Chereads / Sebuah Kata Kerinduan / Chapter 58 - 58. Bimbang 3

Chapter 58 - 58. Bimbang 3

"Aku sebenarnya juga mencintai, Arka."

"Aku tidak memiliki banyak waktu."

Arka tertunduk di meja belajarnya menatap sambungan telponnya terputus. Ya, dia mendengar semua pembicaraan mereka. Awalnya Arka benci saat melihat nama makhluk karnivora itu di layar ponselnya, karena jengkel tidak kunjung berhenti menelponnya dia akhirnya terpaksa menjawab dan dia juga tidak menyangka jika yang akan dia dengar sesuatu yang sangat mengejutkannya.

Bahagia. Kecewa. Takut. Sedih. Semua perasaan itu kini campur aduk. Untuk sesaat Arka terdiam. Pikirannya tiba-tiba kosong. Itukah sebabnya Ara tidak pernah mau menerimanya. Karena dia sedang sakit parah.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Arka. Itu ibunya, wanita berhati lembut yang selalu mendukung setiap tindakannya. Arka melihat wajah ibunya yang muram. Dia mendekat dan ikut duduk di samping tempat tidur.

"Ada apa, Ma..?" tanya Arka lembut.

Ibunya tiba-tiba menggenggam erat tangan Arka seakan memberinya kekuatan. Melihat keraguan pada ibunya Arka semakin penasaran.

"Apa itu, papa lagi?" tebak Arka. Membuat wajah ibunya semakin muram. Arka menghela napas lelah. Seandainya saja papanya lebih pengertian seperti ibunya, pasti semuanya tidak akan menjadi seperti ini.

"Hari pertunanganmu sudah di tetapkan!"

Napas Arka tertahan dia menatap wajah lembut ibunya, memastikan apakah yang baru saja dia dengar itu nyata, tapi kesedihan di wajah itu sangat nyata membuat harapan terakhir Arka hancur berkeping-keping. Jika ibunya tidak bisa mengubah pendapat papanya lalu bagaimana dengan dirinya yang tidak pernah di berikan kesempatan untuk bicara. Wajahnya semakin memucat pasokan oksigen di paru-paru terasa menipis. Dia baru ingat kalau napasnya tertahan. Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Arka berkata.

"Tidak!" lirih Arka menggelengkan kepala. "Mama tentu tahu aku mencintai Ara.." tatapan memohon Arka membuat ibunya menangis dan itu semakin membuat Arka membenci papanya yang suka mengambil keputusan tanpa memikirkan perasaannya. Apakah kakaknya dulu juga pernah berada di posisinya?

"Dua hari lagi.. sebaiknya kau jangan menemuinya lagi, mama tidak tahu apa yang akan papa mu lakukan jika dia sampai tahu.." pinta ibunya lirih.

"Tapi, Ma.."

Ibunya menggeleng, kemudian mengusap kepala Arka dengan tatapan nanar. Lalu berbalik pergi meninggalkan Arka sendirian di kamar.

Arka terdiam. Pikirannya beputar-putar antara pertunangan dan Ara. Apa yang harus dia lakukan. Mereka saling mencintai haruskah terpisah lagi. tanpa terasa air mata membasahi pipinya, hidungnya terasa sumpek, membuat napasnya terasa berat dan sesak. Arka mencengkram dadanya sekuat tenaga berbaring di atas tempat tidur, mengambil bantal lalu menutupkan kewajahnya, tidak lama kemudian suara teriakan yang teredam terdengar beberapa kali.

Diam. Sunyi. Sepi. Hanya suara sesegukan yang sesekali terdengar. Arka masih menutupi wajahnya dengan bantal. Dalam pikirannya dia berharap napasnya berhenti saat itu juga, tapi bagaimana dengan Ara.

Arka kembali menangis dalam diam.

***

Dua hari kemudian. Hidup Ara terasa damai tanpa ada gangguan dari Amel. Bahkan Arka juga tiba-tiba menghilang tanpa bisa di hubungi. Ara dan Ezhar berniat mendatangi rumah Arka saat malam. Tapi ketika mereka berdua sampai, rumah itu sangat ramai. Awalnya Ara berpikir telah terjadi sesuatu yang buruk, seperti kecelakaan dan sebagainya. Tapi setelah dia perhatikan dengan jelas, itu sedikit berbeda dari dugaannya.

