Chereads / Suami Dadakan / Chapter 26 - Sebuah Izin

Chapter 26 - Sebuah Izin

Hari begitu cepat berlalu Naina akhirnya mau di ajak kencan oleh Rama pacarnya. Dia selalu menceritakan keromantisan yang dibuat oleh Rama. Saat itu kami berada di toko seorang gadis seusia kami memberi bunga suruni, dia mendekat ke Zaki, aku melihat Zaki sangat malas.

Aku mengenal Zaki dia sangat malas jika berhadapan dengan gadis dari kalangan kaya. Setiap hari Cintya selalu datang ke toko ada banyak bunga yang di belinya, aku melihat Naina biasa saja tanpa ada respon kecemburuan.

Aku dan Naina membawa bunga mawar berwarna kuning, hitam, ungu bunga yang baru saja mekar dari kuncupnya, dan jelas sangat mahal.

Kami mendekat ke Zaki dan Cintya, Zaki sibuk memberi tau bagaimana cara merawat bunga, aku jongkok dan merapikan bunga yang berada di bawah, aku tidak tau apa yang terjadi dibelakangku, tapi Naina tersugkur menubrukku dan menghancurkan semua tanaman yang ada aku dan dia kesakitan namun lebih parahnya bos sampek marah melihat kondisi bunganya yang rusak.

"Plis dong hati-hati dan jaga baik-baik! Kamu tau tidak bunga ini baru saja datang dari luar Negri, kamu Naina gaji saya potong selama dua bulan," tegas bos, Naina hanya menangis tidak henti dia tidak membela diri.

Aku melihat expresi wajah yang sangat menyebalkan dari Cintya, aku curiga.

Setelah bekerja Naina hanya diam, aku datang mendekatinya.

"Nai sebenarnya tadi kamu kenapa?"

"Maaf ya Tih ... Kamu pasti kesakitan," ujarnya malah memikirkanku.

"Aku baik, tapi ... Kamu,"

"Sebenarnya tadi kaki Cintya sengaja menjegalku, tapi ... Karna dia langganan tetap aku memilih diam," itulah jawabannya dia memilih mengorbankan diri, dan aku hanya bisa memeluknya.

Hari berganti dengan mudah saat di Sekolah Rama memberikan coklat dan boneka kecil saat valentine, Naina menerimanya, malam harinya juga Rama datang kerumah mereka asik ngobrol didepan rumah, aku hanya sekedar obat nyamuk.

Keesokan harinya saat bekerja Zaki sudah ada dan bersama Cintya, kami merasa malas.

"Heh, kamu gadis cupu sini," panggilnya ke Naina, Naina menghampirinya.

"Tolong dong bantu ngaduk ini," titahnya kepada Naina, Naina menyibakkan kerudungnya kebelakang lalu ikut mengaduk popok kotoran kambing, aku merasa ada yang tidak beres, aku memilah bunga.

"Kak Ki ... Nanti setelah ini selesai mau ya makan bareng," ajak Cintya, Zaki mengangguk aku terkejut dan terus mengrutu, eh ternyata gadis itu pura-pura akan jatuh dan berpegangan ke Naina, Naina tersungkur dan wajahnya akan menimpa calon pupuk itu, dengan cepat Zaki menarik bahunya ke atas, alu sangat bersyukur Cintya gagal dalam rencananya.

"Maaf ya aku tidak sengaja," ucap Cintya.

"Tia aku tidak suka dengan kelakuanmu yang merendahkan Naina, aku sudah pernah bilang aku tidak akan berteman dengan orang kaya, sombong sepertimu, aku melakukan apa yang di suruh bundamu dan sudah aku kerjakan, sekarang aku minta kamu pergi," itulah perkataan dari pahlawan tidak berkuda, aku sangat suka melihat cara Zaki. Cintya marah dia sangat keras.

"Tia ... Ingat aku tidak takut jika kamu melapor ke bos, laporkan saja," imbuhnya, aku sangat suka. Cintya pergi dia mengulurkan tangan ke Naina, Naina menggapainya eh dia malah meraih bunga. Gemes banget melihat sikap jutek tapi perhatian.

Setelah perjalanan pulang aku selalu memuji Zaki. "Aduh ... Kak Zaki itu keren ya Nai, selalu bisa menjadi pahlawanmu, kenapa sih kamu harus pacaran sama Rama sedang Rama tidak pernah melindungimu."

"Tapikan Kak Rama juga baik," begitulah jawaban Naina yang selalu menguji cowoknya.

Aku merasa aneh dengan Naina beberapa hari dia selalu beretemu dengan Rama tidak bisa mengendalikan diri lagi, padahal awalnya hanya pacaran lewat chattan.

Malam hari hujan sangat lebat, aku dan Naina berada dikamarnya.

"Nai kamu berhijab tidak pantas lo pacaran, apa lagi sering banget bertemunya, maaf ya aku jujur, aku tidak melihat Naina yang aku kenal. Nai ... Kamu tidak marahkan saat aku nyaranin begini,"

"Aku tidak marah, tapi aku pacarannya hanya ngobrol kok, tidak ada yang lain, lagian Rama ingat batasannya kok," itulah bantahannya. Aku pun hanya pasrah kami mengerjakan tugas matematika.

Malam itu padahal hujan semakin deras namun Naina di telpon oleh Rama, aku pun pura-pura tidur.

"Nai ... Mau ya besok pergi ke danau aku mau ngasih sesuatu," ajak Rama fillingku sangat tidak nyaman, tapi bagaimana dalam hatiku teriak jangan mau. Tapi ya tetap dalam hati.

"Aku besok ada pekerjaan, maaf ya ... Aku tidak bisa," Naina menopak secara halus, aku yakin Naina pasti memikirkan apa yang aku sarankan.

Sebagai seorang teman aku tidak mau Naina terjerumus, walaupun aku tidak berhijab.

"Ayolah Nai sesekali ini saja lagian ada anak yatim kita ke panti asuhannya, aku tidak akan aneh-aneh, aku hanya ingin mengajakmu bersedekah dan bermain dengan anak-anak panti," itulah modus dari Rama aku sangat muak.