"Gue mau ke rumah sakit lagi. Piket gue." Nathan memberikan resep untuk wanita itu. Hanya beberapa vitamin untuk membuat tenaga wanita itu pulih. Nathan pamit untuk pergi. Setelah Nathan pergi, Griffin duduk di tepian ranjang tempat tidur Fatin. Dia memandang tubuh yang terbaring itu. Sungguh, dia belum menemukan apa yang membuat dirinya tiba-tiba menginginkan wanita itu.
Griffin terhenyak karena tiba-tiba terdengar sebuah suara dering ponsel yang mengalun di telinganya. Dia mengerutkan keningnya, melihat siapa yang ada di dalam layar ponsel itu.
"Ada apa, Ronald?" tanya Griffin di dalam teleponnya dia keluar dari kamar itu.
"Tuan, pengiriman senjata ke Filipina terkendala."Griffin memukul meja kerjanya dengan sangat keras. Dia tidak terima sebuah kegagalan. Rasanya sangat geram jika menerima sebuah kegagalan.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Griffin kepada Ronald orang kepercayaannya.
"Sepertinya pihak genster sebelah. Proyektilnya sama dengan milik gank Red Devil." Griffin segera memakai jasnya kembali. Dia akan terbang langsung malam ini ke arah perbatasan. Dia sudah mempersipakan amunisi untuk melawan Red Devil. Dia menghubungi semua snipernya untuk bersiap menyambut ganjalan yang berani membegal pengiriman barangnya ke arah perbatasan.
Sebelum pergi, sekali lagi dia melihat ke arah wanita yang siang ini dia selamatkan. Dia termakan omongannya sendiri. Jangan pernah dekati wanita dan jatuh cinta. Maka kamu akan sengsara. Tapi tidak hari ini. Seorang Fatin Pelangi yang sederhana mampu menggetarkan seluruh jiwanya.
Dia menyelipkan pistol kecil jenis SIG Sauer P226 dia selipkan di dalam jasnya. Dia setengah berlari menuruni tangga di rumahnya. Setelah berpesan dengan bi Minah, dia berlari menuju ke depan. Mobil sudah siap di parkiran. Mobil segera melaju menuju ke pangkalan helikopter. Kali ini agar cepat dia naik heli bersama dengan anak buahnya. Ada enam anak buahnya seorang penembak jitu semuanya. Dia adalah seorang mafia kelas kakap. Jadi, orang-orang yang disampingnya tentu saja bukan orang sembarangan.
Mereka bergerak menuju tempat yang koordinat titiknya sudah di kirimkan oleh Ronald. Lelaki itu terus mengamati dan menyuruh sang pilot untuk landing di pangkalan terdekat saja. setelah beberapa jam saja, mereka sudah sampai di salah satu pangkalan di Manila. Mereka melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil. Cukup satu jam mereka sudah sampai di perbatasan. Sambutan yang meriah oleh peluru yang menyasar ke mobil mereka menjadi terima baik oleh Griffin. Dia mengambil pistolnya yang berada di jasnya kemudian menembak ke arah musuh.
Tembakan tidak juga berhenti. Berkali-kali mereka berlindung. Kemudian menembak setelah keadaan aman. Sopir Griffin bermanufer sehingga mobil mereka dapat menghalangi mobil musuh dan mobil itu saling bertabrakan, sehingga terbalik karena kecepatan mobil yang sangat tinggi. Salah satu mobil bahkan mengalami bocor bensin sehingga tersentuh dengan mesin yang panas dan meledak.
Mereka tidak menyerah juga. Beberapa mobil yang masih dapat dikendarai mengejar mereka. Sopir Griffin kembali melajukan mobilnya. Prinsip Griffin adalah lebih baik menghindar dari pada jatuh korban. Walau dia seorang mafia, tapi rasa kemanusiaannya sangat tinggi. Dia hanya menjual senjata, karena memang itu keahliannya. Dia bukan mafia narkoba seperti mafia pada umumnya.
"Ronald, manufer sekarang. Cegat dia, aku tidak memiliki waktu banyak untuk bermain-main." Suara cicitan mobil terdengar. Mobil itu berputar seratus delapan puluh derajad, hingga beberapa kali menabrak pembatas dan pintu mobil itu sampai sedikit terlepas. Karena merasa kesulitan, maka Ronald menendang pintu itu hingga remuk dan terlepas. Satu peluru menembus lengan kiri Ronald, dia tidak sempat menghindar.
