Chereads / The Boss Is Devil / Chapter 10 - 10

Chapter 10 - 10

Emily masih berkutat dengan berkasnya, dia sangat fokus mengerjakannya. Sedang asik mengerjakan pekerjaannya tiba tiba ada seseorang yang menggrebak meja dengan keras.

Brukk....

Sontak Emily kaget dengan suara itu. Dia langsung berdiri dengan senyum yang kesal.

"Ada apa ya mbak?" tanya Emily

"Mana Sean?" tanya wanita itu

"Maaf mbak tapi, Pak Sean tidak bisa diganggu dulu"

"Hak apa kamu ngelarang saya?"

Wanita itu tanpa permisi langsung masuk ke dalam ruangan Sean. Emily menghalangi jalan wanita itu. Tapi semua sia sia dia masuk dengan paksa.

Braakkkk

"SEAN!" Teriak wanita itu

Sean tersentak kaget dengan teriakan itu. Dia langsung bangun dari kursinya dan menatap wanita itu yang sudah ada di depannya.

"Maaf Pak, saya sudah menghalangi tapi mbak ini maksa untuk masuk" jelasnya

"Ya sudah biarkan dia masuk, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu"

"Baik Pak"

Emily keluar dari ruangan itu. Dia sejenak berpikir sepertinya dia mengenal wanita itu. Tiba tiba saja dia teringat tentang wanita yang berciuman dengan bosnya itu adalah Dara. Dia bingung kenapa wanita itu datang dengan marah. Padahal kemarin malam mereka tampak mesra.

"Ah bodo amat lah dengan mereka"

****************

"Ada apa lagi kamu kesini?" ucap Sean dingin

"Kamu bilang ada apa? maksud kamu apa ucapan kemarin malam bilang kalau kita tak bisa bersama?"

"Aku gak bisa sama kamu Dar, sadar gak kamu udah punya suami, aku gak mau dianggap sebagai pebinor"

"Aku sayang sama kamu Sean, aku nyesal udah ninggalin kamu" ucapnya lirih

"Maaf Dara aku gak bisa, oh ya satu lagi soal kemarin malam aku minta maaf atas apa yang aku lakuin ke kamu, anggap saja itu ciuman perpisahan dari aku"

"Tap..."

Belum selesai Dara bicara. Sean menekan intercom yang ada disamping komputernya.

"Emily, kamu usir wanita ini dari ruangan saya"

"Sean!!!"

"Keluar sekarang atau aku panggil sekurity"

Emily masuk dan membawa wanita itu keluar

"Silakan Mbak" sambil memegang pergelangan tangan Dara

"Aku bisa sendiri!" Ucapnya menyentakkan tangan Emily.

"Silahkan Mbak" ucapnya dengan membuka pintu untuk Dara.

Setelah selesai berurusan dengan wanita itu. Dia segera duduk di bangkunya, tapi dia nyaris terpeleset di depan pintu ruangan bos besar kalau saja ia tidak bisa menyeimbangkan diri. Sean muncuk dari balik pintu tanpa di duga, membawa efek mengejutkan jantungnya. Ia buru buru membenahi wajahnya yang acak - acakan setelah berkutat dengan tumpukan berkas. Peluh menghiasai setiap sudut wajahnya tanpa terkecuali. Emily meringi. Bisa tidak Sean mengomfirmasi kemunculannya lebih dulu? setidaknya persiapan mentalnya bisa dilakukan lebih awal. Belum lagi kalau harus menghadapi mulut ekstra pedas si bos. Emily harus menyiapkan ribuan amunisi agar tidak mati berdiri.

Mengangguk singkat, Sean menyembunyikan telapak tangan kirinya di saku celana bahannya. tatapan meninvasi meja kerja Emily yang cukup berantakan.

"Hari ini tidak ada lembur. Jadi kamu boleh pulang awal" tuturnya tanpa basa basi.

Emily menahan pekikan bahagia dengan menggigit bibir. Demi apa si iblis meniadakan lembur untuk bawahanya satu ini? itu artinya dia bisa hangout dan pergi ke mall untuk memanjakan diri.

Tidak perlu mempertanyakan keabsahan keputusan Sean yang berakibat pada pembatalan. Emily tersenyum lebar dan mengangguk kepalanya.

"Segitu bahagianya kamu ngga lembur?"

Sean tetaplah Sean. Aura kehadirannya seringkali kasat mata. Si bos belum beranjak dari posisi terakhirnya, namun Emily dengan tidak pekaknya justru mengabaikannya. Ia menoleh. Kepalanya mendongak untuk bertemu pandang dengan pak bos yang lebih tinggi darinya.

"Bapak gak tau aja. Buat parapekerja macam saya pak. Selain bonus tanggal tua pulang cepat itu masuk kedalam mimpi indah. Berhubungan Pak Sean udah seenak jidat potong bonussaya, pulang cepat ini bonus lain pak"

Sean bersedekap. Kali ini tatapannya berubah tak terbaca. Bos minim emosi itu membuat Emily siaga dalam hitungan sepersekian detik.

