"Dasar bawel. Tinggal tidur, masih aja bawel." Griffin tersenyum dan melajukan kendaraannya. Seperti biasa, Fatin kalau tidur seperti orang mati.mau goncangan apapun tidak merasakan.
Griffin melajukan mobilnya agak kencang agar bisa sampai di rumah Fatin lebih cepat. Dia memberhentikan mobilnya saat sudah sampai di depan rumah Fatin. Dia kemudian memencet bel agar dibukakan pintu oleh ibunya Fatin. Namun, sepertinya ibunya Fatin tidak mendengarnya atau tidak mengetahuinya. Untung saja, pintu pagar pendek jadi dia bisa melompat masuk ke rumah itu. Rumah itu tidak gelap, berarti ibunya Fatin ada di rumah.
Griffin tahu, bahwa ibunya Fatin sedang sakit. Maka dari itu, dia khawatir. Griffin tengak-tengok untuk memecahkan jendela, karena rumah dalam keadaan terkunci. Maka, dia menemukan cara dengan memecahkannya dengan kursi, kebetulan diluar ada kursi. Byar ... bunyi suara pecahan kaca terdengar. Maka Griffin masuk melewati jendela yang sudah dia pecahkan itu. Dia melihat ibunya Fatin sudah etrgeletak di lantai. Maka dari itu, dia cepat membuka pintu dan mengangkat tubuh ibunya Fatin untuk di bawa ke rumah sakit.
Setelah tubuh itu berada di jok belakang, maka Griffin menutup kembali pagar dan menguncinya. "Aduh, lupa. Belum mengunci pintu depan." Griffin mengunci pintu depan dulu, setelah itu meloncat lagi keluar dari pagar itu.
Griffin kemudian masuk ke ruang kemudi. Sampai sejauh ini, Fatin tidak terbangun. Hingga mobil melaju lagi menuju rumah sakit. Griffin meninggalkan Fatin di dalam mobil. Kemudian memilih membopong ibunya Fatin untuk ditangani dokter dulu.
"Dok, tolong!" Griffin berteriak meminta tolong, hingga susuter membawa barak untuk meminta tubuh wanita paruh baya itu ditidurkan diatas barak. Suster tersebut mendorong barak itu, dan Griffin menyusul Fatin ke mobil. Griffin membopong Fatin untuk di bawa ke lobi rumah sakit. Dia mendudukkan tubuh Fatin di kursi. Sampai seperti itu juga dia belum juga bangun. Karena ini sudah terjadi berkali-kali, Griffin tidak kaget lagi. Dia membiarkan saja kekasih pujaan hatinya itu untuk tidur.
Tidak lama kemudian, datanglah Ronald ke rumah sakit. "Ada apa?" tanya Griffin melihat sosok Ronald menyusulnya. Dia memang lupa bawa gawainya. Ronald hanya mengikuti GPS yang ada di mobil Griffin, bisa tahu dia di sini.
"Tuan Bos, markas kita di Kalimantan di serang. Sepertinya Red Devil mengejar kita sampai ke Indonesia." Griffin menoleh ke arah Fatin yang tertidur pulas. Griffin belum pernah merasa bimbang dalam melakukan apapun, seeprti saat ini. dia menghempaskan nafasnya, setelah itu memejamkan matanya.
"Panggil Toni. Katakan, jaga Fatin dan beri tahu dia, jangan menggoda kekasihkudan rahasiakan penyakit ibunya. Itu pinta ibunya."
"Kenapa harus dirahasiakan, Tuan Bos?" Ronald penasaran sehingga bertanya.
"Laksanakan, belum terima pertanyaan dan penjelasan." Ronald menggaruk kepalanya dan menghubungi Toni. Sedangkan Griffin sudah lebih dulu masuk ke mobil. Dia masih mengenakan paiama dan memakai jas anti pelurunya. Tidak lama, Toni datang, dan Ronald terlihat bicara padanya.mungkin menyampaikan apa yang bosnya perintahkan. Setelah itu, Ronald sedikit berlari untuk sampai ke parkiran menjangkau Griffin dan mobil berada. Dia langsung membuka pintu kemudi dan mengemudi dengan cepat untuk sampai ke pangkalan.
"Silakan, Bos!" Mereka menaiki helikopter untuk sampai ke tempat tujuan. Saat mereka mendarat di lokasi yang lumayan agak jauh dari markas, perang masih bergejolak. Terjadi pertarungan sengit antara pasukan Griffin dan juga Red Devil. Dalam dunia persenjataan pasukan Red Devil dan pasukan Griffin bernama Predator, memang tiada tanding. Kedua pasukan itu setara dengan pasukan khusus tentara . Mereka sudah terlatih dalam keadaan apapun.
Serentetan tembakan tidak juga berhenti dari kedua belah pihak. "Saya akan mengoyak jantung pertahanan mereka. Kalau saya selamat, segera pulang. kalau saya mati, beri tahu calon istriku untuk tetap ,mengasuh anakku dan semua hartaku milik dia." Griffin berpesan seperti itu, karena memang yang dihadapi bukan lawan biasa.
