Fatin memiliki cara untuk ngerjain Griffin. Lelaki itu paling tidak bisa makan pedas. Maka, dia memberikan cabai didalam nasinya. Tidak banyak, hanya tiga saja. Dia mengambil cabai utuh yang ada di masakan tahu kecap, karena memang Fatin suka tahu kecap dan minta dimasakan tahu kecap. Fatin tersenyum jahat kearah Griffin.
"Terima kasih, Sayang." Griffin tersenyum sangat manis. Mungkin dia merasa menang telah menaklukan Fatin lewat putranya.
"Nevan mau mama ambilkan? Mau makan sama apa?" tanya Fatin.
"Hmmm, ayam kecap, tapi tidak pakai cabainya ya, Ma. Pakai tahu juga boleh." Nevan memberikan piringnya. Rupanya Nevan sudah tahu akal bulus Fatin. Fatin juga mengedipkan matanya satu memberi tanda pada Nevan. Fatin dengan senyum menawan dan mengambilkan yang Nevan mau. Dia memberikan kepada Nevan, kemudian mengambil punyanya sendiri.
"Satu, dua, ti ...." Fatin melirik dan menghitung dalam hati.
"Hufff hah ... pedas! Air, air. Air putih." Griffin mencari air putih.sedangkan Fatin menutup mulutnya ingin tertawa melihat Griffin meronta meminta air.
"Bawa kemari jusnya. Minum jus ini. makan itu konsentrasi, mengapa tidak suka cabai makan cabai?" Fatin setengah tertawa melihat Griffin yang kepedesan.
"Dengar, Sayang. Kamu harus dapat hukuman karena telah mgerjain aku." Fatin tertawa malah mendengar keluhan dari Griffin. Akan tetapi, Griffin sudah lebih hati-hati. Jangan sampai makan ranjau yang dipasang oleh Fatin lagi.
Mereka sudah selesai makan malam.Fatin mengajak Nevan untuk masuk ke kamarnya. Di kamar Nevan banyak terdapat buku-buku cerita. Maka, Nevan mengambil satu buku cerita dan memberikannya pada Fatin. Bagaimanapun, Nevan adalah seorang anak-anak. Tentu saja, dia masih ingin dan suka dibacakan cerita.
"Baik, ini cerita tentang kancil dan buaya. Pernah dengar?" tanya Fatin.
"Memang kancil bisa bicara, Ma?" tanya Nevan dengan polosnya.
"Jika sesama binatang, tentu bisa." Nevan terlihat berfikir. Tapi mengapa dia tidak tahu jika sang binatang itu bicara?
"Sekarang, dengarkan ya? Mama akan mulai cerita. Pada zaman dahulu ...." Fatin menceritakan cerita yang sudah melegenda itu. Tanpa baca buku pun dia sudah hafal cerita kancil dan buaya. Nevan mengagumi wanita yang bukan mamanya, tapi seperti mamanya itu. Bahkan dirinya yang orang lain lebih sayang pada Nevan dari pada mamanya. Mamanya hanya bisa marah jika dirinya meminta diceritakan.tapi, tidak demikian dengan mama pura-puranya itu. Tidak sengaja Fatin juga tertidur.
Griffin masuk ke ruangan itu, melihat Fatin terlelap sambil memegang buku yang sudah terlepas dari tangannya. Griffin mengambil buku itu yang sudah berada di dada Fatin. Dia menyibakkan rambut yang menutupi pipi mulusnya.
"Kamu jangan bertanya, mengapa harus kamu. Sekian lama aku berusaha mencintai Helia, tapi tidak bisa. Bahkan pernikahan ini hanya kamuflase belaka. Seandainya bukan karena Nevan, dia sudah kulempar ke jalanan. Aku sudah mencari, sebenarnya siapa kamu dan hubunganmu dengan helia. Tapi nihil, Fatin. Kau sangat mirip, dan tak satupun dapat dibedakan dari kalian. Hanya pakaian saja yang berbeda." Griffin mencium kening Fatin. Lelaki itu sungguh menginginkan wanita didepannya itu. Dengan melihatnya tertidur pulas begitu, bahkan dia merasa terangsang.
"Kapan kau akan menerimaku? Aku tersiksa. Burung kutilang dalam celanaku selalu berkicau manakala melihatmu. Bibirku juga terasa ngilu ingin menciumu. Kapan kau akan luiluh?" Griffin merasa sedikit frustasi. Dia tidak membangunkannya. Dia memilih untuk berbaring di tepian memeluknya. Mereka tidur bertiga. Terlihat seperti keluarga bahagia.
