Chereads / A Trip Of Our Youth / Chapter 23 - Penasaran

Chapter 23 - Penasaran

Hari ini adalah hari terakhir Sera bekerja. Surat pengunduran diri yang ia ajukan bulan lalu itu disetujui dua minggu kemudian. Barang-barang yang ada di kubikelnya juga sudah Sera bawa pulang. Hanya tersisa sebuah komputer milik perusahaan dan beberapa dokumen yang sudah Sera kerjakan di atas mejanya.

Ada rasa sedih yang menghampiri. Walaupun selama kurang lebih dua tahun ini Sera banyak makan hati, tapi tetap, perpisahan bukanlah sesuatu hal yang Sera sukai. Karna bahkan dalam waktu tersulit pun, selalu ada orang-orang baik yang mau membantunya.

Melihat bilik kerja yang jadi tempat Sera berkeluh kesah ini kosong, rasanya serupa seperti hari terakhirnya memakai seragam saat SMA. Juga hari ia menginjakkan kaki di kampus namun dengan mengenakan jubah dan topi toga.

Ada sebuah selebrasi di sana, walaupun tetap ada terselip rasa takut akan perubahan dan sedih karna perpisahan.

Pekerjaan Sera sebenarnya sudah selesai dari tadi namun gadis itu memilih untuk tetap tinggal sampai jam pulang kerja. Gadis itu sudah berjanji untuk mentraktir anggota satu divisinya sebagai acara perpisahan. Tanpa Pak Darwin ya yang pasti.

Sebenarnya Sera sudah mengundang atasannya itu, takut kalau ia tersinggung jika tidak diundang. Tapi, untungnya tawaran Sera ditolak. Sera juga ogah keles makan bareng doi.

Sesuai kesepakatan, mereka berkumpul di sebuah kedai ayam bakar dekat kantor. Tadinya Sera ingin ke restoran Jepang atau Korea, biar ala-ala drakor gitu. Pulang kerja, kumpul bareng teman kantor sambil minum-minum.

Tapi mengingat harga resto oriental seperti itu akan sangat mahal ditambah, tidak semua minum minuman beralkohol, maka Sera beralih ke menu lokal saja. Sera juga jadi tidak bisa menyetir kalau ia minum-minum dulu.

"Thank you semua yang udah datang ke acara perpisahan ala-ala ini." Sera berkata sambil berdiri dengan kikuk. Dikelilingi teman kantor di luar pekerjaan rasanya aneh juga.

"Makasih untuk segala bantuan dan masukannya selama ini. Maaf kalo Sera ada salah-salah kata atau perbuatan, yang disengaja ataupun enggak. Dua tahun ini, Sera banyak belajar banget dari Kakak-kakak, Cici-Koko, Mas-Mbak, Akang-Teteh, Om-Tante sekalian."

"Yang dipanggil Om siapa, Se? Kita kan juga masih pada ABG." Timpal salah seorang dari mereka.

"Pak Deni seumuran sama papanya Sera," jawab Sera polos.

"Wah, Den. Emang tua lo Den!" ledek Pak Choki yang notabene hanya setahun lebih muda dari Pak Deni.

"Umur doang tua, jiwa mah tetap jiwa muda!" ujar Pak Deni yang disambut tawa rekan-rekannya yang lain.

Sera ikut tertawa sebelum kembali melanjutkan. "It's an honor for me to worked with such an amazing team like you all in a company like this. Padahal Sera masih anak bawang, anak baru lulus, masih banyak kurangnya. Sering dimarahin Pak Bos. Tapi, Sera bersyukur banget dapet senior-senior yang baik dan sabar banget ngajarin Sera."

Gadis berkacamata itu membungkuk seraya menyatukan kedua tangannya sebagai bentuk apresiasi pada rekan-rekan di sekitarnya. Posisinya yang berdiri membuat Sera dapat dengan jelas melihat wajah-wajah yang hampir setiap hari ia temui selama kurang lebih dua tahun ini. Beberapa ada yang tersenyum bangga, seperti orangtua yang anaknya baru memenangkan perlombaan. Beberapa yang lain terlihat berkaca-kaca.

"Terima kasih sekali lagi. Soalnya kalau gak ada kalian, kayaknya Sera udah gila sekarang," tutup Sera dan disambut tepuk tangan meriah.

"Emang lo udah gila, Se." Mira yang duduk di sebelah Sera menimpali, membuat orang-orang di situ tergelak.

Sera hanya tersenyum kecut pada orang yang selama ini menjadi tempatnya berkeluh kesah. "Makasih, Mbak. Gue anggap itu pujian," katanya, lalu kembali menambahkan. "Oh, iya. Kalo nanti suatu saat kita ketemu lagi, pas lagi jalan di mall gitu misalnya. Plis, Seranya disapa," kata gadis itu.

Tidak lupa sebelum kembali duduk, Sera mengangkat kedua tangannya membentuk hati dan berucap dengan malu-malu. "Saranghae."

Sontak saja kelakuannya itu membuat rekan kerjanya terpingkal. Bahkan sampai membuat pengunjung lain dan para pelayan tertawa.

Karena umurnya yang masih muda, tidak jarang gadis berambut sebahu itu menghadirkan culture shock bagi para kaum tua di divisinya. Contohnya ya yang seperti tadi itu tadi. Mengeluarkan jiwa 'kokoreaan'nya yang sudah mendarah daging. Kalau sudah seperti itu, rekan kerjanya hanya bisa maklum dan geleng-geleng kepala.

