Sesampainya di rumah, Ara melihat Ezhar duduk di ruang keluarga di temani segelas cappuccino hangat, sepertinya Mbok Yem telah melayani tamu majikannya dengan baik. Ya, Mbok Yem adalah pembantu rumah tangga yang di kirim bunda untuk mengurus keperluannya dan Ezhar, Mbok Yem sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri karena beliau sangat baik dan perhatian pada mereka.
Ezhar ikut duduk di sofa di hadapan Arka. Kepalanya langsung bersandar di sofa wajahnya terlihat jelas lelah dan tertekan. Ara melihat kedua cowok itu yang sangat menyenangkan dan ganteng walau berbeda penampilan. Arka saat ini berpenampilan santai, berbalut kaos biru tua, bergaris vertical abu-abu tua hitam dengan celana kargo hitam. Sedangkan Ezhar dalam penampilan rapih berbalut kemeja polos krem, dan celana panjang abu-abu kehitaman.
Kedatang Ara dan Ezhar tidak membuat perubahan pada wajah Arka. Mungkin sudah terbiasa atau dia percaya pada Ara. Entahlah.
Karena lelah Ara ikut duduk di sofa sambil menghela napas. Sesaat kemudian dia duduk tegak kepalanya langsung bergerak menatap Ezhar matanya melotot meminta penjelasan. Setelah pertemuannya dengan Abel di rumah sakit. Ara bisa menyimpulkan sedikit kalau Abel dan Ezhar saling menyukai tapi entah karena alasan apa Ezhar sepertinya memaksa Abel untuk menjauh darinya. Dan untuk tahu saja Abel ternyata rekan kerja Ezhar tapi. Setelah Ezhar naik pangkat dia pindah ke bagian kantor sedangkan Abel masih di bagian lapangan.
Arka duduk rileks, bersandar di sofa. Menatap lurus pada Ara yang masih melotot marah pada Ezhar. Bibirnya yang kecil mengumpat pelan. Apa yang membuat Ara begitu kesal pada Ezhar biasanya dua orang itu selalu damai.
Merasa ada yang memandanginya, otomatis Ara menoleh pada Arka. Matanya beradu pandang dengan mata Arka. Namun sedetik kemudian dia kembali melotot pada Ezhar, masih menunggu penjelasan. Dia tidak memiliki waktu untuk bertanya kenapa Arka datang kerumahnya.
Arka mulai gelisah apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua.
Ezhar akhirnya mengalah. Dia menegakkan badannya matanya menatap Ara lelah campur sedih. "Maaf aku harus menyeretmu ikut dalam masalahku…" Ezhar beralih menatap Arka "Aku menemukan Issabella dan mengatakan kalau Ara adalah pacarku!"
"Apa!!" teriak Arka kaget. Cowok itu langsung berdiri namun sesaat kemudian dia kembali duduk dengan tenang setelah mendapatkan tatapan tajam dari Ara.
"Jelaskan!" perintah Ara.
Ezhar tidak punya pilihan "Ya, kami memang saling menyukai. Awalnya kami bekerja di divisi yang sama, saat aku naik pangkat, aku pindah ke bagian kantor dan aku juga memintanya untuk pindah ke divisi yang lebih aman tapi dia menolak. Aku marah dan pergi menghindarinya. Namun, aku tidak tahu kalau dia mengidap penyakit Glaukoma parah. Sudah menjalani operasi berkali-kali tapi semuanya tidak ada hasil. Dan dokter menyarankan untuk memilih prosedur trabekulektomi atau insisi mata, ini seperti membuat sayatan kecil pada bagian putih bola mata. Tingkat keberhasilannya sekitar tujuh puluh persen, tapi itu akan ada efek sampingnya."
"Itu bagus? Lalu kenapa kau mengatakan padanya kalau aku pacarmu," protes Ara.
"Karena penyakitnya bukan hanya itu! dia juga mengidap jantung! Dia tidak ingin meninggalkan aku dalam keadaan sendiri jika sesuatu yang buruk terjadi padanya."
Ara terdiam "Bukankah masih bisa operasi,"
"Itu sulit? Menemukan jantung yang cocok untuknya dia juga sudah menunggu selama dua tahun, aku tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan!" lirih Ezhar. Suaranya bergetar.
