Sehabis makan siang, tiga sekawan The SeNaRa kembali melanjutkan pembahasan mengenai rencana liburan mereka. Mulai dari menggambar di atas peta yang dibawa Aruna untuk memperkirakan rute yang diambil, kendaraan apa yang baiknya digunakan untuk meminimalisir biaya, perkiraan harga tiket pesawat, tempat menginap, dan lain sebagainya.
"By the way, kalian udah pernah naik kapal pesiar belom sih?" tanya Sera.
"Belom. Kenapa?"
"Naik kapal pesiar, yuk! Gue pengen nyobain naik cruise deh."
"Uw, enjoying the views of the Mediteranian sea on a cruise sounds fancy!" kata Yora menyambut senang ide Sera barusan. Maka hal selanjutnya yang Sera dan Yora lakukan adalah mencari tau tentang perjalanan kapal pesiar.
"Kayaknya mending kalau kita naik cruisenya di Asia aja gak sih?" tanya Sera. Setelah ia pikir-pikir, sepertinya akan lebih efektif jika mereka menjelajahi daratan Eropa bagian Tenggara secara langsung. Walaupun menikmati pemandangan pulau-pulau yang terkenal estetikanya, seperti Santorini dan Capri Island dari perairan Laut Tengah juga bukan sesuatu yang mudah ditolak.
"Iya ya kayanya. Lebih efektif gitu sih. Kalo gue mikirnya udah jauh-jauh ke Eropa mending stay dulu gitu." Kata Aruna yang lalu disepakati duo RaRa untuk memilh naik kapal pesiar di daerah Asia.
Cukup lama mereka berdiskusi. Setelah sebelumnya menentukan negara mana saja yang mau dikunjungi, kali ini mereka lebih spesifik lagi tentang kota atau daerah-daerah yang ingin disinggahi. Juga wahana atau hal apa yang wajib dilakukan saat sedang di daerah tersebut. Semuanya tercatat dengan rapih di laptop Sera yang telah disambungkan ke layar televisi sehingga mereka bertiga dapat melihat isi layar dengan nyaman.
"Kita ambil cruise yang one way ya." Kata Sera sambil mengecek ponselnya. "Ada nih, dari Spore terus ke Vietnam terus 'landing'nya Hong Kong."
Sementara Yora duduk sambil memperhatikan peta besar buatan Aruna. "Abis itu kita ke Jepang. Atau Korea ya?"
"Murahan mana?" tanya Aruna.
"Deuh anjir, sakit kepala gue ngeliat biaya ke Jepang." Kata Yora sambil menaruh ponselnya dengan lemas. "Ga ngotak banget. Ini baru tiket pesawat, belom disananya."
"Jepang aja dulu, terus ke Korea deh!" Kata Sera.
"Iya terserah. Sama-sama mahal Btw, lo ga sekalian ke Korut, Se?" tanya Yora dengan iseng.
"Enggak ah, takut. Salah dikit bisa ditembak gue." Jawab Sera yang mengundang tawa dua temannya.
"Yaudah, Hong Kong, Jepang, Korsel, China terus Rusia. Gimana?" tanya Aruna sambil ikut memperhatikan peta.
"Such a long trip." Kata Sera. "We haven't even started yet but I'm already tired."
"Oh, yaudah. Tinggal aja si Sera."
"Enak aja!"
"It is gonna be hard." Kata Aruna mengingat apa yang ayahnya katakan. "Papa gue udah ngingetin. The luggages, the tracks, the weather. It's going to be tough for sure. It's the cost we gonna pay for what we want. The holiday."
Aruna benar. Bagaimana pun, perjalanan ini akan sulit. Tapi, apakah itu lantas menyurutkan semangat mereka? Mungkin nanti iya, atau mungkin juga tidak. Yang pasti, bahwa ditiap tindakan akan ada resiko. Tapi seberat apapun resikonya, tetap akan terbayar dengan hasil yang dicapai.
Tapi bagaimana kalau hasil tidak sesuai harapan? Bagaimana jika persiapan yang mereka pikir penting justru tidak berguna? Bagaimana jika jalan yang mereka ambil justru membawa mereka ke antah berantah?
Well… Mereka jelas akan kesulitan, dan bersama dengan itu, akan ada pelajaran yang diambil.
* * *
"Ini masih bisa berubah lagi ya."
