"Aku sesap sedikit." Nafas Griffin sudah tidak beraturan. Dia berjongkok untuk meraih area sensitif milik wanitanya. Dia menengadah dan menjulurkan lidah untuk menjangkau belahan yang basah dan berwarna merah muda itu.
"Bang, ahhhh ... aku ... auhhhfff ...." Fatin meloloskan lolongan manja nan nikmat di telinga Griffin. Sehingga Griffin makin bersemangat untuk menjamah istrinya. Griffin dnegan rakus mencium bibir istrinya dan melumat. Dengan berputar mereka menunu ranjang mereka. Entah bagaimana ceritanya, kini mereka sudah tak ada penghalang apapun. Kulit mereka saling bergesekan sehingga gairah semakin membuncah.
Ranjang itu mulai bergoyang mengikuti irama pergerakan mereka berdua. Griffin sedang mengabsen setiapinci tubuh sang istri dari ujung rambut hingga ujung kaki menggunakan indra penciumannya dan lidahnya. Fatin hanya mampu terpejam dan menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh suaminya. Desahan dan rintihan bersaut-sautan menggema hanga diruangn besar nan indah itu.
Hati mereka sudah terpaut satu sama lain. Tidak ada keterpaksaan antara mereka. Yang ada saling memberikan kenikmatan lagi dan lagi. Saling menuntut untuk memeberikan kepuasan. Jejak-jejak merah cinta sudah terstempel jelas. Bahwa tubuh sintal dan indah milik Fatin sekarang adalah milik Griffin yang akan dia jaga bahkan dengan nyawanya. Fatin menjelma menjadi nyonya miliyunder dalam sekejap saat ijab qobul itu mulai menggema disudut rumah sakit.
"Bagaimana, Sayang. Mau masuk sekarang kepala Junior. Kamu sudah siap?" Griffin meraba area sensitif milik Fatin. Senyumnya mengembang ketika wanitanya sudah basah dan itu berarti gairahnya sudah memuncak.
"Sakit seperti kemarin atau tidak?" Nafas berat Fatin terdengar sexi ditelinga Griffin. Terengah dan penuh sensasi.
"Aku jamin, hari ini akan semakin nikmat. Mungkin masih sakit sedikit karena Abang belum sepenuhnya menjebol gawangnya. Tapi setelah itu akan merasa nikmat. Kau akan ketagihan setelahnya." Fatin menutup wajahnya. Dia merasa bahagia dan malu secara bersamaan. Griffin merasa sangat bergairah melihat kelucuan wajah sang istri yang malu-malu akan penjelasannya.
"Abang tidak pakai helm? Nanti kalau ditilang bagaimana?" Fatin masih juga mengeluarkan kepolosannya. Griffin tidak mau dirinya merasa tidak mood, jadi dia membungkam mulut istrinya dengan menciumnya secara membabi buta. Fatin sudah terengah dan bergairah penuh nafsu. Demikian juga dengan Grifffin yang sudah penuh dengan rasa yang membuncah. Junior juga sudah dalam keadaan on maksimal. Sedikit demi sedikit dia mulai menyapa liang senggama milik istrinya.
Area merah muda yang mengandung unsur kenikmatan itu telah dilewati oleh Junior Burung Kutilang. Fatin masih juga meringis. Tapi kali ini walau sakit dia sudah lebih bisa menahan, sehingga Griffin telah memantapkan gerak Junior sampai ujung. Kali ini dia lebih lembut namun penuh tenaga. Peluh mulai membanjiri keduanya. Menetes dari dada Griffin sehingga mmebuatnya semakin sexi.
Fatin mencengkaram sprey saat Griffin bergoyang ala penari striptis. Dia mulai bisa menikmati pergulatan panas mereka. Fatin melolong dan merintih setelah mulutnya dilepaskan oleh Griffin. Tarian manja mulutnya lolos begitu saja sehingga Griffin semakin panas mel;iuk-liuk diatas tubuhnya, sehingga tubuh Gatin yang begitu kenyal dan sintal semua ikut bergoyang dan Griffin tertarik untuk sambil meremasnya.
Darah mereka berdesir demikian kuatnya. Tidak ada lagi yang dapat menggoyahkan cinta mereka. Griffin melepaskan bakal buah cintanya ke dalam liang cinta milik Fatin, hingga Fatin juga meluncurkan kenikmatan menyatukan desahan mereka menjadi sebuah janji yang mesra terpaut di dalam rahim Fatin.
Mereka terkulai bersama saat rasa nikmat sudah menemui puncaknya. "Sudah merasa lebih baik?" tanya Griffin.
