"Mau ke mana?" Fatin berbalik dan menjulurkan lidahnya. Griffin tertawa ngakak melihat calon istrinya yang menggodanya. Seandinya kakinya tidak sakit, dia pasti akan berlari mengejar Fatin dan memberikan pelajaran dengan ciuman yang mesra dan membuat Fatin berakhir di atas ranjangnya. Tapi sayangnya kakinya masih terlalu sakit untuk di bawa aktifitas.
"Tuan, mohon maaf. Ada nona Natasha di bawah." Griffin mengangguk. Setelah itu pelayan memanggil Fatin juga yang ada di kamar Nevan. Fatin keluar. Melihat Griffin yang sedikit susah dengan tongkat ditangan sebagai penyangga.
"Kenapa tidak pakai kursi roda saja, sih?" Griffin menoleh kemudian tersenyum. Mereka turun tangga yang terasa menjulang saat Griffin dengan kaki yang tidak sempurna seperti ini.
"Itu mereka." Leo menunjuk ke atas melihat Fatin dan Griffin mulai menuruni tangga.
"Ini mereka sang pengantin baru muncul." Nathan membantu Fatin memapah Griffin.
"Fitri, tolong bantu nona Fatin untuk ganti busana." Fatin tidak bilang apapun. Dia menurut saja. Mereka masuk ke kamar mandi tamu yang ada di sudut ruang tamu besar itu. Kebetulan pelayan selalu membuat kamar mandi itu kering. Jadi tidak masalah untuk berganti gaun yang menjulang dan menjuntai.
Fatin sudah kelar memakai satu gaun. Dia keluar dengan dibantu Fitri asistennya Natasha. Semua yang ada menganga. Tidak terkecuali dengan Griffin sendiri. Tapi dasar lelaki itu, maka dia tidak mengakui kekagumannya.
"Ganti yang lain!" Semua orang kaget dengan Griffin yang terlihat tidak suka dengan gaun yang dikenakan Fatin. Fatin menurut dan mengganti gaun yang lain. Dia masih sabar mengganti gaun yang berwarna merah muda. Dia keluar dengan anggunnya. Lagi-lagi Griffin menyuruhnya berganti meskipun dia sangat suka dengan gaunnya.
"Fin, kalau ini kamu tidak suka. Gue nyerah. Pernikahan lo tinggal besok tapi lo berulah. Ini gaun gue yang ke lima belas." Natasha memutar bola matanya. Sedangkan Fatin terlihat kelelahan. Dia keluar dari kamar mandi dengan keringat yang membanjiri dahinya, kemudian terkulai lemas. Fatin pingsan karena kelelahan. Seharian ini dia juga sangat sibuk.
"Salah lo. Dia kelelahan." Griffin tidak mempedulikan kakinya. Dia berlari dan mengangkat tubuh Fatin untuk ditidurkan di sofa.
"Sayang, bangun!" Nathan sebagai dokter maju untuk memeriksa nadinya.
"Tidak perlu khawatir. Dia hanya kelelahan. Kau tidak kira-kira ngerjain dia, Fin." Griffin menoleh ke arah Nathan.
"Aku tidak ngerjain, Than. Aku suka semua gaunnya. Makanya aku ingin lihat dia memakainya." Griffin terlihat menyesal melakukannya.
"Tapi tidak begitu caranya. Dia calon istri lo. Sudah biarkan dia tidur." Griffin duduk dengan kepala Fatin ada di pahanya sebelah kanan karena paha sebelah kiri masih sakit.
"Paha lo habis ini aku cek. Kamu lari jangan-jangan jahitannya lepas lagi." Mereka semua menyalahkan Griffin yang memang suka seenaknya.
"Gue suka semuanya, Sha. Lo besok bawa satu untuk akad yang lain biar di rumah untuk pesta. Jangan pernah coba buat duplikatnya. Itu hanya satu didunia dan hanya punya istri gue." Natasha memutar bola matanya.
"Iya, bawel." Pelayan Griffin menyingkirkan baju-baju itu ke ruang khusus satu ruangan memang khusus baju-baju Griffin dan istrinya. Tapi bukan Helia. Sejak pertama ketemu Fatin sudah dirancang ada kamar khusus baju-baju milik mereka.
"Besok jam berapa?" tanya Leo.
"Sore sepertinya. Karena paginya biar kakek Bagyo membuka toko sebentar. Soalnya ini dadakan mereka biar bisa datang. Kalau mereka tidak datang kasihan Fatin." Griffin membelai helain rambut Fatin.
"Ya sudah. Gue nginep sini,ya? Pulang ke apartemen agak jauh soalnya." Leo nyengir.
