Usai kedua sahabatnya menyelesaikan sarapan mereka (yang tidak tepat juga disebut sarapan karna matahari yang sudah menjulang tinggi), Aruna lalu mengeluarkan gulungan kertas yang lumayan besar dari dalam totebagnya.
"Apaan nih? Peta?" tanya Sera yang berdiri di samping Aruna ketika temannya itu membuka gulungan tersebut di atas meja.
"Menurut lu ini gambar apa?" Aruna balas bertanya.
"Liora, tolong ambilkan kacamataku yang berharga sehingga aku bisa melihat apa yang sebenarnya dibawa oleh kawan kita, Aruna." Titah Sera panjang lebar sambil mengulurkan tangannya meminta kacamata.
"Oh iya, matanya butut. Kasihan." Ledek Yora sambil memberikan kacamata yang berada di dekatnya pada Sera.
Sementara yang jadi objek ledekan hanya bisa mengerucutkan bibir, hanya sesaat karna setelah pandangannya sudah jelas, ia lalu duduk di sebelah Aruna sambil berseru kagum. "Woah, beneran peta! Lu yang gambar, Na?"
"Iya."
"DAEBAK!"
"Niat banget bunda. Udah kaya tugas IPS anak sekolah aja." Kata Yora, ikut duduk bersama.
"Abis kemarin ini gue gak bisa tidur. Yaudah, gue gambar aja. Lumayan kan, jadi kebayang kita rutenya mau gimana."
Ya, Aruna memang kadang sulit tidur di malam hari. Mungkin kebiasaan begadang sampai pagi saat kuliah yang terbawa hingga kini. Dan bicara soal tugas sekolah, karton gulung yang Aruna gunakan ini memang tadinya dibeli untuk keperluan tugas sekolah adiknya. Tapi berhubung sekarang yang punya sudah lulus SMA, karton tersebut pun terlupakan. Daripada dibuang, Aruna pun meminta karton itu yang lantas Adit berikan dengan sukarela.
"Tuh, walau gak bisa tidur tetap prouktif. Emang lu," kata Sera sambil balas meledek Yora.
"Dih, emangnya lu produktif?" tanya Yora tak mau kalah. "Paling juga nontonin cowo-cowo kepop."
"Produktif lah. Kalo rajin ditonton kan nanti viewsnya nambah. Nanti menang deh."
"Halah, mau aja dibego-begoin perusahaan."
"Itu namanya salah satu bentuk dukungan tau!"
"Ini jadi mau debat K-pop apa planning liburan?" lerai Aruna.
"Planning liburan!" seru keduanya.
"Yaudah!"
"Mulainya dari mana ya?" tanya Sera. Rasanya ia jadi sangat bersemangat sampai tidak tahu harus melakukan apa.
"Mending kita tentuin dulu mau kemana aja." Usul Yora yang disetujui yang lain.
Awalnya Aruna yang menulis tempat-tempat mana saja yang terucap dari mulut mereka di atas selembar kertas. Dari negara di benua Asia sampai Amerika, rasanya tidak ada yang ingin mereka lewatkan.
Mereka masing-masing melakukan berbagai research tentang tempat mana saja yang wajib didatangi saat berkunjung ke negara yang mereka inginkan. Mencari tempat rekomendasi dari vlog/blog traveller dan mengecek akun sosial media para influencer yang hobi jalan-jalan yang selama ini postingannya hanya bisa mereka like dengan pikiran 'keren banget, gue kapan ya'. Atau juga memilih tempat dari film yang pernah mereka tonton.
Sera, Yora dan Aruna jadi sibuk dengan dunianya sendiri. Sampai akhirnya ruang tengah apartemen Sera jadi penuh dengan laptop, Ipad, ponsel, berbagai macam kabel, juga kertas dan alat tulis. Jangan lupa dengan minuman dan makanan ringan yang jadi teman research mereka.