"Jangan bertanya, aku malu." Griffin tersenyum kemudian membuka kedua tangan istrinya yang menutup kedua wajahnya. Dia mencium singkat kemudian terkulai lemah tubuhnya di samping istrinya. Dia mengangkat kepala istrinya dan menyusupkan lengannya sebagai bantal untuk kepala Fatin istrinya.
"Kau bahagia, Sayang. memberikan segalanya padaku?" Griffin menoleh kepada istrinya yang masih terengah-engah mengatur nafas karena pergolakan panas mereka.
"Apa harus diungkapkan? Abang tidak bisa merasakannya?" tanya Fatin. Dia bergerak untuk menindih dada bisang suaminya. Kini dia mulai luwes menyentuh suaminya dan bahkan tibud atau sekedar berbaring di dadanya tanpa ragu dan malu.
"Kata Pak Penghulu, sekali-kali harus saling bicara. Aku mencintaimu. Jadi jangan sembunyikan apapun dariku. Termasuk keindahan tubuhmu. Kau boleh menggodaku setiap waktu dengan busana yang sangat sexi." Fatin mencubit pinggang Griffin dengan lembut. Wajahnya memerah karena sangat malu. Suaminya ternyata begitu mesum. Lelaki kaku, dingin dan sedikit omong ternyata tidak berlaku didepannya.
"Tumben mendengarkan omongan orang lain?" Fatin mencibikkan bibirnya.
"Kalau dalam urusan bisnis aku senior. Tapi dalam pernikahan aku junior. Jadi harus mendengarkan nasehat orang lain." Fatin memukul pelan dada suaminya.
"Jadi terbang ke Lombok?" tanya Griffin.
"Jadilah. Aku pingin lihat pulau-pulau indah di sana." Fatin bangkit dari dada suaminya.
"Baiklah, ayo mandi!" Fatin membelalakkan matanya. Suaminya pasti minta lagi kalau mandi bareng. Fatin lari dahulu kemudian mengunci pintunya. Jika tidak, tentu akan masuk begitu saja. Melihat polah Fatin yang sepertinya mulai mengerti dirinya, Griffin tertawa sangat lepas. Dia bangkit kemudian mengambil kimono yang ada di dalam lemari. Dia menutup badan kekarnya dengan kimono mandi tersebut. Setelah itu, meraih gawainya. Dia membuka kunci layarnya, kemudian melihat-lihat destinasi wisata di sana.
"Kalian terbang dulu. Sterilkan lokasi. Aku tidak mau terjadi hal yang buruk dengan istriku!" Griffin memiliki banyak musuh. Jadi dia harus ekstra waspada. Dia harus memastikan lokasi aman. Oleh karena itu, dia menyuruh anak buahnya untuk mengawasi lokasi tempat mereka akn bebulan madu.
Suara gemericik air shower tersengar sampai ke telinga Griffin. Berarti istrinya mulai menyiram tubuh sexinya. Fatin mulai membersihkan tubuhnya yang penuh dengan bercak merah, stempel yang diberikan oleh suaminya. Fatin tersenyum sendiri. Pantas saja kadang mereka yang tidak punya iman rela menggadaikan keprawanaannya dengan gratis pada pria manapun. Karena bergumul di atas ranjang sangat terasa nikmat dan melayang.
Dia tersenyum sendiri mengingat dua kali pergulatan mereka yang begitu menggairahkan. Fatin membersihkan dirinya dari busa-busa itu, sehingga dirinya sudah bersih dan wangi.
"Sudah sekarang mandi, Bang. Nanti kita terlambat." Fatin memperingatkan suaminya.
"Kita naik heli saja kalau begitu. Aku ingin menikmati hari ini dan beberapa hari kedepan bersamamu. Jadi slow saja." Griffin menjawil dagu istrinya, kemudian berjalan melewatinya tanpa berpaling masuk ke dalam kamar mandi.
Fatin menggeleng-gelengkan kepalanya. Hanya seperti itu saja, terasa sangat manis di matanya. Fatin tersipu dan memegang wajahnya sendiri. Entah sudah berapakali Griffin membuat dirinya tersipu malu.
Fatin membuka lemari dan memilih gaun yang akan dia kenakan. Demikian juga untuk suaminya. Dia belum pernah lihat suaminya memakai pakaian santai, kecuali baju tidur. Kali ini dia harus mengenakan pakaian santai. Maka dari itu, dia mencari kaos atau sejenisnya.tapi tidak ada. Baiklah, untuk saat ini biarkan dia pakai pakaian formal. Tidak kalau sudah menjadi suaminya. Dia akan mendandani sehingga Griffin terlihat lebih muda dan fresh.