Griffin makin kiar. Melihat sopirnya yang terluka dia berpindah menyetir. Perpindahan itu dilakukan sambil mobil terus berjalan. Mereka menabrak truk yang ada di depannya karena memang tidak fokus saat perpindahan itu. Truk itu membawa solar sepertinya. Griffin memiliki rencana bagus. Dia menembak tangki itu, sehingga bocor.
"Pindah! Setir mobil ini!" perintah Griffin. Ronald mau berpindah, kemudian dia keluar dari mobil dan melompat ke arah truk itu. Dia akan menyelamatkan lelaki itu dari kematian. Griffin menyeret lelaki itu dan melemparkannya ke semak-semak. Pria sopir truk yang tidak siap tidak bisa melawan. Dia pasrah saja saat tubuhnya terlempar jauh ke semak-semak yang saat itu juga digenangi oleh air karena musim hujan.
Griffin kembali ke mobilnya yang dilajukan oleh Ronald walau hampir pingsan karena darah etrus mengucur. Griffin melepas jasnya kemudian menyobek lengan kemejanya. Dia mengikatn luka Ronald agar tidak deras mengalir darahnya. Setelah agak jauh dari truk tangtki itu, dia menyalakan korek api, kemudian melemparkannya ke arah truk itu. Dengan cepat api menyambar tangkinya dan seluruh tangki meledak dan tumpahan minyaknya merambat ke seluruh jalan. Ledakannya snagat keras hingga radius duapuluh kilo meter masih terdengar.
"Hello Manila police, there was an accident at the Manila border." Griffin membuang ponsel tersebut ke arah kobaran api itu, sebelumnya sudah memotong-motong sim card yang dia gunakan.
Griffin pergi ke sebuah hotel untuk menginap. Dia sengaja pergi ke penginapan kecil, sehingga tidak begitu melewati prosedur yang sangat rumit. Terkena tembakan seperti ini sudah bukan sekali dua kali. Tapi makanan sehari-hari. Griffin memperoleh sebuah penginapan yang cukup nyaman. Dia membawa Ronal ke dalam sana. Anak buahnya yang lain tidak tahu kabarnya. Setelah mengobati Ronald, dia akan mencari anak buahnya yang lain. Siapa tahu ada yang selamat.
"Tahan sedikit! Aku akan mengambil proyektil itu." Dia memanaskan pisau yang selalu dia bawa kemana-mana. Sebelumnya, dia membasahi pisau itu dengan alkohol untuk menstarilkan dari kuman-kuman. Setelah memanaaskan pisau itu, maka dia menusukkan ke lengan Ronald sehingga lelaki itu berteriak sangat kencang karena merasakan nyeri yang teramat hebat.
"Ahhhhh ..." Hampir saja suara itu lepas dari mulut Ronald jika Griffin tidak buru-buru menyumbat mulutnya dengan sapu tangan. Sehingga hanya dapat tertahan di tenggorokan saja. Ronald terlihat memerah dengan menahan sakit yang teramat sangat.
Satu buah proyektil berhasil dikeluarkan dari lengan Ronald. Darah mengucur melewati bekas luka itu. Griffin membersihkan luka itu kemudian membungkusnya. Setelah selesai, dia kemudian membersihkan ruangan itu agar orang pemilik penginapan tersebut tidak curiga. Jika ada penyelidikan juga tidak akan pemilik penginapan dicurigai. Griffin adalah seorang yang bergerak dibidang kriminal. Dia tentu sangat hafal bagaimana carnya menghilangkan jejak.
"Kau tidurlah. Besok pagi kita akan kembali ke Indonesia. Aku sudah suruh orang untuk menukar mobil kita. Siapa pun tidak akan mencurigai kita." Griffin terlihat menghubungi seseorang. Lelaki itu kemudian berbaring tertidur di samping Ronal. Dia stel alarm sampai jam tiga pagi.