"Siapa bilang kamu pulang cepat untuk pulang Emily?"

Makna kata pulang versi bos dan Emily sepertinya berbeda. Ia berhenti membenahi wajahnya. Matanya mendelik. Apakah akan ada bos kampret jilid enam?

"Hari initidak ada lembur, itu benar. Tapi, kamu harusmenemani saya pergi ke pasar" putus Sean telak. "Ada barang yang mau saya beli di sana" lanjutnya

"Nggak bisa pak!" tolak Emily mentah mentah. enak aja si bos mau mengacaukan rencana manicure pedicure nya."Lagian ini sudah sore pak mana ada kios yang masih buka"

"Ada. kamu tidak tau saja" Sean menjawab tanpa beban.

Napas Emily tersengal. Tuhan.... ini zaman digital. Apa bosnya tidak bisa memesan sesuatu lewat benda elektronik yang iya kantongi tiap hari?

"Pak, pesan aja kan bisa? ngga perlu pakai ribet ke pasar. Hemat ongkos, hemat tenaga, hemat waktu. Bukannya bapak itu hemat?"

Sean sangat suka yang namanya penghematan. Emily tidak lupa dengan itu sehingga kali ini dirinya berbaik hati untuk mengingatkan meskipun kedongkolan ujungnya ia rasakan.

"Tapi saya ingin kepasar Emily" Senyum miring tersemat di bibirnya. Sedikit menelangksn kepalanya ke kanan, Sean memulai aksinya untuk membalik keadaan. "Ingat peraturan yang kita sepakati? saya pikir kamu paham dengan itu Em" Kataya pelan

Emily mendesah frustasi. Bos ada ada saja. masa kepasar harus sama dia yang menemaninya.

"Saya nggak punya pilihan lain pak?" tanyanya lesu "Bapak pengen beli apa?"

Sean tidak menoleh. Laki laki itu asik memainkan kunci mobil di tangannya sembari terus melangkah. Berpikir sejenak untuk memilih jawaban, Sean mengannguk singkat.

"Kembang" jawabnya.

Emily membelalak. Segera saja ia tarik setelan hitam pak bos kemudian memekik kencang.

"BAPAK MAU APA BELI KEMBANG SORE SORE BEGINI? PAK! JANGAN BUAT MAIN SANTET. MUBAZIR UANGNYA!"

Sean membuka mulutnya. Ia tertawa keras melihat kepanikan dalam ekspresi Emily. Respons dari gadis itni memang selalu tidak terduga.

"Saya bercanda, Emily. Kenapa kamu selalu menanggapinya dengan serius ucapan saya?" tangannya melepaskan cengkraman Emily dari tuksedo yang ia kenakan. Menepuk sekali lantas tersenyum lebar, Sean bergumam

"Saya pingin bikin sambal yang sangat pedas. Berhubungan stok bumbu di rumah saya habis jadi saya perlu mencarinya"

Sean bisa memasak? Emily terhenyak dengan pemikiran super wow dalam kepalanya. Bos bisa masak.... bos bisa memasak.... bos bisa memasak....

"berkedip sekali, Emily melihat Sean tersenyum kearahnya. " kamu mau, Emily?"

****************

Sebelum hari ini, Emily tidak pernah tahu bahwa Sean ternyata berbakat dalam menawar barang barang dipasar.

"Saya mau beli bawang dua ons saja bu. Berapa?"Kata Sean sambil memilih bawang bawang itu.

Pasar tidak terlalu ramai ketikasore seperti ini. Kebanyakan kios sudah tutup sehingga pengunjung berkurang.

"Enam ribu" jawab si penjual

"Boleh kurang? harganya tidak pantas Bu, kalau di warung mungkin saya memaklumi. Tapi ini pasar yang mana jelas lebih murah seharusnya"

Emily terkikik geli. Masa bawang ditawar, padahal itu sudah murah menurutnya.

"Nggak bisa, mas!"

"Empat ribu deh Bu" Sean menurunkan harganya Emily melotot dengan pemandangan yang menyenangkan bisa nelihat bosnya berdebat dengan penjual bawang

"Tidak bisa mas!"

"Jangan pelit lah bu, pelit gak berfaedah yang ada kuburan ibu sempit"

Tapi Sean seolah tak peduli. Ia justru meletakkan kembali bawang yang ia pegang tadi.

"Ya sudah bu tidak jadi. Setelah saya pikir stok bawang dirumah saya masih banyak. permisi"

Emily menahan agar tidak tertawa. Sudah panjang lebar menawar tapi ujungnya tidak jadi. Ia menahan napas berusaha keras agar tidak keceplosan lalu tertawa tanpa henti. bisa tamat riwayatnya nanti gajinya akan dipotong lagi.

"Kita ke penjual bunga, Em"

"Pak, santet itu ilegal. Bapak jangan nekat.

jatuhin lawan bisnis itu adacaranya Pak, tapi yang jelas bukan pakai san....."

"Kenapa kamu selalu negative thingking ke saya Emily?"

Emily terdiam seketika.