Aruna mengingatkan yang di-iya-kan dua temannya. Mereka sudah selesai berdikusi untuk hari ini. Setidaknya mereka sudah sepakat mengenai rute yang akan dilewati secara garis besar, mengkalkulasikan harga yang kira-kira harus dikeluarkan untuk semua tiket pesawat, yang astaga, bikin ginjal bergetar. Juga segala dokumen dan surat-surat yang diperlukan untuk pergi keluar negeri.
Dari hasil diskusi yang sudah diselenggarakan, Aruna, Sera dan Yora sepakat untuk mulai menabung sejak hari ini hingga sekitar 10-12 bulan kedepan. Iya, mereka berencana untuk berangkat di tahun depan.
Alasannya beragam. Mulai dari mengurus visa yang memang butuh waktu, proyek pekerjaan masing-masing yang tidak bisa diterlantarkan begitu saja dan-yang sudah pasti-dana yang belum mencukupi.
Sepi kembali melanda saat Yora dan Aruna pamit dari unit apartemen Sera. Malam sudah cukup larut tapi Sera belum merasakan kantuk. Mungkin karena kadar serotoninnya yang meningkat pasca membahas rencana liburan.
Sera selalu seperti itu. Tipe orang yang akan sulit tidur karena terlalu bersemangat untuk rencana hari esok. Walaupun teknisnya, masih setahun lagi sampai mereka benar-benar berangkat. Tapi bahkan hanya dengan menyadari fakta bahwa ia sedang menyusun perjalanan impian itu cukup menyegarkan pikiran Sera yang biasanya suntuk dijejaki beban pekerjaan.
Ah, ngomong-ngomong pekerjaan, Sera teringat kalau ada buku yang harus ia baca. Jadi hal selanjutnya ia lakukan adalah pergi ke ruang kerjanya untuk mencari buku tersebut. Ia Ingat menyimpan buku itu di rak bukunya dan benar saja, Sera langsung menemukan buku tersebut dan langsung menarik buku itu keluar tanpa sadar ada benda lain yang bertumpu di atas buku tersebut. Benda itu jatuh dengan keadaan terbuka, membuat lembar-lembar foto di dalamnya jatuh berserakan di lantai.
Mudah ditebak kalau itu adalah album foto bersampul kulit imitasi miliknya. Iya, imitasi. Karena selain lebih mahal, menggunakan kulit hewan asli juga tidak berperikehewanan. Album itu tidak diletakkan dengan benar dan udah cukup lama sejak terakhir Sera membukanya, jadi ia rasa salah satu temannya yang mengeluarkan album itu.
Satu helaan napas lolos dari mulut gadis itu. Jujur aja, Sera bukan orang yang hobi rapih-rapih. Sera paling benci jika harus merapikan mainannya saat masih kecil, hanya memasak hidangan sederhana agar tidak perlu repot-repot membersihkan dapur, juga merasa tidak butuh begitu banyak furniture di rumah, karna beresinnya ribet!
Ia lantas mengambil foto yang berserakan itu sambil melihat-lihat kembali foto-foto tersebut lalu layaknya reka ulang adegan yang tadi Yora lakukan, Sera juga terpaku pada satu foto yang walaupun blur masih dapat terlihat ada dua objek yang terpotret. Bedanya, Sera tau persis tentang momem apa yang terjadi juga siapa sosok yang ada di dalamnya.
Itu adalah libur musim panas keduanya di bangku kuliah. Sama seperti kebanyakan mahasiswa, tahun pertama adalah masa sulit yang harus dilewati. Segalanya terasa sangat asing bagi mereka. Dari mulai dari lingkungan hinggga cara belajar, mereka dituntut untuk bisa mandiri. Terutama sekali bagi pendatang seperti Sera yang menyebrang benua.
Sebagai perayaan karena mereka berhasil melewati tiga semester pertama dengan selamat, Sera juga teman-teman sepakat untuk melakukan road trip ke Rhode Island, sebuah negara bagian yang terletak di sisi timur Amerika.
Rencana awalnya mereka akan berangkat dari kota New York setelah jam makan siang dengan dua mobil. Tapi karna satu dan lain hal, keberangkatannya jadi mundur beberapa jam. Tidak cukup berangkat ngaret, mereka juga kesulitan mencari alamat penginapan yang dituju. Itu karena google maps yang walaupun bisa jadi sumber pencerahan, tidak jarang juga menyesatkan pengikutnya.
