Chereads / Aku dan Mafia / Chapter 35 - Bulan Madu

Chapter 35 - Bulan Madu

Fatin membuka lemari dan memilih gaun yang akan dia kenakan. Demikian juga untuk suaminya. Dia belum pernah lihat suaminya memakai pakaian santai, kecuali baju tidur. Kali ini dia harus mengenakan pakaian santai. Maka dari itu, dia mencari kaos atau sejenisnya.tapi tidak ada. Baiklah, untuk saat ini biarkan dia pakai pakaian formal. Tidak kalau sudah menjadi suaminya. Dia akan mendandani sehingga Griffin terlihat lebih muda dan fresh.

Griffin keluar dari kamar mandi. Istrinya belum juga ganti baju, tapi masih mencari-cari baju. Griffin mengerutkan keningnya.

"Cari apa, hayo!" Griffin memeluk tubuh istrinya dari belakang.

"Baju kamu. Kenapa formal semua sih?" Fatin mendengus sedikit kesal.

"Lah, aku memang selalu pakai baju formal. Kalau tidak formal berarti baju tidur. Sudah itu saja." Fatin memutar bola matanya.

"Masa mau kepantai pakai jas?" Griffin tersenyum dan menggaruk belakang kepalanya.

"Ya sudah, kali ini tidak apa-apa. Tapi nanti kita mampir sebentar beli. Nggak maching lah. Kamu pakai formal aku pakai baju pantai." Griffin mencolek dagu istrinya. dia gemas sekali. Dari awal inilah yang membuat Griffin sangat suka. Cerewet dan tidak mau mengalah. Sungguh sangat aneh memang. Tapi, debar-debar itu muincul karena hal itu.

Mereka berganti baju. Setelah siap, maka Griffin menggandeng istrinya untuk turun ke tempat parkir. Sudah bertengger di sana Toni dengan dua body guard. Griffin membukakan pintu untuk sang istri. Dengan manja, Fatin memasuki mobil mewah itu.

Mereka melaju ke pangkalan. Kali ini tidak jadi naik pesawat, karena mereka juga sudah ketinggalan. Mereka akan naik heli untuk sampai ke Lombok. Siang itu, sudah terik terasa. Fatin dan Griffin membelah kota Jakarta untuk sampai ke pangkalan heli milik Griffin. Dengan mantap lelaki dewasa itu berjalan menggandeng istrinya dengan posesif. Jangan lupa kaca mata hitam membingkai matanya, agar tidak terkena radiasi sinar matahari.,

Mereka memasuki heli itu. Setelah memakai sabuk pengaman dan penutup telinga maka heli siap meluncur membawa mereka ke tempat impian.

"Aku takut." Fatin menggenggam tangan Griffin dengan erat. Sebagai laki-laki gentle, Griffin membalas genggaman Fatin, kemudian mengedipkan matanya tanda memberi tahu bahwa semua akan baik-baik saja. Fatin merasa percaya dan yakin pada suaminya tersebut. Mereka menuju angkasa melintasi laut, hutan serta kota. Fatin baru membuka matanya ketika pesawat kecil itu mulai terbang stabil.

"Coba lihat, Sayang. Ini begitu indah." Mendengar suara suaminya, Fatin melongok ke samping. Yang ada hanya putih dan kabut yang tipis beterbangan.

"Coba lihat ke bawah." Fatin dengan sedikit ragu melongok kesamping dan kebagian bawah. Dia merasa takjub melihat laut dari atas. Hamparan biru membuat pandangan matanya meneduh.

"Sangat indah, bukan?" Fatin menoleh dan tersenyum ke arah suaminya. Tidak memungkiri bahwa itu sangat cantik. Tapi tangannya sangat dingin karena sangat takut.

"Selama ada aku, jangan merasa takut." Griffin mencium kening istrinya. Para body guardnya hanya memalingkan wajah. Karena jika ketahuan melihat, maka Griffin akan marah pada mereka. Mereka terbang sudah dua jam mereka hampir sampai ke pulau yang dituju. Pilot mengarahkan pesawat untuk turun ke bawah. Fatin kembali berpegangan dan mencengkaram jemari Griffin karena ketakutan kembali lagi.

Griffin tersenyum karena kini istrinya tergantung padanya. Setidaknya, saat naik heli atau pesawat. Dia suka istrinya yang manja. Mereka sudah benar-benar mendarat sekarang. Terlihat sudah dari kejauhan laut biru menghampar. Fatin jalan pelan-pelan hingga sampai ke ujung pangkalan yang terdapat tralis pegangan. Dia memegang tralis tersebut, dan tidak henti-hentinya mengagumi pemandangan yang ada di depan mata.

