"Laras ...." teriakan wanita paruh baya.
"Ibundaku ... Aku lagi sibuk," jawab Laras yang lalu menutup buku catatan milik Naina.
"Sini laras lihatlah, lihat Naina masuk tivi," panggil Ibunya dengan nada keras, membuat Laras bergegas, wanita yang sudah cukup umur ini berlari sampai tersungkur.
"Ya Allah ... Sakit, nasib ... Nasib, sudah dibilang perawan tua, malah tertimpa tangga pula," keluhnya berdiri.
"He he he, makanya kalau dipanggil Ibu jangan, sebentar Bu ... Mana tangganya?" tanya Ibunya, Laras tertawa.
"Tadi pribahasa Ibu ... Ya Allah Mbak Naina, makin cantik, makin kinclong, hek hek hek, Bu, Buk, itu siapanya?" tanya Laras menujuk ke pria berjas dan sangat tampan.
"Ya tidak tau, Ibu baru lihat, dan sekarang ketutupan badanmu, duduk to ...." pinta Ibunya, Laras menangis.
"Hek hek hek heks, Hikam nasib kamu bagaimana, ini semua gara-gara keegoisan Mas Zaki sih Bu, hih ...." Laras sangat kesal, dia meremat rok yang berbahan pisket.
Krekkk
"Hek hek hek, Ibu nasibku ... Rokku robek," keluhnya sambil menendang-nendang.
"Syut, kamu sudah tua, sudah berumur ngrengek mulu," tegur Ibunya.
"Ibu ... Ih," keluh Laras.
"Syut tidak dengar nih," ujar Ibunya serius keduanya lalu menyimak TV.
"Aku Naina kalian mengenalku sebagai pelukis, aku ditinggali bakat dari Almarhumah bundaku," perkenalan itu membuat Laras mengambil ponsel dan menvidionya.
"Aku juga seorang Ibu," pengakuan Naina membuat wartawan heboh. Secara wanita itu terlihat masih perawan.
"Kalian pasti kaget, cuman aku tidak akan menyembunyikan statusku, aku masih istri orang , dan antara aku dan Pak Reno, kami hanya rekan kerja. Jadi mohon jangan membuat gosip yang akan menghancurkan rumah tangga,"
"Tapi bukannya rumah tangga Mbak Naina sudah hancur ya?" sahut salah satu wartawan.
"Ih, wartawan ini," keluh Laras kesal.
"Kamu ini, sukanya ngambek m_ulu,makanya tidak ada cowok yang suka sama kamu," tegur Ibunya, "Mbokyo yang kalem," imbuhnya, Laras tidak membantah dia manyun. Lalu lanjut menvidio Kakak iparnya yang masuk TV.
"Hancur atau tidak itu urasanku, aku hanya minta ke kalian tolong jangan menyebarkan gosip yang tidak benar. Ya, aku percaya sama kalian," jelasnya.
"Masih ada yang ingin disampaikan Mbam Nai?" tanya salah satu wartawan.
"Hikam, Bunda selalu mencintaimu," jawabnya lalu pergi dengan menahan air mata.
Laras terisak, "Hiks, hiks, hek hek, aku benci deh sama Mas Zaki, malah ada Amel pula, heh ... Bu, hiks, est ... Sebenarnya perceraiannya sudahsah tidak sih?" tanya Laras, Ibunya malah menangis tersedu-sedu.
"Belum," sahut wanita yang menggendong bayinya.
"Yang benar Mbak Ratih, tapi hampir empat tahun lo," ujar Laras belum percaya.
"Benar kata Mbak iparmu, Mbakmu Ratih sama Naina satu kelas, yang jodohin Mbakmu Ratih sama Masmu Fajar ya Naina sama Zaki," sahut Ibunya.
"MasyaAllah Mbak Ratih sama Mas Fajar terpaut berapa banyak tahun?" tanya Laras.
"Banyak tahun Ras, sepuluh, tapikan Masmu tidak sekeras Masmu yang satunya," jelas Ratih ikut duduk.
"Ih, Mbak aku jadi rempong dulu itu bagaimana sih, kisah percintaannya, mau baca catatan hariannya malas,malah ngantuk, cerita ya Mbak," pinta Laras ke Kakak iparnya.
"Sana ndongeng, sini Nila sama Nenek ya," pinta Ibunya lalu menggendong Nila.
"Perepisode Mbakmu ini kamu bayar berapa?"
"Astagfirullah ... Mbak, tega banget gajiku sudah habis dipakai Mas Fajar, buat lahiran, tapi tenang aku tidak akan menagih, bahkan jikaMbak cerita aku kasih uang satu juta cas," jelasnya membuat Kakak iparnya melotot.
"Mas Fajar hutang!" teriak wanita cantik itu.
"Tenang Mbak, sekarangkan Mas Fajar sudah ngantor, pasti bisa kok, lagian hutangnya kan ke aku, ayolah ... Sekarang cerita," pinta Laras.
"Ganti dulu rokmu, lalu buatkan aku teh," pinta Ratih, Laras meniup.
"Huff"
"Adik ipar tidak sopan," keluh Ratih menyiblakkan poninya. "Ya bagaimana biar tidak ngantuk.dkan dorasi waktunya bisa empat jam sampai asar,"
"Baik," Laras berdiri berjalan ke kamar lalu ke dapur.
Sepuluh menit berlalu Laras membawakan teh dan singkong goreng, meletakkan dimeja.
"Ehm. Saat itu Naina adalah murid baru yang kaya raya, mobil mewah dan Ayahnya berdonasi besar ke Sekolahan. Namun karna ada sesuatu Ayahnya meninggal, meninggalnya karna kecelakaan namun itu semua hanya trik belaka. Pembunuhan yang sudah direncanakan, suatu ketika Zaki menemukan bukti, dia sempat mengikuti seseorang yang sudah mencelakai Naina dihari sebelum tragedi Ayahnya meninggal. Zaki melihat orang memblongkan rem di mobil Ayahnya Naina, saat dia berlari mobil itu sudah dikendarai, jadi terlambat. Dan mobil mengalami kecelakaan maut. Setelah satu bulan Zaki akhirnya menemukan orang yang telah memblongkan rem itu,Zaki berhasil membuat pria itu mengaku.
Hari silih berganti, Naina tiada kabar karna ternyata dia sudah tidak dirumah besarnya. Dia hidup berdua dirumah besar punya kakaknya, dan dia lama tidak kesekolah karna Ibunya sakit. Dari situ Zaki mulai ada perasaan, awalnya kasihan. Aku dan Naina sudah menjadi teman akrab jujur saja, aku ada rasa ke Zaki, namun aku tetap diam, karna tidak mungkin juga wanita menyatakan cinta lebih dulu. Naina dan Zaki semakin akrab namun juga sering bertengkar, setiap hari ada pertengkaran dan mudah baikan. Keduanya sering ditugaskan bersama walau Zaki Kakak kelas.
Naina memang sangat cantik dan menjadi idola, dia cerdas pula, siapa saja terpikatlah pasti. Dia kencan dengan Kakak kelas impian para gadis di Sekolah.
"Aku sangat suka dan seneng, tapi takut juga dicelakai, secara, aku ini hanya apa," katanya merendah.
"Jangan seperti itu, jika dia serius pasti dia melindungi kok," kataku, aku seneng banget jika Naina pacaran sama dia, pasti Zaki masih jomblo. Saat itu Zaki fokus dengan lombanya, dia sama sekali tidak peduli dengan kabar yang beredar, dia juga acuh.