Sok baik sok alim tapi hanya dibibir saja, jika begini Naina pasti mau, diakan suka banget sama hal yang berbau kebaikan. Aku terus mengumpat didalam hati.
"Maaf ya," ucapan Naina membuat aku sangat lega, "Tapi baiklah ... Besok aku ijin sama bos," imbuhnya membuat aku meremat bantal.
"Beneran, aku sangat senang ya sudah aku akan menjemputmu besok jam tiga ya, sekarang tidur jangan lupa mimpiin aku," aku muak dengan rayuannya, Naina jangan polos dong dia itu mengambil kesempatan dalam kesempatan besok aku harus bisa mencegah dan mengancam. Nai persahabatan kita putus jika kamu ikut Rama, ah ... Masa aku tega melakukan itu ke Naina.
"Aku tau kamu belum tidur, Tih ... Jangan marah ya, aku hanya mengurangi rasa bosanku, ya ... Tih," dia terus membujukku mana mungkin aku menolaknya, aduh ....
Pagi hari sangat cerah aku dan dia berangkat sekolah, pagi-pagi suasana sangat rame, aku penasaran ada apa yang di tonton oleh teman-teman. Aku dan Naina berlari kelapangan basket, Zaki terus meninju Rama tanpa ampun, entah apa masalahnya, Naina maju dan terkena tonjokan dari Zaki, Rama meninju Zaki dan segera menolong Naina.
"Ada apa sih?" tanyaku tapi mereka hanya mengangkat bahu. Entah apa masalahnya aku sangat penasaran aku berlari pipi Naina memar, Zaki pergi begitu saja.
Jika Zaki marah pasti ada situasi genting tapi apa aku harus bicara sama Zaki, aku tidak memperdulikan Naina aku mengejar Zaki, aku mencari di kelas tapi dia tidak ada paling dia kabur dan memilih bolos.
Aku segera ke UKS Naina menggenggam tanganku, "Izinkan aku pergi ya, aku hanya sebentar kok," dia meminta izinku aku mengangguk karna merasa kasihan.
Siang itu aku pergi sendiri ke tempat kerja, aku melihat Zaki sudah berada di sana, dia sangat sibuk dengan pekerjaannya, aku galau walau penasaran setengah mati aku takut kalau tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan dia dan Rama.
Aku sesekali berjalan kesana kemari aku sangat berharap dia bertanya soal Naina, dalam hatiku aku terus berdizkir.
'Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah bisikkan ke hati pemuda itu, suruh dia bertanya dimana Naina, tolong ya Allah ... tolong,' batinku seperti itu setiap melangkah cari perhatian.
"Tih," panggilnya aku semangat empat lima.
"Ya," jawabku sangat cepat.
"Tolong ambilkan pupuk disana dan jangan lupa siram tanaman yang didepan, eh ini siang deng," ujarnya, aku melihat dia tidak fokus, aku sangat yakin jika dia ingin mencari Naina, tapi dia sangat gengsi.
'Hih ... ribet banget sih tinggal tanya Naina dimana Tih, apa susahnya coba,' aku terus manyun dan menatapnya, aky sangat khuwatir sama Naina. Aku mengambil napas panjang bak mau berhadapan sama Pak Presiden.
"Hemk," aku mendehem berkali-kali dia malah pergi pokoknya jaim banget deh dia.
"Tih ...."
"Naina pergi," ceplosku.
"Aku tidak tanya soal Nay, aku mau tau kamu sudah punya pacar belum, mau tidak kenalan sama Abang aku," ujarnya, aku sekita serasa tidak bisa ngapa-ngapain.
Plok
Plok
Dia menepuk tangan dua kali, "Bagaimana Tih?" tanyanya, Aku berpikir cukup lama aku bengong tidak sadar.
"Hih ... mengerikan cantik, cantik mudah bengong," ucapan yang mengejek itu menyadarkanku.
"Tih ... Ki ... Antar bunga yang itu di jalan Merak nomer tiga belas ya, hati-hati pelanggan tetap soalnya, sepuluh bunga," jelas Bu bos, aku dan Zaki bergegas menata bunga di bak mobil, kami naik mobil pik up.
Cukup lama kami saling diam lagu yang diputar Zaki di tip itu berjudul Karena Wanita Ingin di Mengerti lagu jaman dulu milik Adaband.
"Kak ada masalah apa sih kamu sama Rama?" akhirnya aku berani bertanya.
"Dia sudah melecehkan Febi, dia tetanggaku adik kelas mu, saat orentasi siswa baru, aku baru tau saat Febi sangat trauma karna Ibunya menamgis saat datang ke rumah, Rama sudah menjelekkan nama Sekolah," penjelasannya membuat aku tercengang, aku hanya diam otakku tidak dapat bekerja, aku menyebut nama Naina tanpa henti, pandanganku kosong.
"Siapa yang menduga jika Rama berani melakukan itu, dia sok berkuasa dan punya uang pula, apa lagi Febi takut saat orentasi jadi dia patuh pas lagi wajah Rama yang cukup ganteng," dia terus berkata.
"Naina Naina ...." pikiranku langsung tertuju ke sahabatku. "Kak ayo ke danau ... Ayo Kak, Naina bersama dengan Rama, ayo Kak ...." aku merengek dan sudah menangis.
"Aku tidak peduli salah siapa Naina mau," ujarnya benar tidak peduli, aku memohon dan meminta.
"Kak tolong kamu boleh benci sama Naina tolong Kak, tolong ya ...." aku memegang lengannya dia melaju dengan kecepatan tinggi.
"Aku memilih mengantar bunga," ujarnya sangat menyakiti hatiku.
"Turunkan aku," ujarku, Zaki mengerem aku turun, dia kembali dengan tujuannya, aku kira dengan tekatku dia mau mengantarku ternyata tidak, aku berlari mencari ojek namun tidak ada,terbesit harapan jika Kak Zaki akan kembali namun ternyata tidak, itu hanya inginku saja, dia tidak kembali. Aku berlari sudah cukup jauh perutku sampai sakit.
Aku tidak sanggup lagi terik mata hari pas di ubun-ubun rasanya padahal sudah dua siang, aku kembali berharap Zaki akan datang, tapi ... Aku memutuskan aku harus nekat aku terus berlari melihat penjual asongan aku membeli air meniral, aku melihat ojek,aku segera nail ojek, bodohnya aku kenapa aku tidak menelpon nomer Naina, sambil naik motor ojek, aku menelpon nomer Naina namun kebodohanku bukan juga solusi, aku kira dengan menelpon Naina akan mengangkat namun ternyata tidak.
Aku memandang langit yang tiba-tiba gelap, aku merasakan sesak dan sudah jatuhlah air mataku, dibawah langit aku mengangkat kedua tangan, aku percayakan semua kepadaNya.
Akhirnya aku sampai di danau, langkahku kesana kemari tersandung pun tidak.aku perdulikan, mataku terbelalak saat tau Naina menangis tanpa henti, aku hanya terdiam dan terpaku.