Fatin merasa sudah bergerak. Dia terjaga hampir ditengah malam. Rasanya, kandung kemihnya penuh. Dia ingin pergi ke kamar mandi. Tangan yang memeluknya, terasa kekar dan sepertinya dia mengenal tangan itu. Aroma maskulin itu juga dia kenal. Dia adalah .... "Griffin!" Fatin berteriak, sehingga Griffin terjaga juga.
"Ada apa, Ma?" tanya Nevan.
"Diam, dan pura-pura kalau tidak mau aku ...."
"Iya, iya ...." Mereka saling berbisik.
"Tidak apa-apa, Sayang. Nevan tidur lagi, ya?" Fatin mengelus kepala Nevan hingga dia tertidur lagi.
"Lepasin, Gue! Mau ke kamar mandi!" Fatin menyingkirkan lengan Griffin dan langsung loncat menuju kamar mandi. Dia masih ngos-ngosan. Dadanya terasa berdetak lebih kencang.
"Ya, Tuhan! Apa aku sakit? Setiap dekat dengannya selalu berdebar-debar, sama kayak minum obat sakit kepala dua tablet." Fatin sudah selesai buang air. Dia membersihkan wajahnya, kemudian keluar dari kamar mandi.
"Bos, aku pulang sekarang, ya? Karena Divia sudah pulang, boleh tidak aku minta antar Toni?" Griffin membulatkan matanya. Dia bangkit kemudian pergi masuk ke ruang depan kamar Nevan, berarti itu adalah kamar Griffin yang pernah ditiduri oleh fatin saat dulu pingsan.
"Ayo! Katanya mau pulang? Kamu jangan keganjenan minta diantar Toni, kecuali aku yang nyuruh." Fatin berjalan di belakang Griffin, sehingga lelaki itu geram dan menarik Fatin untuk berjalan di sampingnya dan memeluk erat tubuh Fatin dari samping.
"Bisa tidak, singkirkan tanganmu? Malu sama para pekerjamu." Fatin lagi-lagi tersenyum nyengir pada tiap pelayan yang dia temui.
"Enggak! Ayo buruan. Kalau hujan, aku akan nginap dirumahmu." Fatin membelalakkan mata. Bisa-bisa, dia digerebek kalau Griffin menginap dirumahnya.
"Jangan macam-macam! Bisa-bisa digerebek kalau kamu menginap dirumahku." Mereka sudah sampai di garasi. Fatin segera masuk ke mobil bagian depan. Dia sedang malas untuk berdebat sama Griffin. Seperti kemarin, kalau dia ngotot ingin dibelakang, alhasil Fatin dibopong untuk pindah ke depan.
Fatin dan Griffin melaju ke rumah Fatin dengan sedikit santai. Griffin sengaja, agar lebih lambat sampai ke rumah Fatin.
"Bos, jalannya lelet amat?" protes Fatin.
"Jangan panggil aku, Bos. Kau boleh milih, panggil aku honey, sayang, cinta, bebe atau namaku saja." Griffin meberi pilihan kepada Fatin.
"Ck, aleman." Fatin setengah ingin tertawa. Mengapa orang segagah dia jadi lebay?
"Apa, tuh aleman?" Griffin mengerutkan keningnya. Pasti Fatin sedang mengatainya.
"Bukan apa-apa, Bang Griffin yang super nyebelin." Fatin mengepalkan tangannya.
"Cukup manis, Bang Griffin. Hahaha ...." Griffin tertawa ngakak mendnegar panggilan Fatin untuknya. Griffin berhenti di salah satu kedai makanan vegetarian. Fatin mengerutkan keningnya.
"Kenapa ke sini?" tanya Fatin.
"Mau membelikan makanan untuk calon mertua. Mulai sekarang, dia harus jaga pola makan." Fatin mengerutkan keningnya. Calon mertua? Siapa yang dia masksud? Bukannya dia sudah memiliki istri?
"Calon mertua? Siapa?" Bisa tidak mengantarkan aku dulu? Baru nanti beli makanannya. Aku 'kan sudah ngantuk, Bang?" pinta Fatin. Griffin hanya menoleh saja, mendengar keluhan Fatin. Griffin tidak menggubris dia tetap saja masuk ke restoran itu dan memesan.
"Ini dua, tidak pakai lama, bungkus." Setelah beberapa saat, dia mendapatkan makanannya dan kembali ke mobil. Griffin membuka pintu mobil dan melihat kekasihnya itu sudah tertidur.
"Dasar bawel. Tinggal tidur, masih aja bawel." Griffin tersenyum dan melajukan kendaraannya. Seperti biasa, Fatin kalau tidur seperti orang mati.mau goncangan apapun tidak merasakan.