"Itu mah maunya lo!" Nathan melempar Leo dengan bantal sofa. Sedang mereka bercanda datanglah Daanubrata dan Alicia, dibelakangnya Gio dan Clara.
"Persiapan bagaimana, Fin?" Danubrata memicingkan mata melihat Fatin mengenakan gaun pengantin tapi tertidur di pangkuan putranya.
"Kenapa calon istrimu, Fin?" Alicia bertanya kemudian memegang dahi Fatin yang berkeringat.
"Dia pingsan." Griffin dengan enteng mengatakannya.
"Kok bisa?" tanya Danubrata.
"Tau tuh, anak tante. Fatin suruh nyobain baju pengantin sampai lima belas. Kelelahan pingsan deh." Natasha menyalahkan Griffin kembali.
"Ya mana aku tahu, Sha." Griffin membela diri.
"Sudah, sudah. Bagaimana persiapannya kalian?" tanya Danubrata.
"Sudah, Pa. Besok tinggal menjalankan saja. Besok acaranya sore, Pa." Danubrata manggut-manggut. Fatin yang terpejam karena kelelahan tiba-tiba sedikit bergerak. Dia membuka matanya perlahan-lahan. Fatin kebingungan saat berada di pangkuan Griffin.
"Aku kenapa? Abang, pahamu 'kan sedang sakit?" Fatin bangkit dan memegang kepalanya.
"Tenang, Sayang. Kamu tidur di paha kananku. Yang sakit sebelah kiri." Fatin melihat masih mengenakan baju pengantin, dia bangkit.
"Mau kemana?" tanya Griffin sambil memegang pergelangan tangannya.
"Mau ganti baju." Griffin mengangguk. Fitri asisten Natasha mengikuti Fatin untuk membantunya.
"Nona, saya bantu ganti baju." Fatin mengangguk karena memang tidak mungkin melepasnya sendiri. Resletingnya berada di belakang dan panjang. Jadi membutuhkan orang lain untuk melepaskannya.
Fatin sudah berganti pakaian biasa. Fitri membawa baju itu untuk di gantung di ruang khusus yang sudah dipersiapkan oleh Griffin. Fatin duduk di samping Griffin. Mereka yang hadir semua berbincang tentang bagaimana besok berlangsung, terutama bagaimana merayakannya.
"Apa tidak sebaiknya juga kita sekalian resepsi, Fin? Perkenalan dengan media dan juga rekan-rekan bisnis?" tanya Danubrata.
"Tidak, Pa. Belum saatnya. Aku tidak mau orang-orang menganggap rendah istriku. Mereka tidak tahu sebenarnya. Kasihan kalau Fatin jadi tidak bisa bebas kemana-mana karena ketahuan dia istriku." Griffin menggenggam tangan Fatin dan menciumnya. Jangan bertanya bagaimana perasaan Griffin dan Fatin keduanya terlihat bahagia. Mereka saling memandang. Griffin menyibakkan rambut Fatin yang menutupi telinganya kemudian menjepitkan ke atas telinga wanitanya itu. Fatin malu-malu dan menunduk.
"Jangan gangguin menantu mama, Fin." Alicia memperingatkan Griffin karena wajah Fatin sudah bersemu mereh.
"Tuan, Makan malam sudah siap." Seorang pelayan memberi tahu.
"Mari kita makan malam." Griffin mencoba tidak pakai tongkat. Hanya dibantu Fatin saja. walau sedikit nyeri tapi tidak masalah.
"Sakitkah?" Fatin ikut merasa ngilu melihat Griffin sedikit meringis karena nyeri mulai merasuk.
"Sedikit. Melihat senyummu setiap hari pasti aku langsung sembuh." Fatin menepuk lengan Griffin karena merasa malu.
"Kita jadi menonton mereka saja." Nathan dan Leo tertawa di belakang. Sedangkan Alicia dan Danubrata saling menatap karena tidak percaya bahwa putra mereka yang super duper beku dan dingin bisa sebucin itu dengan seorang Fatin hanya gadis biasa perangkai bunga. Gadis itu seakan menjadi seorang malaikat untuk putranya.
"Duduklah, Sayang." Lagi-lagi mereka terhenyak. Bahwa Griffin bisa seromantis itu.
Danubrata dan Gio tidak kalah juga melakukan hal yang sama.
"Kalian ini tidak berperikemanusiaan. Kami yang jomblo jadi pingin juga lihat kalian. Ck." Leo berseloroh sehingga semua tertawa. Fatin dan Griffin saling memandang. Seandainya dapat.ingin rasanya membekukan momen seperti ini. Kebahagiaan tanpa adanya kesedihan diantara mereka.
"Wueh, diterusin lagi." Leo menggebrak meja sehingga semua kaget. Termasuk Griffin dan Fatin yang hampir saja berciuman.