Chereads / Aku dan Mafia / Chapter 15 - Gara-gara Jari Terluka

Chapter 15 - Gara-gara Jari Terluka

Fatin terlihat sedang membalut lukanya. Rasya membantunya dan mengomelinya seperti kakak mengomeli adiknya. Ya, Fatin memang menganggap Rasya yang lebih dewasa dari pada dia, sebagai kakaknya.

Griffin tidak sabar menunggu di depan, sehingga dia kebelakang untuk melihat sedang apa Fatin sehingga lama sekali tidak keluar.

"Sedang apa kalian? Jangan menyentuh kekasihku!" Rasya kaget dan melepaskan tangan Fatin, keran kebetulan juga sudah selesai membalut lukanya.

"Kamu apa-apan, sih? Siapa yang kekasihmu dan siapa yang mengganggu? Rasya hanya membantuku karena ujung jariku terluka oleh duri dan pisau. Jangan lebay dan aku bukan pacarmu!" Griffin memegang tangan Fatin dan memandang tajam ke arahnya.

"Luka? Kenapa tidak menelponku? Aku ada di luar tapi kau malah meminta tolong sama lelaki lain? Kau ini. mau aku nikahi sekarang juga? Kau menantangku?" Griffin sudah naik darah. Dia menarik Fatin keluar, sedang Rasya melongo karena lelaki itu terlihat garang dan marah saat Rasya memegangnya. Rasanya sangat sakit. Rasya memejamkan matanya dan menengadahkan wajahnya ke atas. Dia berjalan ke ujung balkon dan memegang pagar pembatas balkon dnegan kuat. Dinda yang baru saja datang bingung melihat mereka bertiga.

Fatin yang ditarik oleh Griffin dan Rasya yang termenung. "Ada apa, Ray?" tanya Dinda.

"Hufff, kau tahu hubungan mereka?" tanya Rasya.

"Mereka? Maksudmu?" Rasya membuka matanya dan menolek kebelakang.

"Fatin dan lelaki itu?" Tanya Rasya kembali.

"Aku tidak tahu, memang kenapa?" Dinda semakin bingung.

"Fatin tidak cerita apapun? Kamu tidak melupakan sesuatu?" Dinda mendekat di samping Rasya.

"Tidak, dia hanya cerita kalau dirinya menjadi pengasuh anaknya. Selebihnya, dia tidak pernah cerita apapum. Ada apa sebenarnya?" Dinda menjadi ingin tahu kejadian apa sebenarnya yang terjadi.

"Lelaki itu mengklime bahwa Fatin miliknya. Dia bahkan marah saat aku mengobati lukanya akibat tergores. Sepertinya, telah terjadi sesuatu antara mereka. Tapi, bukankah lelaki itu beristri? Jika benar, maka Fatin berdosa." Rasya menundukkan kepala. Sebenarnya, bukan itu. Rasya sangat merasa sakit ketika tahu bahwa Fatin menjadi milik orang lain.

"Kau cemburu, Ray?" Dinda menduga.

"Aku tidak tahu, tapi aku merasa belum siap kehilangan teman sebaik dia." Dinda tersenyum miring.

"Kau berbohong. Kau sakit melihat mereka. Kau terluka? Sama sepertiku, jika kau memandang Fatin dengan penuh cinta." Dinda berbalik kemudian berjalan cepat masuk ke dalam toko. Dia lasngung masuk kamar mandi. Dihidupkan kran agar tangisnya tidak diketahui oleh orang lain.

"Ray, aku di sini. Aku mencintaimu, tapi mengapa kau tidak pernah memandangku. Kau tidak pernah menginginkanku. Menolehlah, walau sekali padaku. Fatin tidak pernah mencintaimu, Ray. Aku, aku yang mencintaimu." Dinda menangis untuk mengungkapkan emosi. Rasya menghembuskan nafasnya sangat kencang. Dia ingin mengalihkan rasanya kepada Dinda. Tapi gagal selalu. Fatin selalu mencuri hari-harinya.

Sementara itu, Fatin dan Griffin sudah melaju dengan mobilnya. Fatin diam dan merasa sangat kesal dengan perlakuan dari Griffin yang seenak jidadnya saja. Mereka sudah sampai di depan rumah sakit milik sahabatnya Nathan. Fatin terluka, maka harus di bawa ke dokter.

"Tunggu! Mengapa kita kerumah sakit?" Griffin masih marah. Dia hanya diam saja. Nathan sedang ada banyak pasien.tapi seperti biasa lelaki itu tidak mau tahu. Dia menarik Fatin untuk masuk ke ruangan Nathan.

"Rasanya, bagaimana ... ah, bisa tunggu sebentar? Kau ini. Aku sedang memeriksa pasien, Fin." Nathan kesal dengan tindakan sahabatnya itu.

"Aku juga pasienmu." Tidak akan menang debat dengan Griffin. Maka Nathan menyelesaikan satu pasien lagi, dan mengurusi maunya Griffin.