Setelah mengutarakan kesan dan pesannya, Sera kembali duduk. Mereka pun memulai acara makan-makan itu yang tentunya diisi dengan guyonan, ledekan juga gosip-gosip yang beredar di sekitar pegawai. Salah satunya ialah tentang siapa sosok pengganti Sera.

"Katanya, KATANYA LOH YA… anaknya Pak Darwin yang gantiin Sera!"

Pernyataan Bu Dewi, salah satu perempuan yang Sera kenal sebagai 'lamtur'nya kantor, membuat beberapa orang di sekitarnya kaget.

"Ah, masa sih? Bu Dew denger dari mana?" tanya Mira. Perempuan itu tentu saja jadi yang paling was-was karna kemungkinan besar pegawai baru itu akan menempati kubikel Sera, yang mana tepat bersebelahan dengan kubikelnya.

"Iku, Indah. Cah HRD yang ayu iku lohhh," jawab Bu Dewi dengan logat Jawanya.

"Emang udah di ACC gitu? Yang lamar kan banyak. Apalagi anaknya Pak Darwin paling umurnya gak jauh beda sama Sera. Pengalamannya paling gak seberapa," timpal salah satu dari karyawan.

"Kalo sampe bener sih, jilat ludah sendiri tuh si Bos. Selama ini bilang Sera bisa masuk karna orang dalem, padahal dia juga sama," kata Pak Choki.

"Tapi Sera gak pake orang dalem!" Sera menginterupsi. "Om Yudi cuma ngenalin Sera ke resepsionis, abis itu Sera urus sendiri."

"Iya, Se. Iya, tau kok," kata Mira.

Sera lalu kembali melanjutkan makannya. Ia tidak banyak berbicara dan lebih banyak mendengarkan celotehan-celotehan Bu Dewi juga seniornya yang lain.

Tapi benar kata Pak Choki. Kalau sampai anaknya Pak Darwin yang masuk, maka Sera akan menertawakannya. Bos yang cuma tau marah-marah saja itu telah menjilat ludahnya sendiri.

* * *

Mood Aruna hancur. Barusan ia mendapat berita bahwa kendaraan yang membawa lukisannya jatuh terguling dan terbakar. Untungnya sang sopir masih bisa menyelamatkan diri. Namun naas, berbagai lukisan dan karya literasi lainnya tidak bisa diselamatkan.

Lukisan yang dimaksud adalah lukisan bergambar penari flaminco, dengan roknya yang terlihat berayun membentuk kelopak bunga anyelir. Lukisan itu adalah salah satu lukisan yang Aruna pajang di pameran seni awal tahun kemarin.

Kebetulan, ada seorang pria paruh baya, yang Aruna yakini bukan orang Indonesia, tertarik dengan lukisan tersebut. Rencananya, lukisan yang Aruna namai 'The Dancing Carnation' itu akan dikemas untuk di kirim ke Spanyol.

Tapi, apa mau dikata. Kanvas sudah menjadi abu.

Aruna lalu naik ke lantai 3 rukonya. Ia memilih berfokus dengan tanah liat dan tembikarnya, setelah sebelumnya meminta Nesya memberi kabar pada pihak pembeli terkait insiden tersebut.

Oh iya, ngomong-ngomong soal Nesya dan pameran seni. Tentang Nesya yang sakit waktu itu, akhirnya Keano benar-benar mengantarkan Nesya. Aruna jelas dongkol dengan keputusan pacarnya. Tapi, ia juga tidak mau dicap egois dan kekanakan. Aruna berakhir ditemani Nindy, pekerja paruh waktunya yang lain, setelah Sera dan Yora juga Keano dan Nesya pergi.

Aruna paham, niatnya baik. Tapi, entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal akhir-akhir ini setiap ia melihat Nesya dan Keano bersama.

Tidak ingin tenggelam dalam pikiran negatif, gadis bersurai coklat itu lalu memasang celemek agar bajunya tidak kotor dengan tanah liat. Ia juga mempersiapkan air untuk mempermudahnya membentuk tanah liatnya nanti.

Setelah dirasa siap, Aruna lalu duduk di depan meja besar yang biasa digunakan untuk membentuk tanah liat. Di atas meja tersebut juga banyak keramik lain yang sengaja ditaruh untuk dikeringkan sebelum nantinya dibakar dalam tungku.

Dari belasan gerabah yang ada, salah satu yang berukir huruf 'K' dengan daun di sekitarnya adalah yang paling menarik perhatian Aruna. Walaupun tangannya aktif membentuk bongkahan tanah, tapi matanya entah kenapa sangat tertarik dengan gerabah itu.

Tidak perlu memegangnya untuk mengetahui benda apa itu. Jelas itu adalah sebuah vas bunga. Bentuknya biasa saja, tapi ukirannya Aruna akui sangat bagus. Ia jadi penasaran, siapa kira-kira yang membuatnya.

Di sini memang Aruna mengizinkan pekerja paruh waktunya untuk sesekali membuat gerabah mereka sendiri dan dari ukirannya, Aruna tebak pemiliknya berinisial 'K'.

"Buatan si Kanin kali ya?" pikirnya.