Siang ini kebetulan Yora lewat depan kantor Sera, jadi sekalian saja ia mengajak teman sehidup sematinya itu makan siang bersama. Kebetulan juga Yora punya kupon diskon makan di restoran Jepang.
Hal yang tidak terduga adalah duo 'RaRa' itu bertemu Aruna dan Keano saat mereka sedang di dalam lift. Sera yang sadar kalau ia baru saja melihat penampakan kenalannya, dengan dramatis mengulurkan tangannya di antara pintu lift yang nyaris tertutup.
"Tunggu!"
Tindakannya jelas mengundang kaget juga pandangan aneh dari tiga pengguna lift lain, tidak terkecuali Yora. Gadis itu jadi merasa seperti seorang ibu yang membawa anak berumur 5 tahun yang hiperaktif.
Dengan tidak enak hati, Yora meminta maaf pada dua orang lain sebelum menyusul Sera yang sudah duluan melenggang ke luar. Sesuatu yang sia-sia, karna sepertinya yang ingin disapa sedang tidak dalam suasana hati yang baik. Keduanya lalu lanjut ke restoran Jepang yang dimasud Yora setelah Keano juga Aruna pamit undur diri.
Saat sedang duduk menunggu pesanan datang, Yora tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh, di kantor lo ada yang nama belakangnya Yaminto ga?"
Sera berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng. "Kaya pernah denger. Tapi gak tau juga sih. Kenapa emang?"
"Enggak, kemaren gue ikut wawancara calon pegawai. Katanya sih bapaknya kerja di tempat lo."
"Oh. Terus keterima gak?"
"Masih pada diskusi sih. Tapi kayaknya enggak. Track recordnya kurang menarik."
Sera manggut-manggut saja, walau dalam hati ia merasa familiar dengan nama itu.
* * *
Hari ini, tiga sekawan 'The SeNaRa' kembali berkumpul. Kali ini rumah Yora yang ketempatan jadi lokasi kumpul-kumpul. Yang punya rumah masih mandi di atas sementara Sera dan Aruna menunggu di ruang keluarga.
Dari tadi Sera terus menatap Aruna dengan heran. Aruna sendiri sepertinya tidak sadar sedang jadi objek pengamatan sahabatnya.
Mood gadis bersurai coklat alami itu memang sedang tidak dalam kondisi prima selama beberapa hari terakhir. Itu terlihat jelas dari ekspresi wajah juga gerak geriknya yang seperti tidak bersemangat.
"Nanana, are you alright?"
Sera akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya, bersamaan dengan Yora yang duduk di sofa di belakangnya. Pertanyaan Sera membuat kepala Yora juga otomatis menengok ke arah Aruna.
Aruna lalu mendongak memberikan senyum datar yang dipaksakan. "Yes and no."
"Yes-nya kenapa?" tanya Sera.
"Gue udah punya calon pembeli ruko."
"No-nya kenapa?" kali ini Yora yang bertanya.
"Keano ngambek gara-gara si calon pembeli. Enggak deng. Dia marah gara-gara ngeliat kita pegangan tangan."
"Lo sama si calon pembeli pegangan tangan? Lo selingkuh, Na?"
"YA ENGGAK LAH!" semprot Aruna ke Sera.
"Eh, biasa aja dong. Kan aku cuma nanya."
"Yang kemaren kita ketemu di mall itu? Udah seminggu yang lalu, dua minggu malah. Tumben berantemnya lama," kata Yora.
"Kalo lo mah, selek dikit diputusin ya, Ra?" goda Sera.
"Daripada lo. Belom PDKT aja udah digalakin tuh cowok-cowok, makanya belom pernah ngerasain pegat."
"Bacot."
Memang benar, selama ini Aruna dan Keano terbilang jarang bertengkar. Kalaupun ada masalah, biasanya dalam satu dua hari juga sudah rukun. Tapi, beberapa hari belakangan keduanya sama-sama sibuk.
Entah karena memang terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, atau justru kesibukan hanyalah pelarian. Yang jelas Aruna dan Keano belum bertemu lagi sejak peristiwa salah paham di mall tempo hari.
Tidak bertemu berhari-hari sebenenarnya sudah biasa untuk Aruna dan Keano, mengingat keduanya sama-sama punya pekerjaan. Aruna dengan galerinya, sementara Keano bekerja sebagai seorang fotografer untuk sebuah majalah fashion. Tapi kali ini berbeda. Diamnya mereka bukan karena alasan yang baik.
"Pokoknya gitu deh." Aruna kembali menghela napas untuk kesekian kalinya usai bercerita.
"Kak Ken lagi stress sama kerjaannya kali. Makanya ngambekan. Bokap gue juga gitu," kata Sera yang langsung ia ralat. "Eh, enggak deng. Dia mah emang rese."
Untung Yora cukup peka melihat Aruna yang sedang gundah gulana. Segera ia mengganti topik. "Yaudah, Na. Refreshing dulu." Yora lalu membalik laptopnya jadi menghadap Aruna. Di layar terpampang pemandangan yang didominasi laut dari berbagai belahan dunia. "Jadi, kita mau ambil yang kapan?"
"Februari ato Maret kali ya?" jawab Aruna. "Januari gue masih ada urusan."
"Tapi Februari gak ada yang one-way kayaknya." Kata Sera yang sudah bergeser ke samping Aruna, yang lalu diikuti Yora. Mereka sedang melihat jadwal perjalanan kapal pesiar sekarang.