Kondisinya jadi seperti para mahasiswi yang sedang ambis dikejar deadline.
Waktu sudah menunjukkan lewat tengah hari. Tidak heran jika Aruna sudah merasa lapar. Tapi sepertinya tidak dengan dua sahabatnya yang masih fokus dengan laptop masing-masing. Mungkin karena mereka baru 'sarapan' tadi.
"Gais, kalian laper gak sih?" Aruna bertanya.
Sera sontak melihat jam di layar laptopnya. "Oh iya, udah setengah satu. Pada mau makan apa?"
"Delivery chinesse food aja kali ya? Kayanya gue butuh nasi." Jawab Yora yang disetujui kedua temannya.
Kali ini, Sera sebagai tuan rumah yang bertanggung jawab atas konsumsi. Setelah menentukan menu yang mereka inginkan, Sera lalu menelepon rumah makan oriental langganannya. Tak lama, gadis itu pun kembali duduk bersama teman-temannya.
Sambil menunggu, Aruna menyodorkan Ipadnya yang menampilkan negara mana saja yang sudah mereka sebut. "Nih, daftar negaranya. Ada yang mau ditambahin gak?"
"Waw, banyak juga."
"Bukan banyak lagi, ini mah banyak banget!" Kata Yora.
"Setahun cukup gak ya?" tanya Aruna.
"Tunggu ini ada satu, dua, tiga, …." Ucap Sera sambil menghitung dan diakhiri seruan heboh. "DUA ENAM?! Gila banyak banget wak!!"
"Ya kan tadi udah gue bilang." Jawab Yora, tak tahan untuk tidak menoyor kepala gadis berkacamata itu sementara Sera hanya cengengesan.
"Tunggu ya, kita kira-kira aja dulu." Kata Sera, serius. "Pukul rata aja ya, misalkan kita di tiap negara stay 2 minggu, udah include transport. 26 dikali 2 itu 52. Setahun ada berapa minggu sih?"
"52." Jawab Aruna dan Yora berbarengan.
"Widih, pas banget. Apakah ini takdir?" Kata Sera dengan mata melebar, menunjukkan betapa antusiasnya ia.
"Anda lupa satu hal." Kata Yora.
"Apa tuh?" tanya Sera yang dijawab Yora dengan gestur tangannya yang menyatukan jari jempol dan telunjuknya sambil digesekkan.
"Apaan? Kok finger heart?"
"Fulus, goblok!"
"Eh, santai dong!" Kata Sera sambil reflek melindungi diri. Takut kalau-kalau ia kena timpuk Yora. Sementara Aruna di sebrang mereka hanya bisa tabah melihat kelakuan kedua makhluk dihadapannya.
"Speaking of money, lo jadi jual ini apartemen, Se?" tanya Aruna.
Sera sempat menimbang-nimbang sebelum menjawab. Wajahnya jelas memperlihatkan keraguan. "Jadi sih kayanya. Tapi gue mikir apa disewain dulu ya? Baru nanti pas kita beres liburan gue jual. Lumayan kan? Biar nanti pas pulang gue gak bangkrut-bangkrut amat."
"Kalo beginian aja ya otak lu lancar." Ledek Yora, yang lagi-lagi hanya ditanggapi Sera dengan cengengesan.
"Jadi gimana nih soal dana?" tanya Sera.
"Kalo dari yang gue baca, butuh kira-kira 24.000 dolar buat keliling dunia." Jawab Aruna sambil menghitung dengan kalkulator di tanganya. "Which is around 350 million in rupiah. Belom termasuk visa kayaknya."
Mendengar itu, ketiga gadis itu kompak mengeluarkan buku tabungan mereka. Karena memang niatnya mau membahas rencana liburan, jadi mereka sepakat untuk membawa hal-hal yang berhubungan dengan informasi keuangan mereka karena jelas, budget adalah salah satu hal terpenting dalam sebuah perjalanan. Dari buku tabungan, slip gaji sampai laporan neraca keuangan berisi aset pribadi yang mereka miliki pun tidak ketinggalan.
