Chereads / Suami Dadakan / Chapter 25 - Bunga

Chapter 25 - Bunga

Saat itu aku tau alasan dari Zaki, tapi aku juga semakin yakin bahwa Zaki memang sangat mencintai Naina. Hati kecilku mengatakan mereka akan segera berjodoh. Aku masuk ke kamar Naina, aku duduk disampingnya dan memberinya minum.

"Aku tidak papa Tih, jika kamu pergi dan berteman ke yang lain, sungguh, aku tidak mau ... Kamu bersahabat denganku, tapi membenciku, jadi ... Tidak papa kamu berhak memilih temanmu, memilih teman terbaikmu, teman yang akan memujimu tidak mengolokmu," ucapan Naina sangat halus dan lemas, aku memeluknya dengan rasa penuh penyesalan.

"Aku tidak akan mencari teman baru, karna hanya kamu yang tulus, Nai ... Maafkan qku yang khilaf karna ejekan, padahal yang ngejek belum tentu baik di penglihatanNya," ucapku dengan tangis pilu dan memeluknya.

Sangat singkat rasanya, gadis itu mulai mendekat kepada Allah, dia membaca sebuah buku peninggalan Ayahnya. Buku yang berjudul La Tahzan, jangan bersedih artinya.

Dari membaca dia menjadi sosok yang tegar, tangguh, dan tidak lagi cengeng. Suatu ketika saat aku mengerjakan PR di rumahnya, Kakaknya datang dalam kondisi mabuk berat dan membawa selingkuhannya. Naina mengambil ponsel dan segera menghubungi Kakak iparnya. Tidak lama pertengkaran pun terjadi. Saat itu aku melihat Naina histeris, ketika Kakaknya menamparnya dengan keras.

"Kasian Ayah Bunda Kak ... pasti mereka sangat sedih, jika tau Kakak begini," ucapnya pelan dengan suara yang menusuk hatiku mataku seketika menjatuhkan bulir bening, lalu dia tidak sadarkan diri.

Aku berusaha membangunkan Naina ditengah kebisingan pertengkaran dari Kakak dan Kakak iparnya. Bagaimana keluarga bisa seperti itu, sangat tragis, seperti tidak ada keberkahan dan ketenangan. Sungguh malangnya nasib Naina.

"Tolong keluar!!!" teriak ku sekuat tenaga, saat itu aku merasakan kepedihan dan kesedihan yang dirasa Naina, saat itu pula aku berusaha ada diposisi Naina. Aku keluar meminta pertolongan, heran ku selalu Zaki yang muncul. Aku males berhubungan dengan Zaki, tapi aku terpaksa karna jalanan sangat sepi.

"Kak Zaki ... Tolong!" teriakku. Zaki menghentikan motor.

"Kenapa bunuh diri lagi?" pertanyaannya membuatku sangat kesal, aku pergi saja masuk ke rumah dan tidak lama Zaki masuk ke rumah. Dia membopong Naina dengan sangat cepat segera berlari dan memanggil Taksi.

Sesampainya dirumah sakit, aku melihat pemuda itu sangat cemas, kepanikannya lebih dariku.

"Ada apa?" dia bertanya kepadaku yang berdiri didepan ruang periksa.

"Keluarga broken home, maklum Ayah,Ibu, Kakaknya yang baik dan sayang ke dia sudah pergi semua, dan tadi Kakaknya yang kejam malah selingkuh dirumahnya, Naina ditampar,"

"Apa!" teriaknya sambil mengepalkan tangan, aku melihat dia sangat geram,marah. "Bagaimana seorang Kakak bisa menyakiti Adiknya," ujarnya duduk lemas sambil memijat keningnya.

Dia sangat baik namun sangat sensitif pula sama orang yang berada, tahta dan harta. Dia akan menjadi lemah lembut ketika melihat wanita di sakiti. Mungkin karna trauma tentang Ibunya.

Setelah satu jam Naina membuka mata, melihat kesetiap sudut aku dan Zaki berada di depannya.

"Ya Allah ... Sampai memar begini keterlaluan," keluhnya setelah melihat pipi Naina yang bengkak.

"Aku tidak papa, sudah biasa, terima kasih kalian sudah membawaku kemari, Tih ... Rasanya aku ingin pergi dari rumah itu, walau itu peninggalan Kak Alfin tapi aku tidak nyaman, aku perlu menenangkan diri, bagaimana tidak kelakuan hewan telah terjadi didepan mata kita, aku dan kamu sama-sama menyaksikan itu semua, sangat memalukan melakukan itu didepan anak sekolah," jelasnya dengan suara lemah, aku memang merasa giris.

"Kak Zaki, apakah ada pekerjaan yang ringan untukku?" tanyanya kemudian.