Griffin maju ke jantung pertahanan mereka dengan sesekali berguling untuk menghindari peluru. Dia mengendap-ngendap hingga akhirnya dapat sampai ke pasukan inti mereka. Pola serangan Red Devil tidak pernah berubah. Jadi Griffin mudah membacanya. Dia berhadapan dengan pimpinan pasukan.
"Bagus! Kau datang mengantarkan nyawa! Dasar Predator bajingan!" Oscar mengarahkan senjata ke arah Griffin. Griffin santai saja. Dia berjalan maju ke arah Oscar. Oscar menarik pelatuk dan menembakkan senjata itu ke arah Griffin. Lelaki gagah itu menghindar dan peluru hanya menemui ruang hampa. Griffin maju dan menendang tangan Oscar, sehingga senjata lepas dari tangannya.
Mereka berduel satu lawan satu diantara desingan peluru yang banjir tak terkendali. "Oscar, kau tahu. Kau sangat jahanam. Kenapa aku ingin menghabisi kalian dan menenggelamkan kalian? Kalian banci! Kalian hanya memikirkan perut saja. kalian jual narkoba tanpa peduli akibatnya. Kalau kalian hanya jual senjata sepertiku, aku tidak akan pernah mengusik kalian. Tapi aku tidak akan diam pada mafia narkoba." Griffin sudah bisa mencekal tangan Oscar.
Tapi rupanya Oscar belum menyerah. Dia hempaskan tubuh Griffin sehingga tubuh tinggi semmapai itu terbanting ke tanah. "Kau jangan mimpi menghancurkanku. Bahkan Tuhan pun tidak akan kuasa menghancurkanku. Kami mati, akan tumbuh sejuta Red Devil di dunia ini."
Griffin melancarkan tendangan lewat bawah. Dia bertubi-tubi menjagal Oscar. Hingga lelaki itu terbanting dengan posisi terlentang, dan Griffin menjepit kakinya. "Jangan sombong dan jangan takabur. Aku memang bukan orang berketuhanan. Tapi kekutan Tuhan itu nyata dan ada. Haappp." Oscar akan Bangkit, tapi Griffin menimpanya dengan tubuhnya mirip seperti acara TV Smack down. Darah menyembur dari mulutnya. Darah segar yang berbau anyir. Oscar sedikit lemah. Matanya kunang-kunang. Namun dia masih sadar dan melihat pistol.
Griffin sudah melepaskannya karena musuhnya sudah tidak berdaya. Akan tetapi, tentu saja Oscar tidak menyerah. Dia tiarap mengambil pistol itu. Pergerakan Oscar dapat didengar oleh Griffin, sehingga lelaki itu waspada dan kembali menyerang Oscar dengan mematahkan pergelangan tangannya. Tidak puas dengan satu tangan, tangan kanannya juga dia patahkan.
"Dengar! Aku tidak bodoh! Ini pelajaran untukmu. Jangan berurusan denganku. Aku biarkan kali ini kau hidup. Tidak untuk lain kali." Rupanya, Griffin sedikit lengah. Suara tembakan tidak dia prediksi saat dia bangun, peluru menembus paha kirinya bagian belakang. Dia terkapar. Ronal melihatnya dan menembak seseorang yang telah berani-beraninya menembak tuan bosnya, tepat di kepala, sehingga seseorang itu langsung mati di tempat. Oscar sendiri sudah terkapar tak sadarkan diri.
"Auhhfff ...." Griffin mengaduh. Darah mengucur deras. Seseorang tersebut menembaknya dipembuluh darah besar, sehingga darah tidak juga berhenti. Ronald menyobek bajunya untuk mengikat kaki Griffin tersebut. Terlihat sudah genjatan senjata. Tidak lagi ada bunyi rentetan peluru. Terlihat mayat-mayat berserakan beberapa orang dari kedua belah pihak terkapar.
"Kalian urus orang-orang kita yang masih hidup. Kuburkan yang sudah mati. Kirimkan ke Red Devil, pasukan mereka yang sudah tewas. Griffin masih memikirkan kebaikan disela sakitnya. Mungkin dia memang orang baik. Hanya saja, terjebak dalam kubangan yang dia sendiri tidak bisa naik dari sana.
Kepala Griffin mulai berdenyut. Untung saja, Ronald sudah menjangkau heli. Mereka terbang dan menuju ke rumah sakit terdekat. Lama-kelamaan kesadaran Griffin sirna karena kehabisan banyak darah.
"Cepat! Tuan Bos sudah pingsan." Sang pilot melajukan heli lebih cepat. Akhirnya mereka sampai di pangkalan. Griffin langsung dibawa ke ruang perawatan di pangkalan itu untuk mendapatkan pertolongan pertama.