Mobil mewah terparkir berbaris di bahu jalan, para tamu yang datang juga memakai pakaian bagus. Semakin Ara dan Ezhar melangkah masuk, gadis itu melihat mobil yang tidak asing lagi di matanya. Ya, itu adalah mobil orang tua angkatnya. Tapi kenapa mereka ada di rumah Arka dan apa yang sedang terjadi sekarang.

"Kenapa sangat ramai? Apakah ada pesta?" tanya Ezhar penasaran dan menoleh pada Ara.

"Aku tidak tahu.." lirihnya.

"Mmm.. baiklah bagaimana kalau kita masuk dan melihat langsung.." ajak Ezhar.

Ara tidak menjawab tapi dia mengikuti langkah Ezhar untuk masuk ke dalam rumah yang hampir di penuhi oleh orang-orang berpakaian mewah dan elegan. Sedangkan dia dan Ezhar hanya memakai pakaian kasual dengan sandal jepit saja.

Jantung Ara seakan berhenti berdetak, saat dia melihat bayangan Arka berdiri di tengah-tengah keramaian bersama seorang gadis di sampingnya. Ara tidak bisa melihat siapa gadis itu tapi dia merasa sangat tidak asing. Merasa Ara tidak mengikutinya Ezhar menoleh dan bertanya.

"Kenapa kau berhenti? Ayo kita masuk kedalam dan melihat.."

Ara menggeleng lalu jari telunjuknya mengarah ke dalam melalui jendela kaca rumah yang besar.

Ezhar terkejut. Dia mendekati jendela kaca melompati bunga-bunga. Kedua tanagnanya menempel di kaca seperti tokek yang nempel di dinding, matanya melotot kaget. Meskipun tidak ada senyuman di wajah Arka tapi dia bisa menebak bahwa itu adalah pesta untuknya. Tapi pesta dalam rangka apa?

Ezhar menoleh ke belakang, melihat Ara yang masih terpaku pada Arka, dia ingin mengatakan sesuatu saat mata Ara melebar kaget. Merasa penasaran dia kembali menoleh ke dalam rumah. Dan alangkah terkejutnya dia, bahwa gadis yang sejak tadi berdiri di samping Arka adalah Amel. Kali ini Ezhar benar-benar melepaskan tangannya yang menempel di kaca dan kembali ke sisi Ara, sambil bertanya.

"Jadi, bagaimana..? apa kau ingin masuk dan menyapa?"

Ara terdiam, pandangan matanya sulit untuk di jelaskan. Kenapa? Pertanyaan itu jelas melintas di benaknya tapi dia hanya berdiri terpaku menatap ke arah dalam rumah. Sekarang Ara mengerti kenapa Amel berhenti mengganggunya, itu semua karena rencana mereka sudah hampir mencapai akhir.

Ara memutar langkahnya dan berbalik, Ezhar yang setia di sampingnya masih mengekor di belakang tanpa mengatakan satu kata pun.

"Biarkan ini menjadi rahasia kita.." Pinta Ara kemudian. "Dan, ayo pulang.."

Ezhar diam dan mengikuti semua permintaan Ara. Dia tahu gadis itu sekarang sedang terpuruk. Baru juga dua hari yang lalu Arka menyatakan cinta padanya dan dua hari kemudian lelaki itu malah menggandeng gadis lain.

Selama perjalanan tidak ada suara. Mobil itu sunyi hanya bunyi deru mesin yang terdengar. Sesekali Ezhar menoleh pada Ara yang terlihat sangat tenang, dan itu membuat Ezhar semakin takut. Karena ketenangan Ara tidak bisa di tebak apakah itu membawa kedamaian atau kehancuran.

"Mungkin dia memiliki alasannya sendiri, hingga melakukan itu." Ezhar memulai pembicaraan.

"Apapun itu aku tidak peduli lagi, dan, kau sebagai penjagaku… aku perintahkan kau untuk menjauhkan Arka dari pandanganku!"

Jantung Ezhar berdegup kencang. Dalam hati dia bergumam. 'Nah, benarkan.. tenang sebelum badai dan sekarang telah di mulai'. Sepertinya kehidupan damai tentramnya akan menghilang lebih cepat haruskan dia melaporkan hasil tugasnya, tapi bagaimana setelah itu. Arka juga bukanlah orang yang mudah untuk di hadapi. Pemuda itu sangat keras kepala dan egois jika menyangkut Ara. Jadi bagaimana dia harus menjaga jarak Arka dari gadis itu.