"Maret ada nih. April juga ada." Yora berkata sambil mengscroll laptopnya.
"Maret aja?" tanya Sera.
Yora hampir mengangguk setuju sebelum mengingat sesuatu. "Tunggu. Kayaknya Maret gue ada rapat tahunan deh. April aja lah."
Ketiganya sama-sama memastikan jadwal masing-masing lalu sepakat memilih berlayar dibulan ke empat. Mereka sedang memilih jadwal penerbangan saat Sonya, yang baru pulang entak dari mana, tiba-tiba ikut nimbrung.
"Hai, cewe-cewe. Lagi apa? Serius amat. Tante sampe heran, katanya trio kwek-kwek mau kumpul di sini, tapi kok sepi."
"Halo, Tante!" Sera dan Aruna menyapa, sementara Yora menjawab "Lagi ngurus tiket cruise sama pesawat."
"Oh iya. Jadi kapan mau berangkat?"
"Bulan April sih kayaknya, Tante." Jawab Aruna.
"Jadi ambil kapal pesiar yang mana?"
"Almighty Cruise. Tapi belom pesen sih." Kali ini Yora yang menjawab.
"Kenapa?"
"Katanya kalo pesen tiket kapal pesiar pas liburan lebih murah. Nah, kan bentar lagi Natal-Tahun Baru. Kita pesen nanti aja," jelas Sera.
"Oh, gitu. Kalian ambil yang one-way dari Singapur ya?" Sonya bertanya yang lalu dibenarkan oleh tiga gadis di depannya. Tiba-tiba sepintas ide muncul di kepalanya. "Yaudah deh, kalian lanjut lagi. Tante mau istirahat dulu."
Sepeninggal Sonya, Sera, Yora dan Aruna kembali berbincang. Sera dan Aruna duduk melantai, sementara Yora selonjoran di sofa.
"Speaking of liburan Natal dan Tahun Baru, gue bakal resign abis liburan. Januari." Pengakuan Sera membuat Aruna juga Yora menengok ke arahnya, jelas terkejut.
"Hah, kenapa?" tanya Aruna.
"Gak ada orang cuti setahun penuh, Na," jawab Sera datar.
"Yora juga resign dong?"
"Ya enggak lah. Kan dia yang punya." Sera menjawab lagi, yang diikuti cengiran persetujuan Yora."
"Akhirnya, bisa lepas juga lo dari bos lo," ledek Yora.
"Kenapa pake nunggu Januari?" Aruna bertanya lagi.
"Nunggu THR dulu dong, seyeng. Hehehe." Sera menjawab dengan semburat licik di wajahnya. "Ntar gue resignnya akhir Januari, biar gak keliatan-keliatan amat niat utamaku."
"Dasar lo emang, otak penjahat." Yora melempar bantal kecil yang ada di sofa ke arah Sera, sementara yang jadi sasaran dengan sigap menangkap sambil masih terkekeh.
"Bukan otak penjahat lah. Itu namanya cerdik."
* * *
Malam harinya, saat sedang makan malam, Sonya memanggil anaknya yang hanya dijawab dengan gumaman karena gadis itu sedang mengunyah.
"Mami punya early birthday present buat kamu."
Yora dengan cepat menelan makananya. "Apaan? Jet pribadi?"
"Enak aja. Emang kamu Raphael Moeis apa."
"Ya siapa tau," Yora terkekeh. "Terus apa dong?"
"Tiket kapal pesiar kalian udah Mami urus. Sekalian sama tiket pesawat ke Singapur."
Yora kaget. Banget. Tangannya yang sedang menyendok sampai lemas, tergeletak dengan dramatis. Matanya membesar excited. "Seriusan? Mami gak lagi bercanda kan?"
"Serius."
"Kenapa?" Yora masih tidak percaya.
"Kenapa apanya?"
"Kok baik banget beliin tiket? Tumben."
"Emangnya selama ini Mami pelit apa?" tanya Sonya sambil menyuap makanannya.
"Tapi kan awalnya Mami gak setuju aku pergi," kata Yora mengingat perdebatan mereka tempo hari.
"Iya sih." Sonya menaruh sendok-garpunya, menyatukan tangannya di bawah dagu. "Tapi Mami sadar, kamu pantes dapet istirahat. Setelah kuliah yang bikin sakit kepala, kerja ngurus ini itu yang sebenernya gak kamu senengin. Sekalian jadi kado ulang tahun kalian bertiga. Kalau kalian berangkat April kan berarti kita gak bisa ngerayain ulang tahun Aruna sama Sera sama-sama," jelas Sonya.
Wanita itu tersenyum dengan penyesalan. "Maaf ya, Liora. Mami sama Papi bikin kamu terjebak dalam lingkungan yang kamu gak suka. Mami sama Papi cuma berusaha ngasih kamu yang terbaik."
Yora menduduk, tidak tau harus membalas bagaimana. "Thankyou, Mi."
"Mami harap kalian bisa dapet banyak pengalaman seru nanti. Buat memori yang banyak ya. Yang indah, yang pantas diingat sampai tua. Mami tunggu ceritanya."
Yora tersenyum dan bangkit dari duduknya untuk memeluk Sonya. "Makasih, Mami. Pasti nanti aku cerita-cerita deh!"