Mereka akhirnya berhenti di sebuah area parkir yang berhadapan langsung dengan pantai. Beberapa teman sukarela untuk bertanya ke tempat-tempat penginapan di sekitar, sementara Sera memilih untuk jaga mobil sambil menikmati pemandangan.
Sera ingat saat itu sudah jam 8 malam dan karena sedang musim panas, maka adalah wajar melihat matahari baru akan terbenam di jam tersebut. Bagi Sera yang biasa tinggal di negara tropis, melihat matahari yang terbenam di malam hari tetaplah menakjubkan meski ia sudah menyaksikannya puluhan kali.
"Beautiful." Kata Sera secara otomatis. Disampingnya ada pria jangkung dengan wajah rupawan. Laki-laki itu lantas menengok ke arahnya sambil berdeham setuju.
"Isn't it a coincidence that we went late and got a chance to see this beautiful sunset."
"Probably."
"No, I think the real coincidence is that we got lost and had to stop by here." Kata Sera meralat ucapannya sendiri.
"What if it wasn't a coincidence at all?"
Sera diam sejenak lalu menjawab sekenanya. "Then it was meant to be!"
Pria itu-entah sadar atau tidak-ikut tersenyum melihat tawa renyah Sera. "Do you believe that everything happened for a reason?"
"I don't know. I think some of them just have to be happened. Why?"
"I hope that our encounter was not just a coincidence."
Bohong kalau Sera merasa biasa saja setelah mendengar ucapan cowok yang masuk jajaran most wanted kampusnya itu. Tapi Sera tidak mau luluh begitu saja hanya karna sebaris kalimat. Jadi Sera balik menggoda dengan wajah penuh canda. "So, it's mean that meant to be together???"
Hanya sebuah senyum ganteng yang Sera terima sebagai jawaban, karena sesaat kemudian mereka dikejutkan dengan teriakan frustasi seseorang. Itu Owen, teman mereka.
"You two, try to pose!" titah Owen tiba-tiba. Sera belum sempat bertanya 'kenapa' dan malah langsung ditarik pria disebelahnya untuk dirangkul. Owen lalu membidik kamera yang sedari tadi ia bawa ke dua orang dihadapannya, menciptakan cahaya blitz yang menyilaukan mata.
"How's the result?" tanya Sera selagi Owen memeriksa hasil jepretannya barusan.
"It's positive." Jawab Owen dengan wajah ditekuk. Sempat mengundang heran dua model dadakannya sebelum ia menjelaskan. "I dropped this camera and I think its really broken. It can't focused on the objects."
"But I already posed." Kata Sera sarat akan kekecewaan.
Owen lalu menengadah dengan tatapan judgemental ke arah Sera. "Sis, you are not a professional. Besides, you look comfy in his arm. Duh, lovebirds."
Sera yang sadar kalau ternyata ia masih dalam rangkulan pria disebelahnya sontak berusaha menjauh, namun gagal karna tertahan lengan kokohnya. "Nah, it's okay. It's getting cold tho. I'll make you warm."
Angin laut menerpa surai cokelat legam si pemilik lengan menambah kesan dramatis dari pemandangan yang Sera saksikan. Tinggal dikasih backsound 'almost paradise'-nya BBF aja, Sera bakal ngerasain sensasi jadi Geum Jandi.
Sumpah, hanya dengan mengingatnya saja mampu membuat jantung Sera jedag-jedug disko. Senyumnya kian mengembang setelah ia membalik foto tersebut dan menemukan sebaris kalimat dalam bahasa Prancis.
aku harap pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan - s
This special someone. Sera jadi bertanya-tanya bagaimana kabar pria itu sekarang. Mereka sudah lama putus kontak. Apakah dia masih sendiri? Atau malah sudah punya pendamping?
Hubungan mereka layaknya foto hasil jepretan kamera rusak milik Owen ini; buram, tidak jelas. Itu semua Sera akui sebagai kesalahannya. Tapi, bahkan jika sekarang Sera ditanya apa yang ia rasakan untuk orang itu, jawaban akan tetap sama seperti bertahun-tahun lampau. Tidak tahu.
Dan mungkin akan sangat terasa egois, tapi Sera berharap pria itu masih betah melajang.