Chereads / A Trip Of Our Youth / Chapter 24 - Drama di Soetta

Chapter 24 - Drama di Soetta

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah menunggu setahun lamanya, tiga sekawan The SeNaRa akhirnya berangkat juga. Raut bahagia nampak jelas di wajah mereka.

Para ayah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, membuat mereka tidak bisa mengantar kepergian para anak gadis ke bandara. Bahkan Aruna sudah mengucapkan salam perpisahan dengan ayahnya dari dua hari sebelumnya karena Erlangga yang harus ke luar kota.

Untungnya tiga sekawan senior, juga dua adik Aruna masih bisa menyempatkan diri mengantar Sera, Aruna dan Yora. Dhira yang sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan start up minta izin untuk masuk siang demi mengantar kakak juga teman-teman kakaknya. Sementara Aditya yang harusnya mengikuti kelas pagi ini memilih bolos dengan alasan acara keluarga.

"Acara keluarga, apaan?" sungut Dhira saat mengetahui alasan adiknya bolos kuliah.

"Ya bener lah. Kan emang acaranya nganterin Kak Nana, which is keluarga aku, ke bandara." Jelas Adit yang sekarang sedang menyetir mobil berisikan ia, ibunya dan dua kakaknya. Sementara itu, Sera, Yora dan ibu mereka berkendara dengan mobil keluarga Yora.

"Kamu jangan sering-sering bolos, Dit. Inget loh, bentar lagi kamu skripsian." Nita mengingatkan.

"Iya, Ma. Masih tahun depan kok."

"Dipikir dari sekarang lah! Kalo bisa, dari maba kamu udah mikirin skripsi," tutur Dhira sambil mencubit pipi adiknya, gemas.

"Aw! Ma, Kak Dee nih!"

"Wooo, cepu."

"Adhira, adeknya lagi nyetir. Jangan digangguin."

Dibanding Aruna, Dhira memang lebih senang menjahili adik mereka. Ia dan ibunya yang duduk di belakang hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kakak beradik yang duduk di depan itu berargumen.

Mereka tiba di bandara Soekarno Hatta sekitar lima belas menit kemudian. Setelah semua bagasi diturunkan, tiga sekawan junior dan senior berjalan memasuki ruang tunggu bandara. Dhira bertugas mencari parkir untuk mobil ibunya, sementara Adit memarkirkan mobil Sonya.

Hembusan angin dari pendingin ruangan langsung menyambut saat Sera dan yang lainnya melewati pintu kaca otomatis. Ini masih jam 6 pagi dan udara dingin seperti ini jelas membuat mata Sera kembali memaksa untuk menutup.

Sambil menunggu Dhira dan Adit kembali, Yora menyempatkan mengupdate sosial medianya. Sementara di sisi lain, Aruna memeriksa kembali perlengkapannya.

Kalian tau kan perasaan saat hendak berpergian, terutama saat hendak pergi jauh, kita jadi sering mengecek barang-barang karena merasa ada yang tertinggal. Walaupun sebenarnya tidak ada juga.

Tapi kali ini Aruna yakin ada sesuatu yang kelupaan. Tapi apa?

Jaket, sudah. Dompet dan paspor, sudah. Kamera, charger, power bank, sandal jepit, buku sketsa, sudah semua. Tapi masih ada yang kurang. Apa ya?

Aruna celingak-celinguk melihat sekeliling. Tangannya menggaruk tengkuk yang tidak gatal dan dahinya mengkerut. Nita yang menyadarinya lantas bertanya. "Kenapa, Na? Ada yang kelupaan?"

"Kayaknya ada. Tapi apa ya?"

"Lupa pamit sama Kak Ken kali. Masih berantem gak?" timpal Yora yang juga menyadari ekspresi bingung Aruna.

"Udah lah. Bentar lagi juga dia nyampe sini."

Nita jadi terkejut mendengar penuturan Yora. "Kamu berantem sama Ken? Kenapa? Tumben."

"Enggak kok. Cuma ngambek dikit kemaren."

Yah, walaupun Aruna memang sempat kesal saat insiden di JCC, tapi malamnya Keano langsung menelepon. Meminta maaf karena meninggalkan Aruna sendiri dan memberi pengertian.

Mau bagaimana lagi. Siapa juga yang mau sakit? Aruna juga perempuan dan yang namanya datang bulan, memang kadang bisa sesakit itu. Ia paham situasinya.

Tidak lama kemudian, yang diomongin pun tiba. Bersamaan dengan dua (calon) adik iparnya yang juga sudah kembali dari tempat parkir.

"Hai, aku belom telat kan?" tanya Keano yang menghampiri dengan sedikit berlari. "Pagi, Tante… Tante sekalian." Sapa Keano dengan kikuk, ketika ia menyadari kehadiran tiga wanita paruh baya di sampingnya.

