mabok seenak lo ya, sat!" omel Sera saat mereka sudah di dalam lift.
"You know there's no point talking to a drunk people, right?" tanya Aruna.
Sera menghela napas kasar. "Abisnya, ada-ada aja nih orang."
Aruna dan Sera langsung menghempas Yora begitu saja ke sofa begitu sampai kamar. Mau dibaringkan di tempat tidur, tapi bajunya basah semua.
"Gimana nih, bajunya basah."
Mau bagaimana lagi. Tidak mungkin kan mereka membiarkan Yora tidur dengan pakaian basah begitu? "Yaudah lah, gantiin aja. Daripada besok dia sakit. Kita lagi yang repot, Na."
Maka dengan segala keribetan yang ada, Sera dan Aruna mengganti pakaian Yora yang basah. Belum lagi Yora yang setengah sadar malah melawan seakan ia sedang diperkosa.
"God damn it, Liora. Harusnya gue jorokin lo dari rooftop tadi."
Aruna dan Sera juga membersihkan diri setelah mengurus sahabat mereka. Membiarkan Yora tertidur di sofa ruang tengah suite sementara mereka rebahan di ranjang masing-masing.
Belum 24 jam mereka pergi, tapi sudah dibuat pusing dengan masalah begini. Entah hal apa lagi yang menunggu mereka setahun ke depan.