"Apa kau suka berantakan seperti ini kalau makan?" tanya Griffin. Dia membantu Fatin mengelap bekas saus yang jatuh di bajunya. Aroma maskulin menyeruak di indra penciuman Fatin. Rasanya begitu menenangkan. Aroma itu membuat otaknya bekerja nyaman seakan tengah dekat dengan seorang yang sanggup melindunginya. Fatin memejamkan matanya merasakan keharuman itu memenuhi seluruh indra penciumannya.
Mereka sangat dekat. Setelah Griffin selesai membersihkan sisa saus di baju Fatin, ketika akan bengkit mata mereka saling bertemu. Fatin mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Sepertinya, Dinda memang benar. Lelaki ini super ganteng. Ah, tapi nyebelin. Ya Tuhan, jangan biarkan hatiku memilihnya. Buang jauh-jauh rasa kagum ini." Batin Fatin meronta mencoba menghengkangkan pikiran baik tentang Griffin di dalam hatinya.
"Kenap, Nona? Apa kau merasakan bahwa aku sangat tampan? Aku memang tampan, Nona. Siapa pun mengakui itu." Fatin mendorong tubuh Griffin. Baru saja dia merasa kagum dengannya. Kini sudah berubah menjadi spesies yang menyebalkan. Fatin memutar bola matanya lelah.
"Dengar! Kau mengacaukan selera makanku. Aku berbeda dengan wanita-wanita itu. Aku tidak tahu, apanya yang dikagumi darimu. Pria super menyebalkan. Dan mungkin saja, kau tidak cukup memuaskan sehingga ...." Fatin menutup mulutnya sendiri.
"Mati gue, dia mulai marah. Lihat mata harimaunya. Dih ... kenapa ini mulut nerocos seperti mercon renteng, tidak ada berhentinya." Fatin membatin, sambil memejamkan matanya karena takut melihat Griffin yang marah.
"Kenapa? Aku kurang memuaskan? Apa kau mau mencobanya?" Griffin bangkit dan mendekat ke arah Fatin, mengungkung dirinya dengan kedua kakinya. Dia dududk di meja depan Fatin, dan tubuh Fatin berada di antara kaki kekarnya.
"Mati gue! Aduh!Gue takut banget. Mana ini diruangannya dan kedap suara. Aku mau berteriak juga percuma." Bati Fatin terus meronta sambil memejamkan matanya. Sedangkan Griffin tersenyum bahkan ingin tertawa melihat Fatin yang ketakutan. Dia sekalian ingin balik memberi pelajaran pada wanita itu.
"Kau mau mulai dari mana, Sayang agar aku taku bahwa aku bisa memuaskanmu? Mulai dari bibir atau dadamu?" Fatin sontak membelalakkan matanya.
"Kau mau apa? Ja-jangan macam-macam!" Fatin menggertak. Tapi dia merasa sangat takut.
"Menurutmu? Kalau seorang lagi-laki ingin membuktikan pada kekasihnya bahwa dia jantan dan memuaskan, dia akan melakukan apa?" Fatin mencoba mendorong Griffin, tapi tentu tidak bisa, karena tenaga Griffin begitu kuat.
"Kau tidak bisa menarik kata-katamu, Sayang. kau sendiri yang mengundangku untuk membuktikan seberapa jantannya aku." Fatin akan bangkit akan tetapi malah terjatuh terlentang di sofa warna hitam itu, sepertinya warna paling dominan yang disukai oleh Griffin. Dia seperti memasrahkan diri.
"Sialah! Hancur sudah Ya Tuhan tolong aku!" Fatin sangat ketakutan. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tangannya bahkan sudah gemetar dengan keringat dingin yang keluar dari sekujur tubuhnya.
"Kemana kegaranganmu yang biasa kau tunjukkan, hem? Aku suka wanita yang liar diatas ranjang." Griffin sengaja menggoda Fatin dengan kata-kata itu. Fatin sudah tidak tahan lagi, dia menangis mengeluarkan air bening di sudut matanya. Dia sudah putus asa. Dia berdoa tanpa putus di dalam hatinya. Jika Griffin akan memperkosanya, maka semoga Tuhan mengampuninya, tapi jika Tuhan masih sayang padanya, dia memohon untuk dikirimkan dewa penyelamat untuk menyelamatkan harga dirinya.
Melihat Fatin yang menangis, Griffin mengusap air matanya dengan jempolnya, kemudian berkata, "apa kau pikir aku serendah itu, Fatin? Aku lelaki terhormat. Aku akan melakukannya ketika wanita itu mengijinkannya." Griffin bangkit dari sofa tersebut. Sesungguhnya, lelaki itu sudah bergairah. Namun tentu tidak mungkin dia melakukannya. Atau Fatin akan membencinya seumur hidupnya.
