Dodit menepikan motor bututnya di tepi jalan. Ponsel yang disimpan di saku kemejanya itu bergetar. Ia melihat nama kontak si pemanggil yang diberi nama 'Tuan Tanah' di kontak telepon.
"Jangan berani melarikan diri lagi!" Sebelum menerima panggilan, ia mengancam Julia terlebih dulu agar gadis itu tidak lari.
"Halo, Tuan."
"....."
"Ba-baik, Tuan."
Dodit tersenyum lebar. "Cepat naik!" Ia putar balik dan melajukan motornya ke rumah Oman. Setelah menerima telepon dari laki-laki itu, wajah Dodit yang awalnya mengkerut kembali cerah.
Hutangnya bisa dibayar oleh tubuh anak tirinya. Ia sangat bahagia karena tidak lama lagi, ia akan terbebas dari hutang. Ia juga bisa berjudi kembali dengan bebas.
***
Julia dan Dodit berlutut di depan teras rumah Oman. Kimo, sang asisten itu berdiri di samping majikannya yang duduk dengan angkuh di kursi rotan. Ia memperhatikan wajah gadis itu.
Namun, karena wajahnya menunduk, Oman tidak bisa melihat dengan jelas. Seperti sedang membeli barang, ia ingin melihat barang yang akan dibelinya terlebih dulu. Gadis itu gemetar saat Oman bicara padanya.
"Siapa namamu, Gadis kecil?"
"Jawab pertanyaan Tuan, Juli!" Dodit menyikut lengan gadis itu.
Bagaimana bisa menjawab? Mengendalikan rasa takutnya saja, ia tidak bisa. Laki-laki paruh baya itu ingin membelinya. Apa yang akan aku hadapi nanti? tanya Julia dalam hati.
"Bangun dan berdiri dengan tegak, Gadis kecil!" Perintah Oman mendominasi. Beberapa pengawal Oman, berdiri di belakang Dodit dan Julia. Tidak ada yang berani bersuara saat Oman berbicara.
"Bantu Nona Julia untuk bangun!" Perintah Kimo saat Oman menoleh padanya. Ia mengerti perintah majikannya meski hanya lewat pandangan.
"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku! Aku bisa sendiri," ucap Julia sambil menepis tangan para pengawal. Gadis itu ingin lari, tapi ia takut dengan ancaman Dodit yang akan menjual ibunya jika ia melarikan diri. Walau tahu, ia akan masuk ke dalam neraka, ia tetap menghadapinya.
Julia berdiri tegak, wajahnya diangkat, menatap lurus ke wajah pria paruh baya itu. Kemeja panjang hitam, dipadu celana panjang dengan warna senada. Sosok laki-laki beruban, memakai kacamata tebal, dengan cerutu yang terselip di tangannya itu menatap Julia dari atas kepala sampai ujung kaki.
Ia mengangguk-angguk sambil tersenyum. Kemudian, ia berbisik pada asistennya. Senyuman tipis tersungging di bibir Kimo.
"Aku suka dengan anak gadismu ini. Hutang dua ratus juta akan aku anggap lunas. Sesuai dengan ucapanku di telepon tadi, aku akan memberikan tambahan uang seratus juta. Kau urus surat perjanjiannya dengan Kimo."
Dodit pergi bersama asisten Oman. Mereka sudah membuat surat perjanjiannya saat Ambar pulang ke rumahnya. Oman menyetujui permintaan wanita itu.
Ia memiliki dua orang putra dan berniat menikahkan Julia dengan salah satu anaknya. Namun, Gadis itu pikir, ia harus menikah dengan Oman. Laki-laki itu memang selalu menunjukkan wajah garang di depan orang lain.
Oman memiliki perkebunan teh yang sangat luas, beberapa ribu hektar tanah yang didapat dari hasil meminjamkan uang, juga tanah warisan keluarganya. Ia meneruskan bisnis turun temurun yang sudah dijalani oleh keluarganya. Meski orang lain memandang hina, ia tetap merasa bangga.
Dodit keluar sambil membawa amplop berwarna coklat. Kimo berbisik pada majikannya. Oman mengangguk sambil melirik Julia.
"Pak Dodit!"
"Iya, Tuan."
"Pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Bawa Julia pulang dan pastikan dia tidak melarikan diri. Saya akan menjemputnya tanggal 2 bulan depan."
"Baik, Tuan. Kalau begitu, saya permisi."
Dodit menarik tangan Julia. Mereka pulang ke rumah setelah urusan di rumah Oman selesai. Mulai hari ini, Julia sudah resmi dibeli oleh tuan tanah sekaligus rentenir.
***
Julia melamun di kamarnya. Ia telah berkorban cukup banyak demi menutup hutang ayah tirinya. Namun, kali ini ia harus mengorbankan hidupnya. Rasanya sangat tidak adil bagi gadis itu.
Dodit memiliki putri, tapi lagi-lagi, Julia-lah yang harus berkorban. Air matanya telah mengering. Sejak pulang dari rumah Oman, ia menangis di kamarnya.
Ia tidak makan atau minum. Hanya berbaring, menangis, dan mengingat masa lalunya ketika sang ayah masih hidup. Kala itu, ia hidup dengan bahagia.
Saat ayahnya meninggal, mereka diusir oleh orang tua Smith yang adalah kakek dan neneknya Julia. Mereka hidup mengontrak dari rumah yang satu ke yang lainnya. Hingga akhirnya, Ambar menikah dengan Dodit dengan harapan ia tidak perlu memikirkan tempat tinggal.
Dodit memiliki rumah sendiri, meski tidak mewah. Namun, lebih baik daripada tidak punya sama sekali. Awalnya Dodit sangat baik. Itu sebelum emas, tabungan, uang yang dimiliki Ambar habis.
Julia yang saat itu baru lulus SMA memutuskan untuk mencari pekerjaan. Namun, di desa itu sangat sulit mencari pekerjaan. Beruntung, ia berkenalan dengan seorang pemuda asli di desa itu.
Ia akhirnya mendapat pekerjaan di pasar sebagai pelayan di sebuah toko baju. Mereka semakin dekat dan akhirnya menjalin kasih. Namun, Dodit selalu melarang mereka berhubungan. Kini Julia tahu maksud ayah tirinya melarang mereka berhubungan, rupanya karena laki-laki itu sudah berencana menjualnya.
"Juli, ini Mama."
Julia beranjak turun dari ranjang dengan malas. Ia enggan untuk bicara, tapi tidak ingin membuat ibunya sedih. Sebelum membuka pintu, ia menghapus sisa air mata yang masih menggenang di sudut matanya.
"Boleh Mama masuk?" tanya Ambar saat pintu kamar terbuka.
Gadis itu mengangguk. Ia membuka pintu lebar-lebar lalu menutup dan menguncinya kembali. Setiap kali gadis itu merasa sedih, ia akan berbaring di pangkuan ibunya.
Ambar, wanita itu mengelus rambut Julia, merapikan anak rambut yang menutupi mata Julia. Wanita paruh baya itu tidak bertanya apa-apa. Julia tidak pernah mau berbagi kesedihan dengannya. Ia hanya bisa melihatnya menangis, tanpa tahu masalah apa yang disembunyikan darinya.
Namun, kali ini Ambar tahu masalah yang sedang dihadapi gadis itu. Ya, karena dialah yang menjual Julia kepada Oman. Meski Dodit yang menerima uang, tapi Ambar-lah yang menawarkan Julia.
Wanita itu lebih tenang jika Julia dibeli oleh tuan tanah kaya raya itu dibandingkan kepada bandar judi. Julia pasti dijadikan wanita penghibur jika berada di tempat perjudian. Ambar tidak tahu, Julia akan diapakan oleh tuan tanah itu. Ia berharap, Julia bisa hidup lebih baik.
Bersama dengan Dodit, Julia tidak akan pernah bisa terlepas dari siksaan. Mungkin saja, ia tidak akan diperas lagi oleh Dodit jika berada di tangan Oman. Harapan itu yang ada di dalam hati Ambar.
Julia tertidur dengan kepala terbaring di pangkuan ibunya. Gadis malang itu mengerutkan alis bahkan dalam keadaan tidur. Beban yang ditanggungnya terasa sangat berat. Rasanya tidak sanggup lagi untuk bertahan, tapi ia tidak bisa menyerah karena kasihan pada ibunya.
====BERSAMBUNG====