"Aku bekerja ditoko bunga, sebagai pengantar bunga, biasanya ada acara yang membutuhkan bunga-bunga segar untuk wedding, aku malas jika berhubungan dengan orang berduit, makanya kalau kamu mau hadilah penata bunga, aku hanya sebagai ojeknya," jelas Zaki.

Aku bahagia, senyum sendiri, setelah dia mulai menunjukkan perhatiannya ke Naina.

Klik

"Kamu juga yang fokus sekolahnya masa aku mengoreksi soakmu nilainya C aduh ... Parrah," ujarnya meledekku.

"Ah, massa? Dia rajin kok, kalau aku berapa?" tanya Naina.

"Oi, pantes saja kalian itu nilainya sama, palingan saat belajar kalian ngomongin aku iya kan?"

"Nggak lucu."

"Lalu kenapa kamu setiap saat lewat depan rumah Naina, hayo ... Ngapain coba," aku meledeknya namun ledekanku membuat dia tertawa.

"Ha ha ha, kamu kira aku mengintip Naina, tidak mungkin, dia bukan type ku. Aku pengantar bunga, dan Tante Nia selalu pesan, tetangga kamu kan Nai?" tanya Zaki.

"Iya," jawab Naina.

Aku baru mendengar Zaki memanggil nama Nai dengan benar, biasanya Zaki selalu memanggil nama Nai dengan bocil, bro, coy, ya begitulah.

Jam berputar dan hari berganti, aku dan Naina mulai kerja kami malah asik cerita.

"Nai bagaimana pacaranmu lama tidak ada kabar kamu sih terlalu acuh, dia malah menjauhkan?" tanyaku sambil mengaduk pupuk organik dan tanah.

"Entahlah, putus atau nyambung terserah dia, lagian dia maunya mesra-mesraan dan aku sudah dari dulu sudah sering dinasehati dan di amanati, Bundaku bilang jangan mau pacaran lama kalau akhirnya putus, bukan dia yang rugi, kamu sebagai seorang gadis kamu harus berprinsip karna apa? Gadis itu sekali tersentuh dan terlanjur ternoda pasti akan ada jejaknya. Sedang pria tidak ada. Apalagi kalau terlanjur hamil duluan bisa gawat. Jangan sampailah tergoda yang begituan, tahan. Jangan takut tidak akan dapat jodoh karna tidak mau pacaran. Karna jodoh sudah ada yang mengatur pasti ada suatu saat nanti, jika gadis baik pasti jodohnya baik, yakin saja. Asal kamunya yang jangan ribet. Ribet karna kekurangan dari pria itu, ingat kamu juga punya kekurangan, tiada manusia yang sempurna, jika kamu selalu mencari yang sempurna, kamu akan kehilangan apa yang sudah kamu dapat. Jadi kangen ... Aku juga heran sebenarnya Ayah Bundaku itu orang baik, dermawan, tapi Anaknya ... Yang dua itu lo, MasyaAllah ... Kasihan sekali, Ayah dan Bundaku,"

"Makanya doakan," sahut Zaki sambil melempari kelopak bunga yang tidak lolos alias layu, ke Naina yang ada dibawah.

"Ih kabel nyahut, kalau sudah dilempari bunga seperti nikah yuk, inikan doa restu untuk pengantin di India," ceplos Naina.

"Nggak sudi,"

"Hallah ... Awas lo ... Malah jodoh nanti,biasanya kan benci jadi cinta," aku meledeknya.

"Aamiiin," ceplos Zaki. Aku dan Naina membulatkan mata saling menatap dan Zaki pergi.

"Ih tidak jelas banget sih tuh orang," gumam Naina sambil memasukkan bunga.

"Nai ... Yang sabar ya, aku akan ada untukmu, tenang saja sampai nyawa tercabut aku berjanji aku akan selalu menjadi teman sejatimu. Teman sejati yang tidak ada umpatan aku kemarin itu sangat menyesal maaf ya," ucapku sambil mencolekkan tanah ke pipinya.

"Ash ... Kotor," keluhnya tapi tertawa kecil, "Tih, bagaimana dengan kamu sendiri dan Tiyo?" tanyanya membahas Kakak kelas culun yang baru saja menembakku.

"Nasibku, di sukai sama cowok yang tidak keren, heh ... Tapi Kakaknya Zaki juga keren dia babyface, cute tapi tua umurnya ... Tapi aku malah kesem-sem,"

"Tih, kita capai cita-cita baru cinta, cinta itu pasti akan datang kok yang penting kita bisa berprinsip, dan optimis saja," ujarnya santai berdiri lalu menata pot.

Dia memang sangat manis dan cantik, tidak pantaslah hidup susah, tapi dia juga pekerja keras, dia sama sekali tidak manja, ya ... Mau bermanja dengan siapa, pengaduan kesedihannya ya kepada Sang Penguasa. Semoga dia bisa hidup bahagia setelah masalah yang dihadapinya, Aamiiin.