Ara terdiam tanpa sadar dia langsung menatap Arka. Jika nanti dia pergi siapa yang akan menemani Arka. Apakah Arka akan kembali bersedih seperti sebelumnya? Ara menghela napas berat dia tidak bisa membayangkan hal buruk seperti itu sekarang. Setidaknya sekarang Arka ada bersamanya.
"Lalu bagaimana dengan matanya?" tanya Ara kemudian.
Ezhar menggeleng " Aku tidak tahu bagaimana efek sampingnya nanti. Tapi aku takut jika itu akan membuat matanya buta permanen."
Sepertinya hari ini Ara lebih dari sekali menghela napas. Membuang keberuntugannya. Lalu dia menatap Arka.
"Kau.. kenapa di sini?" tanya Ara dengan gaya congkak.
Arka mengangkat bahu acuh tak acuh. Dia tidak ingin di pelototi lagi oleh tatapan tajam Ara.
Mengira cowok itu lagi malas bicara, Ara juga diam seraya bersandar di sofa. Namun suara tenang Arka membuatnya hampir tersedak ludahnya sendiri.
"Aku tadi sebenarnya datang ke kampus mu. Tapi sayang terlambat. Keduluan sama makhluk karnivora itu." Tunjuk Arka dengan dagunya pada Ezhar. " Jadi, aku langsung aja ke sini."
Ara terpaku sebentar, kemudian menatap Arka sambil memasang wajah acuh tak acuh, dan berkata, "Aku tidak tahu kau mau ke kampus."
"Belum rejeki aku kali ya?" seloroh Arka tertawa pelan. Ara tahu cowok itu sedang menyindirnya dan Ezhar. "Aku.. mungkin akan sibuk dari biasanya. Nyari duit banyak-banyak, sambil menyelesaikan penelitian untuk gelar master, dan suatu hari… menikah."
Menikah! Telinga Ara serasa di pukul dengan palu besar. Harapan Arka terlihat jelas di matanya tapi Ara tidak memiliki harapan seperti itu, waktunya tidak banyak lagi. sekilas Ezhar menoleh pada Ara. Cowok itu mengerti kalau Ara belum mengatakan apa-apa pada Arka tentang penyakitnya. Ezhar menghela napas dan menggeleng kepala.
Ara berusaha menguatkan hatinya dan berkata "Baguslah, kalau kau memiliki rencana seperti itu. jangan lupa kirim undangannya padaku! Aku akan datang dengan hadiah yang mewah."
Tanpa di sangka. Arka malah terkekeh.
"Kok ketawa?" Sergah Ara bingung.
Mendadak tawa Arka berhenti. Senyumnya menghilang. Raut wajahnya mengeras. Di tatapnya Ara tepat di kedua matanya. "Aku tidak pernah bilang akan menikahi orang lain.." Lalu tatapan Arka beralih pada Ezhar " Dan aku tidak akan meninggal kan orang yang aku cintai meskipun usianya hanya tinggal satu hari! Aku akan menemaninya sampai akhir!" katanya tenang sekaligus mantap.
DEG!! Wajah Ara memucat seketika. Jantungnya berdetak kencang. Apakah Arka mengetahui sesuatu tentang sakitnya. Ara melirik Ezhar dan cowok itu menggeleng cengan cepat. Membuat Ara menghela napas lega.
"…Ya, itu bagus untuk memiliki hati yang setia.." tukas Ara cepat-cepat.
Sesaat kemudian Arka memandangi Ara dengan sorot mata yang sukar di lukiskan. Mulutnya sempat terbuka untuk mengatakan sesuatu tapi dia urungkan.
"Sana masuk! Aku juga mau pulang." Katanya sambil mengibaskan tangan.
Cepat-cepat Ara berjalan masuk dengan benak berkecamuk. Arka barusan telah menyiratkan sesuatu yang di luar dugaannya, perasaan cowok itu padanya serius. Meskipun ada Amel di antara mereka namun tidak menghentikan Arka untuk terus berada di sisinya.
Ara kembali teringat dengan genggaman tangan Arka waktu mereka berdua nonton bioskop, jelas menyiratkan sesuatu. Kalau dia tidak akan melepaskannya lagi apa pun yang terjadi.