"Baik, Sus. Ini resep, tolong bacakan pada keluarga pasien." Nathan memberikan resep walau sebenarnya belum tuntas memeriksa. Tapi pria yang dia periksa adalah pasien tetapnya, jadi dia bisa mengira-ngira.

"Cepat sembuh ya, Pak. Ingat! Makanan dijaga, agar tidak sering kembali kemari." Untung lelaki pasiennya itu tidak mengomel atau marah. Memang benar-benar Griffin semaunya sendiri.

"Ada apa?" tanya Nathan duduk di kursi kebesarannya.

"Tunjukkan tanganmu!" Griffin memegang tangan Fatin dan menunjukkannya.

"Ya Tuhan Griffin! Ini luka biasa, dibersihkan dan dibungkus juga tidak apa-apa, paling tiga hari sembuh. Kamu ini, lebay." Nathan mengomel. Dia berdiri kemudian mengambil kotak P3K, kemudian mengelupas plaster yang membungkus luka Fatin. Setelah membersihkan, kemudian dia meneteskan obat merah antiseptik dan mmebungkusnya kembali.

"Sudah! Jaga lukanya, Nona. Jika kena air, segera buka dan ganti perban." Natham memperingatkan Fatin sambil tersenyum, sehingga Fatin membalasnya.

"Kamu jangan menggodanya, Than. Atau kuhancurkan kepalamu!" Fatin memutar bola matanya. Griffin memang benar-benar mirip beruang Drizlynya Masha di film anak-anak itu. Over protektif dan menyebalkan.

"Hahaha, kau ini. Jangan over protektif, Kawan. Atau dia akan gerah dengan tingkahmu yang posesif." Nathan tertawa dan menutup kembali kotak P3K karena sudah selesai.

"Saya terima kasih, Dokter. Anda benar, dia memang lebay. Wekk ...." Fatin menjulurkan lidahnya, kemudian keluar dari ruangan itu.

"Mau ke mana? Gue pergi dulu." Griffin pamit dan setengah berlari karena Fatin berlari meninggalkannya. Setelah beberapa saat, maka Griffin bisa meraih tangan Fatin. "Tidak usah terburu-buru."

"Kau kira siapa dirimu? Kau lihat 'kan mereka antri untuk berobat? Sedangkan kita menerobos saja . Begitukah cara orang berpendidikan bertingkah laku? Menjijikkan!" Fatin menghempaskan tangan Griffin.

"Aku minta maaf, jangan marah." Griffin menangkupkan kedua tangannya untuk meminta pengampunan dari Fatin. Untuk pertama kalinya, Griffin mengucap maaf, untuk pertama kalinya, dia mengaku salah di depan orang lain.

"Haahh, ck ...." Fatin menghempaskan tangannya kemudian berlalu. Tapi dia tidak pergi ke tempat parkirnya mobilnya Griffin, melainkan ke pinggir jalan untuk mencari angkot.

"Fatin, jangan begini. Kita makan dulu." Griffin menarik tangan Fatin agar ikut dengannya. Tapi Fatin menghempaskannya kembali.

"Jangan ganggu gue. Gue tidak mau berurusan dengan orang egois. Cari orang lain untuk mengurus anakmu." Fatin menajamkan matanya, Griffin bingung. Tidak ada cara lain selain memaksanya. Griffin menarik saja tangan Fatin untuk menuju mobilnya. Griffin sudah tidak mempunyai stok sabar. Rahangnya mengeras. Rupanya dia sudah mulai marah karenanya. Dia tidak peduli teriakan Fatin yang meminta dilepaskan.

Setelah menjangkau mobilnya, Fatin setengah di dorong untuk masuk ke mobilnya, dan dia sendiri masuk ke mobil. "Dengar, Nona! Jangan membuat aku memaksamu. Aku paling benci di bantah."

Fatin bergidig ngeri melihat mata elang Griffin mulai menajam. Dia memilih untuk diam dan melihat ke arah jendela. "Mengapa gue bisa berurusan dengan orang keras kepala macam dia? Rasanya menyebalkan." Fatin merutuk di dalam dirinya. Sedangkan Griffin hanya fokus ke jalanan untuk pergi ke restoran kesukaannya. Restoran mahal yang ada di pusat kota.

"Kau bawa aku ke sini? Apa kau tahu jika aku muslim?" tanya Fatin.

"Aku tahu, tenang saja. yang punya juga orang muslim. Jadi dipastikan halal. Kalau tidak percaya, kamu bisa cek setifikat kehalalannya." Griffin menarik tangan Fatin, kemudian menggandengnya. Kali ini, Fatin terlihat menurut saja, membuat Griffin tersenyum karena hal tersebut. Mereka memasuki retoran mewah itu.

"Wah, sebuah kemajuan mau bawa istrimu kemari." Seorang perempuan cantik dengan dandanan ala China menghampiri mereka. Fatin memejamkan matanya. Dia sudah tahu endingnya. Orang lain hanya akan menyangka dia istri Griffin. Entah mengapa rasanya marah dan jemburu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam membisu.