"Sahabat adalah yang menyapamu dengan ejekan."
...
"Bunda, Aii berangkat dulu ya!" Aii mencium hormat punggung tangan Nadien.
"Hati-hati ya, sayang!"
"Iya bunda, bunda juga jangan lupa minum obat batuknya ya!"
Cup.
Aii mencium pipi kanan Nadien. Wanita paruh baya itu tersenyum."Makasih ya, sayang. Kamu belajar yang bener, harus fokus belajar loh ya!"
"Bunda jangan tinggalin Aii ya!" Aii memeluk erat tubuh Nadien.
"Ih, apaan sih, kamu." Nadien menepuk bahu Aii. "Aneh banget!"
Aii tertawa melihat ekspresi bunda. "Intinya bunda jangan kayak mantan Aii ya! Tiba-tiba ngilang!"
Nadien tersenyum. "Bunda yakin, Zaqi bakal balik lagi ke kamu, percaya sama Bunda."
"Musyrik tau Bun!"
"Bisa aja, yaudah sana berangkat. Semoga hari-harimu indah!"
Aii berhenti sesaat didanau yang terletak di sudut kota. Sekilas, Aii melihat seorang laki-laki tengah asik melukis suasana kota Jakarta.
Arsiran-arsiran detailnya terlihat nyata. Aii tersenyum. "Bagus banget." gumam Aii. "Calon pelukis memang berbakat." Aii tersenyum sekejap, lalu kembali mengayuh sepedanya.
Sesampainya di kelas, Aii bertemu kedua sahabatnya yang sudah datang lebih dulu. Mereka adalah Rara dan Sherly, peraih setia peringkat di kelas.
"Assalamualaikum." Aii tersenyum.
Rara pun menjawab salamnya, sedangkan Sherly hanya tersenyum menyambut kehadirannya.
"Hy Tante-tante!"
"Apasih."
"Yeh, ngambek." Rara memanyunkan bibirnya.
Sherly memijat belakang Rara. "Cewek depan aku nih, pasti dah siap banget buat ulangan biologi."
"Iya dong!"
"Wah, contekan berjalan kan?"
"AMAN!" Rara mengencangkan suaranya.
"Yaudah atuh, kasian Aii, duduk sini!" Sherly menunjuk bangku kosong di sebelahnya.
"Makasih Sher." Aii memeluk tubuh Sherly.
"Tuh kan, nggak ngajak lagi, kemarin, kalian pergi ke cafe kan? Cih, nggak ngajak!" ujar Rara.
"Dih, biasa aja keles, kemarin tuh, Sherly sama Aii emang ada urusan berdua."
Rara memanyunkan bibirnya.
"Yaudah, sini peluk-peluk!"
"Gak ah, kalian bau!"
"Dih!" Sherly tersenyum sinis ke arah Rara.
"Canda bau," lanjut Rara. "Rara sayang kalian!" Rara ikut memeluk mereka.
...
"Mau baca buku apa nih?" tanya Sherly ceria.
"Mau bahas soal ulangan tadi," jawab Rara singkat.
"Biologi?"
"Iya."
"IPA mulu ah!" celetuk Sherly.
Rara melirik sinis ke arah Sherly. "Yeh, aing teh suka IPA, emang kayak sia!"
"idih, baper!"
"GAK BAPER!"
"Lah, itu baper bambang!"
"Nggak ah!" Rara membalikkan badannya.
"Oh.. enggak. Ngohkey!" Sherly menatap iris mata Aii. "Kalau kamu, mau baca buku apa?"
"Paling cuma numpang cairin ide buat nulis doang."
Sherly mengangguk paham, sesekali matanya melirik sinis ke arah Rara.
"Kalian kenapa lagi sih?" Dahi Aii sedikit mengernyit.
"Au tuh, nggak jelas." celetuk Sherly.
"Idih, lu kali yang nggak jelas!"
"Enak aja!"
Perdebatan itu terus berlanjut, hingga, penjaga perpustakan memberi teguran terhadap mereka.
"ELU SIH!"
"ELU LAH, KOK NYALAHIN GUA!" Sherly mulai ngotot.
Aii menggeleng. "NGGAK NGERTI LAGI, BYE!" gadis berambut curly itu pergi meninggalkan Rara dan Sherly berdua.
Aii tersenyum melihat deretan rak dengan buku novel yang berjejer rapih di dalamnya. Ia berharap, suatu saat nanti, salah satu bukunya akan menjadi bagian dari rak buku tersebut.
Brak!
Seorang laki-laki sengaja menjatuhkan beberapa bukunya di lantai, tampaknya dia kesulitan membawa buku sebanyak itu.
Aii melangkahkan kakinya, menghampiri cowok berbadan gagah itu. Aii tersenyum dan menyapa cowok itu ramah. Cowok itu ternyata Kak Farel, ketua OSIS di sekolah. Aii hanya tahu Kak Farel dari cerita teman-temannya.
Kak Farel terkenal sebagai cowok paling dingin seantero sekolah. Dia juga terkenal tidak pernah menyukai perempuan selama SMA di Jaksa Asri. Tapi, kalau masalah tampang, dia lah pemenangnya.
Kak Farel menaikkan sebelah alisnya melihat kehadiran Aii. "Ngapain?"
Senyuman Aii menghilang. Gadis itu menatap cowok di hadapannya canggung.
"Yeh, ditanya juga."
"Anu, mau Aii bantuin?"
Kak Farel terkekeh pelan, memperhatikan setiap inci tubuh Aii. "Serius? Badan lo kecil."
"Ke-kecil?"
Kak Farel hanya manggut-manggut menjawab pertanyaan Aii barusan. "Gua takut aja, lu patah tulang."
Mata Aii terbelalak, mulutnya melongo melihat sikap laki-laki itu.
"Jangan melongo." Kak Farel menaikkan dagu Aii. "Nanti cantiknya hilang."
"Ah.. iya." Aii memutar badannya. "Saya duluan!"
Aii pergi dari hadapan cowok dingin tadi. Ia begitu kesal dibilang kecil, padahal, dia sudah mencoba untuk makan tiap 3 jam sekali, tapi tetap saja, pertumbuhannya lambat.
"Hey hellow!"
Langkah kaki Aii terhenti, terkejut dengan kehadiran Silas dan Andi.
"Ada apa ya?"tanya Aii.
"Gue cuma mau ingetin lo satu hal, jangan dekat-dekat dengan Farel, lo ngerti?" Silas menghela napas, lalu dia menatap ke arah Aii tajam.
"Kak Farel pacar kalian?"
Mata Silas terbelalak. "HEH ENAK AJA! DIA CUMA PUNYA GUA. BUKAN PUNYA ANDI!"
"Oh... kirain."
"Inti dari segala inti, gua nggak mau, kalau lo deket-deket sama Farel!"
"Sorry, enggak minat." Aii pergi begitu saja.