Jam tiga pagi yang ditunggu berdering. Sontak keduanya terbangun. Praktis mereka hanya tidur dua jam saja. Griffin bangkit dan mencuci mukanya. Dia melihat mobilnya sudah berganti. Kemudian dia menuju ke resepsionis untuk menanyakan kuncinya. Resepsionis itu memberikan kuncinya itu. Dia kembali ke kamar untuk mengajak Ronal pergi. Setelah memberikan sejumlah uang, maka dia pergi ke luar. Mereka langsung menuju ke bandara.
"Jangan tinggalkan jejak apapun!" Griffin memerintahkan kepada anak buahnya, sehingga anak buahnya menuruti saja, membersihkan seluruh jejak. Sedangkan di perbatasan para petugas kepolisian sedang kisruh melakukan oleh Tempat Kejadian Perkara. Griffin menajamkan matanya. Dia melihat tingkah polah para polisi menganalisa tempat itu.
Griffin sudah sampai di pangkalan. Dia sudah di jemput pasukannya lengkap dengan persenjataan. Jangan tanya lagi di sini pengamanannya sangat ketat. Dia dikawal untuk sampai ke sebuah ruangan untuk berganti pakaian. Sudah ada dua stel pakian untuknya lengkap dengan jas anti peluru.
"Bakar baju ini!" Dia menyuruh anak buahnya melenyapkan barang bukti maka lelaki bertubuh kekar itu langsung memungut baju itu. Mereka melenyapkan semua jejak-jejak itu. Setelah helikopter siap, maka Graffin siap untuk naik kembali ke Indonesia. Dia sudah tidak sabar melihat reaksi fatin ketika berada di dalam kamarnya dan melihat wajahnya ada didepan matanya.
Griffin tersenyum sendiri. Anak buahnya mengerutkan keningnya. Bisa-bisanya bosnya tersebut tersenyum seperti itu. Seperti orang gila. Biasanya juga bosnya itu sangat pakem dan menyeramkan. Tapi kini seperti bukan Griffin seseorang yang ada di depan mereka hingga mereka saling berpandnagan melihat bosnya yang senyum-senyum sendiri.
Grifin sendiri asik dengan pikirannya yang bertemu Fatin. Wanita itu sangat menggemaskan dan penuh dengan misteri. Sepertinya, dia memang sudah terpaut dengan sebuah penyakit yang sangat parah, yaitu penyakit mematikan.
Mereka sudah sampai di angkasa Indonesia. Pilot terdengar nelakukan komunikasi dengan pangkalan. Setelah disetujui, maka mereka mendarat dengan aman. Griffin disambut oleh anak buahnya lagi. Dia disambut oleh mobil sport warna hitam. Sang sopir sudah membukakan pintu. Setelah itu Griffin langsung naik ke mobil sport mewah itu.
"Toni, aku sedang menaiki mobil sport!" Griffin sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Fatin. Toni sang sopir sudah tancap gas dengan kecepatan yang tinggi. Akan tetapi sialnya ada sebuah kecelakaan sehingga mobil mereka juga tersendat.
"Ada apa, Toni? Kau tidak bisa meringsek?" tanya Griffin.
"Mohon maaf, Tuan. Tidak bisa. Sepertinya badan mobil menghalangi jalan dan melintang. Polisi masih memberlakukan one way, jadi mungkin sebentar lagi." Griffin sangat lelah, sehingga yang tadinya berang ingin cepat sampai rumah menjadi pasrah saja. Lalaki itu sedikit demi sedikit menutup matanya terlelap. Sedangkan Ronald sudah terlelap sejak naik tadi.
Tidak terasa, mereka sudah sampai di rumah. Ronald sudah terjaga. Dia melihat sang tuan masih tertidur pulas. Ronald dan Toni saling berpandangan dan memberi kode dengan tanpa suara. Tapi mereka saling menggidikkan bahu tidak berani membangunkan. Hingga seorang anak kecil yang bermain bola dan bola melambung secara tidak sengaja menimpa atap mobil.
"Aufhh ...." Mereka berdua kaget dan nyengir. Mereka takut terkena amukan dari tuannya tersebut. Tapi diluar dugaan. Griffin membuka matanya dan langsung keluar dari mobil. Mereka melongo melihat tingkah dari tuannya tersebut. Keduanya menganga dan saling menatap. Mereka saling menggelengkan kepala tertanda tidak tahu.