"Kau menyukainya, Sayang?" Griffin memeluk tubuh istrinya dari belakang. Sesekali menghirup aroma wangi rambut istrinya. Rupanya, Fatin mulai terbiasa dengan Griffin yang selalu tiba-tiba memeluknya, walau di tempat umum. Dia tidak lagi mengomel.

"Kita mau ke mana? Mau di sini saja memandang laut dari sini? Atau turun dan bermain air?" Griffin memberi pilihan pada istri tercintanya, sambil menelusupkan wajah ke leher jenjang istrinya.

"Kamu ganti baju dulu." Fatin melepaskan diri dari pelukan lelakinya.

"Iya, mari ke kamar. Aku akan ganti baju dan menemanimu bermain air." Fatin mengangguk. Mereka saling melepaskan diri, namun masih tetap bergandengan dengan saling menggenggam tangan. Mereka menuju ke resort untuk berganti pakaian. Di sana, sudah di sambut oleh penjaga resort. Seorang wanita cantik dan lelaki tampan. Mereka membungkuk untuk menghormat kepada sang pemilik resort.

"Bagaimana Zio, apakah resort mulai bisa berkembang lagi?" tanya Griffin.

"Mulai sedikit demi sedikit, Tuan. Walau sangat terasa saat masa pandemi ini." Griffin mengangguk. Dia membawa istrinya untuk masuk ke kamarnya. Zio masih mengembangkan senyumnya. Griffin menjadi pribadi yang lebih ramah. Mungkin keajaiban terjadi padanya. Zio kembali berlalu setelah sang tuan masuk ke kamarnya.

"Mau istirahat dulu atau mau langsung main air?" tanya Griffin.

"Kalau istirashat dulu sebentar, bagaimana? Panas soalnya." Griffin mengangguk dan bergabung dengan istrinya yang tidur terlentang. Seperti biasa, dia mengecek sosial medianya. Dia ingin mengabadikan momentnya, kemudian mengunggah ke sosial media.

"Sayang, kunci sosial mediamu. Jangan sampai wartawan mengetahuinya. Itu sangat berbahaya untukmu." Fatin mengangguk. Dia tidak jadi mengunggah foto mereka berdua. Dia hanya menyimpan ke galeri saja. Seandinya dia menikah dengan orang biasa, mungkin saat ini sudah mejeng dengan suaminya di sosial media. Tapi sayangnya, itu tidak bisa dilakukan, karena suaminya pasti jadi sorotan media.

"Sayang, mau makan siang apa?" Hening ... Griffin masih berkutat dengan emailnya karena Ronald mengirimkan pesan untuk penandatanganan langsung.

"Sayang, aku tanya mau makan apa? Biar pesan sekalian. Atau mau turun saja?" Griffin mengerutkan keningnya karena sang istri tidak juga merespon. Dia menoleh ke arah istrinya. Memang benar-benar. Fatin sudah mendengkur halus, sambil memegang gawainya di tangan.

"Dasar pelor. Kalau nempel kasur mesti langsung molor saja." Griffin mengambil gawainya dan menscrol foto-foto yang sudah istrinya ambil. Dia memberi stiker pada wajahnya kemudian mengunggah ke sosial media istrinya. Griffin tahu, jika istrinya juga seperti anak muda jaman sekarang, yang maniak dengan posting di sosial media.

Saat diunggah, langsung dapat komentar banyak. Mereka mempertanyakan, siapa lelaki yang bersamanya. Griffin mengedit dan memberi caption , bulan madu setelah menikah. Sosial media Fatin banjir follower dan juga komentar. Griffin tersenyum. Biarkan saja, semua orang bertanya-tanya untuk saat ini. Akan ada waktunya nanti, untuk jumpa pers. Mengumumkan pernikahan mereka. Tapi tidak hari ini. Griffin memilih menutup kembali gawainya Fatin, kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya. Saat istrinya bangun, maka mereka akan segera turun dan makan siang. Sehabis makan siang, mungkin akan lebih baik bertempur di atas ranjang, saat siang hari, makin asik. Bercampur gairah dengan keringat, sehingga istrinya tersebut, terlihat lebih sexi, karena berbalut keringat birahi. Pikiran nakalnya berfantasi.