Nita, Sonya dan Fani balas menyapa. Dilanjutkan dengan kalimat godaan terutama dari Sonya dan Fani kepada pasangan muda di hadapan mereka. Tidak lupa dengan pernyataan gamblang kedua ibu-ibu tersebut, tentang bagaimana irinya mereka karena Nita yang sudah punya calon mantu nan mapan.

Yora yang mendengar percakapan itu hanya bisa nyirnyir dalam hati. Jujur, kadang gadis bertubuh proposional itu merasa miris dengan dirinya sendiri setiap melihat romantisme Aruna dan Keano. Tapi, ia lebih miris lagi saat melihat sahabat bermata empatnya (baca: Sera) yang sekarang sedang tertidur dengan posisi duduk di bangku tunggu sambil memeluk tas ranselnya.

Tidak seperti dirinya dan Aruna, Sera belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Dari zaman sekolah, Sera tidak pernah menunjukkan ketertarikan dengan pria. Ada sih, satu-dua kakak kelas yang pernah Sera lirik. Tapi tidak pernah sampai pada hubungan berstatus.

Padahal Sera gak jelek-jelek amat. Menurut Yora, yang terburuk di tubuh Sera mungkin penglihatannya. Orang-orang juga mungkin berpendapat kalau Sera tidak secantik cewek-cewek hits di sekolah. Tapi, senyumnya jelas masuk dalam kategori paling menarik.

Satu hal yang pasti, Sera itu tidak peka. Ia tidak peka dan terlalu cuek. Sebagai orang yang berpengalaman, Yora yakin alasan Sera masih menjomblo sampai saat ini bukan karna tidak ada yang tertarik dengan sahabatnya tersebut.

Yora jadi penasaran. Masa iya, selama empat tahun lebih merantau ke Amerika, Sera belum pernah berkencan dengan bule di sana? Kalau Yora sih, minimal ia sudah akan berkencan dengan dua cowok.

Pikirannya jadi teringat lagi dengan sosok tinggi yang merangkul Sera di foto buram tempo hari. Foto yang di belakangnya ada tulisan berbahasa asing dengan inisial 'S'. Jangan-jangan orang di foto itu adalah mantannya Sera? Maksudnya 'S' itu, untuk Sera atau dari seseorang yang berinisial S ya?

Yora masih berkutat dengan spekulasinya sendiri sampai perhatiannya kembali ke arah couple goals, impian para 'jones'. Mereka sedang berfoto berdua sekarang. Dengan Dhira yang jadi fotografer dan para ibu serta Adit yang jadi 'tim hore'.

Saat sudah selesai berfoto berdua, pertanyaan Keano membuat Yora mendekat. "Udah, mau check in sekarang?"

Aruna kembali mengerutkan wajahnya, membuat Yora bertanya. "Kenapa sih, dari tadi muka lo gak enak gitu?"

"Lo ngerasa ada yang ketinggalan gak sih?"

"Enggak. Kenapa emang?"

Aruna kembali melihat ke sekelilingnya. Berharap ia mendapat pencerahan dan benar saja, ia langsung teringat saat melihat poster bergambar pantai yang tergantung di pilar besar bandara.

"Tiket kapal pesiar! Tiketnya di lo kan?!"

Wajah Yora menegang, bersamaan dengan jantungnya yang mendadak berdetak cepat. Ia buru-buru mengecek ranselnya. Nihil. Tidak ada amplop coklat yang membungkus tiket kapal pesiar mereka bertiga.

Yora ingat, semalam ia sengaja menaruh amplop itu di atas meja belajarnya supaya mudah dikemas. Ia berniat mengemas ransel kecilnya baru di pagi hari, bersamaan dengan gadget, sikat gigi dan skincarenya.

Tapi, tadi pagi Yora telat bangun. Sonya yang berteriak menyuruh Yora cepat bersiap karena Sera dan ibunya yang juga sudah datang membuat gadis itu bahkan tidak sempat mandi. Ia hanya mencuci muka dan saat keluar dari kamar mandi, sudah ada Sera yang tiduran di kasurnya.

"Woi, kebo, bangun lo! Gak denger itu Nyonya udah teriak-teriak?" Yora berkata sambil tangannya sibuk memasukkan barang-barang yang ada di meja riasnya.

Iya. Yora hanya mengambil barang yang ada di meja rias, bukan meja belajar. Gadis berhighlight ash blonde itu menjambak rambutnya sendiri, sadar kebodohan apa yang sudah ia lakukan.

"Ketinggalan?!"

Suara Aruna yang meninggi membuat orang-orang sempat menengok ke arah mereka, begitu juga Sera yang jadi terbangun. Dengan langkah gontai Sera berjalan mendekat, mengira bahwa mereka sudah akan berangkat.

"Udah, gak ada yang ketinggalan."