"Gue kayaknya tinggal nunggu ruko laku deh buat sampe target segini. Hehe." Aruna buka suara.
"Sampe banget itu sih kalo jual ruko 2 lantai di Jakarta." Kata Yora. "Enaknya jadi juragan ruko."
"Kalo ada orang yang mau nyewa apart gue selama beberapa bulan, kayaknya budget gue juga terpenuhi." Kata Sera setelah ia menghitung-hitung keuangannya beserta perkiraan harga sewa unit apartemennya.
"Dan gue mungkin kudu part time buat nambah-nambah," sambung Yora.
"As a dancer?" Pertanyaan Sera yang lalu dijawab oleh anggukan mantab dari Yora justru membuat Aruna dan Sera terkejut.
Yora mungkin sama gilanya dengan Sera, tapi hobi melawan perintah orangtua tidak termasuk di dalamnya. Menari adalah contoh hal yang dilarang oleh Sonya dan Herman, meskipun sekarang nampaknya akan segera menjadi hal yang dilanggar oleh Yora.
Alasannya sepele. Orangtuanya merasa kalau menari hanya akan jadi sebatas hobi. Prospek kerjanya tidak pasti. Apalagi di Indonesia yang apresiasi terhadap seninya masih kurang. Sama seperti orangtua kebanyakan yang ingin anaknya punya karir yang cukup terjamin seperti menjadi dokter atau mungkin PNS, Sonya dan Herman pun sama. Dan kebetulan mereka punya bisnis keluarga, yang bahkan skalanya sudah nasional. Maka melanjutkan usaha keluarga adalah jalan yang mereka pikir terbaik.
Itu menurut orangtuanya. Kalau menurut Yora, ya jelas kebalikannya.
"Have you told your parents?" tanya Sera tidak percaya.
Sementara Yora-yang entah bagaimana yakin kalau Sera belum dapat izin untuk rencana mereka-balik bertanya. "Have you told your parents, about this trip?"
"Gue pasti bakal bilang, tapi nanti."
"Hah, lo belom bilang, Se?" tanya Aruna yang kembali terkejut dengan penyataan teman-temannya. Sementara yang ditanya hanya meringis sambil menggelengkan kepala.
"Kalo ternyata nanti gak dibolehin gimana?"
Aruna pikir mereka bertiga berkumpul di sini sekarang dengan izin yang sudah dikantongi dari orangtua masing-masing. Ia tahu Sera itu tipe nekat yang suka berbuat sesukanya, tapi tetap saja, rasanya ia tidak bisa pergi jika teman perjalanannya tidak mendapat restu.
Sampai disini, orang-orang mungkin akan mulai berpikir bagaimana gadis baik hati yang murni hatinya ini bisa terjebak dengan dua orang calon penghuni neraka seperti Sera dan Yora. Entahlah, mungkin semesta yang mentakdirkan demikian.
Aruna mungkin akan mulai melancarkan berbagai ceramah jika saja pintu apartemen Sera tidak berbunyi. Sera lantas membuka pintu, dan benar saja, itu makanan pesanan mereka. Wangi menggoda yang menyeruak ketika Sera mengintip isi salah satu kotak makanan seakan menghipnotis tiga gadis lapar itu. Mereka lantas beranjak ke dapur untuk mempersiapkan peralatan makan yang dilanjutkan acara makan.
Dalam hati, Sera berterima kasih kepada abang pengantar makanan yang sudah datang tepat waktu. Karna kalau tidak, mungkin acara ini akan berakhir dengan adegan pemaksaan supaya Sera mau minta izin ke orangtuanya hari ini juga. Dan sungguh, sikap pemaksa Aruna adalah salah satu hal yang paling Sera benci.
"Just saved by the bell," gumamnya.