"Bangkitlah! Habiskan sarapanmu. Setelah itu au antar pulang ke Floris. Aku akan ada rapat jam sembilan. Besok akan ada sopir perempuan yang akan antar jemput kamu. Aku tidak suka kamu banyak bercanda dengan lelaki lain, termasuk Toni." Fatin mengedip-ngedipkan matanya. Dia tidak percaya dengan lelaki itu, bahwa dewa penyelamatnya bahkan Griffin sendiri.
Fatin melanjutkan makannya. Sedangkan Griffin tidak tahu kemana. Sepertinya dia akan mandi dan menenangkan si jantan miliknya. Dia mengguyur tubuhnya diabawah shower yang dingin.
"Sialan! Hal paling menyakitkan ketika harus menahan hasrat pada wanita yang kau inginkan. Kenapa dia bisa begitu menggairahkan? Aku tidak dapat mengendalikan diri jika tiap hari harus begini. Kenapa kamu tidak sabaran? Tunggu sampai dia takluk!" Griffin mengatakannya sambil menikmati air shower yang memberikan nuansa dingin pada tubuhnya.
Griffin sudah selesai mandi. Dia keluar hanya dengan mengenakan handuk saja yang dililitkan di pinggangnya menutupi tubuh bagian bawahnya. Sedangkan dadanya bertelanjang bulat dengan air bekas mandi dari rambutnya yang menetes mengaliri dada dan punggungnya. Fatin tanpa sengaja melihatnya, sehingga dia menjerit dan menutup wajahnya karena melihat lelaki itu tidak mengenakan baju.
"Anda bagaimana? Seenak-enaknya saja tidak pakai baju di depan wanita." Fatin masih menutup wajahnya. Dia mengomel karena keadaan Griffin yang demikian. Griffin tidak menghiraukannya. Dia bahkan tanpa sungkan melepas handuknya dan berpakaian di depan fatin, walau posisinya agak jauh dari dia. Griffin memang snegaja, agar wanita itu tertarik padanya.
Fatin masih menutup mata, walau Griffin sudah selesai berpakaian, sehingga Griffin mendekatinya dan membuka tangan Fatin yang menempel di wajahnya.
"Sudah selesai, Sayang. atau sebenarnya kau tidak ingin aku memakai baju?" Fatin membuka matanya pelan-pelan. Lelaki itu sudah ada di depan matanya. Fatin menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bisa bantu aku keringkan rambut?" tanya Griffin.
"Ogah! Keringkan saja sendiri!" Griffin tersenyum. Dia tidak kalah akal.
"Baik, aku jamain kamu tidak akan dapat pulang, jika kamu tidak membantuku mengeringkan rambutmu." Griffin beranjak dari sana, kemudian bermaksud meninggalkan Fatin.
"Iya, iya, bawa kemari handukmu. Aku bantu keringkan." Fatin melakukannya dengan hati-hati. Ini pertama kalinya bagi Fatin sedekat ini dengan seorang lelaki. bahkan dia tidak tahu di mana ayahnya, siapa ayahnya yang seharusnya menjadi cinta pertama seorng anak perempuan. Griffin menutup matanya merasakan pijatan hangat dari Fatin yang mengeringkan rambutnya. Dia menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh perempuan itu.
"Sudah!" Fatin mengangkat handuk dari kepala lelaki itu dan Griffin bangkit lalu tersenyum pasanya. Fatin memutar bola matanya sangat malas.sepertinya lelaki itu memang balas dendam akan memperbudaknya. Dia merasa sangat marah tapi tidak tahu harus bagaimana lepas dari lelaki itu. Lama-lama dekat dengannya bisa terjadi serangan jantung bahkan stroke. Sepertinya, jantungnya sudah tidak normal karena berdetak sangat kuat. Griffin mengambil handuk dari tangan Fatin, hingga Fatin tidak merasakannya karena dalam pikirannya banyak yang dia pikirkan.
Griffin dengan jantan dan terlihat macho menyisir rambutnya ke belakang. Setelah itu dia berjalan keluar dari ruangan itu. Fatin mengerutkan keningnya. "Mau kemana dia? Katanya mau mengantarku? Ih ...."
Pintu kantor itu dibuka kembali." Ayo! Jadi pulang tidak?" Griffin berkata.
Fatin memutar bola matanya. Mengapa lelaki itu susah dipahami kemauannya. Rasanya dia ingin marah dan mengumpat. Fatin bangkit dan mengikuti Griffin dari belakang tangannya mengepal seperti akan meninju Griffin yang selalu membuatnya dongkol.