Mereka semua menengok ke arah Sera. Sepertinya gadis ini belum sadar sepenuhnya. Yora yang tadi tengah duduk di lantai dengan barang yang berserakan lalu berdiri. Ia mengguncang kedua bahu Sera, memaksanya untuk segera mengumpulkan nyawa.

"Se, lo tadi ke kamar gue kan? Lo liat ada amplop coklat gak di atas meja? Meja belajar yang di samping kasur!"

Sumpah, Sera ngantuk banget. Diguncang-guncang seperti ini malah membuat kepalanya sakit dan tidak bisa berpikir. Tapi, apa katanya tadi? Amplop coklat?

"Yang gede isi tiket cruise?"

"IYA!" jawab Yora dan Aruna serempak.

"Ada, di tas gue. Kenapa?"

Semua orang langsung menghela napas lega, kecuali Sera yang masih tidak mengerti situasi. Ia tampah bingung saat Yora dan Aruna menggrebek paksa isi backpack tosca bertuliskan merk sport yang ia peluk sedari tadi.

"Eh, ada apa nih?"

Aruna langsung memeluk amplop cokelat itu layaknya sebuah boneka hadiah kencan pertama ketika menemukannya dalam tas Sera. Sementara Yora lega luar biasa dan meraih Sera dalam dekapannya.

"Gila, tumbenan banget lo berguna!"

"Emang kenapa sih? Lo pikir ketinggalan?"

"Iya anjir. Lupa banget gue taro meja belajar," kata Yora sambil memungut kembali barang-barangnya ke dalam tas yang dibantu Dhira. "Kok lo bisa ambil sih?"

Tadi di kamar Yora, setelah si pemilik menyuruhnya bangun dan keluar dari situ, Sera juga bangun tapi numpang ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Yora dulu. Saat mau ke luar, matanya tertuju pada amplop besar yang ada di pojok meja belajar.

Sera ingat itu adalah amplop yang pernah Yora bagikan fotonya di grup. Saat dilihat isinya, benar saja itu adalah tiket kapal pesiar mereka. Dengan pikiran yang masih digelayuti kantuk, Sera berspekulasi Yora menyuruhnya menyimpan tiket itu di tasnya karena tas Yora yang sudah penuh skincare.

"Gue pikir lo takut tiketnya ketumpahan lotion, jadi gue yang bawa." Sera berpikir demikian karna percayalah, tidak jarang Yora menumpahkan cairan di dalam tasnya.

"Sumpah gue lupa banget. Gak sia-sia lo berantakin kasur gue dulu. Makasih, beb."

"Makanya ya, Mami bilang juga jangan baru beberes pas mau berangkat," sungut Sonya gemas sambil memukul pelan lengan anaknya.

"Yaudah kalo udah pada lengkap barangnya, mau check in sekarang?" tanya Fani.

"Eits, kita foto-foto dulu dong. Tadi kan baru Aruna sama Keano," usul Sonya.

Satu hal yang tidak pernah berubah jika mereka berkumpul bersama para ibu adalah ini, sesi foto bersama. Apalagi ini termasuk momen bersejarah. Sera, Aruna dan Yora hampir selalu ditempatkan untuk berfoto bertiga di banyak kesempatan.

Hari pertama masuk TK, dengan Yora yang menangis karna tidak mau sekolah, misalnya. Foto mereka memakai seragam sekolah dasar, dengan Sera yang memamerkan gigi depannya yang bolong habis jatuh dari tempat tidur. Atau foto dengan Aruna yang berada di tengah sambil memegang sebuket bunga. Itu valentine ke dua mereka dengan seragam SMP.

Dulu, kebanyakan mereka menolak. Tapi lama-lama, lelah juga berargumen dengan para mama yang sama keukeuhnya. Ini juga berlaku untuk Adhira, Aditya dan Sean.

Pertama-tama, tiga serangkai junior yang berfoto. Dari gaya formal yang hanya senyum ke kamera, hingga yang absurd seperti mengangkat satu kaki setinggi mungkin ke udara. Seakan tak mau kalah eksis, tiga serangkai senior juga ikut bergabung di samping anak masing-masing.

Keano yang dari tadi jadi juru kamera entah kenapa merasa canggung karena kehebohan mereka sepertinya mengundang banyak pasang mata. Lebih kaget lagi saat Sonya mengambil ahli ponsel di tangannya lalu menyuruh dua adik Aruna juga Keano gentian berfoto.

Sesi potret memotret itu ditutup dengan Sonya yang tiba-tiba meminta orang asing, yang sepertinya juga penumpang pesawat, untuk memotret mereka bersembilan.

Saat Aruna, Sera dan Yora sudah bersiap mendorong koper-koper mereka, secara tidak terduga teriakan seseorang mengejutkan mereka. "LIORA, TUNGGU!"

Demi kerang ajaib, Yora rasanya mau melindas orang itu dengan roda pesawat sekarang juga!