Chereads / IMPERFECT CEO / Chapter 19 - 19. In Time

Chapter 19 - 19. In Time

Mobil mewah yang membawa tubuh Luna untuk kembali ke rumahnya itu melaju sedang membelah padatnya Kota Amsterdam kalau malam tiba. Gemerlap lampu yang berjajar apik nan rapi di sepanjang jalan seakan menjadi pesona tersendiri untuk gadis itu. Luna menyandarkan perlahan kepala di sisi pintu mobil. Sesekali mendesah dan menghela napasnya ringan seakan berat dirasa menjadi penutup harinya malam ini. Ia tak menyangka, sungguh. Bertemu dengan calon bos di tempatnya magang bekerja adalah hal yang paling mengejutkan yang pernah terjadi selain perselingkuhan sang kekasih.

Tuan Ge Hansen Joost namanya. Si pria tua, namun dengan tampang muda. Paras Tuan Ge sangat tampan dan mempesona. Tak seperti pria tua lainnya yang akan pudar ketampanannya kala usia menggerogotinya. Wajah sempit sedikit lonjong dengan tulang pipi menyempit dan dagu yang runcing. Matanya tajam bak elang sedang membidik. Bibirnya tipis berbentuk garis dengan warna merah muda yang cerah nan menggoda. Rambut hitam legam dengan warna murni tak dipalsukan. Perawakannya gagah dan kekar dengan balutan jas mahal yang bermerk.

Satu hal yang membuat Luna terkejut. Perihal Tuan Ge yang memiliki seorang putri hampir setara usia dengannya. Namanya adalah Amanda. Gadis itu tak memperkenalkan dirinya dengan baik, jadi Luna hanya tau sebatas nama panggilannya saja. Usia, di mana ia bersekolah, dan bagaimana kepribadiannya Luna tak tahu menahu tentang itu.

Jika dilihat sekilas pandang, Amanda tak mirip dengan Tuan Ge. Dalam tebakan Luna, gadis itu pasti mengambil lukis wajah dari sang ibu. Parasnya kecil. Dengan dagu lancip yang garis rahang yang tegas. Matanya bulat naik ke atas dengan duduk rapi di bawah alis cokelat tua berbentuk garis yang sedikit menyiku di kedua bagian ujungnya. Bibir merah merona berbentuk hati sedikit tebal di bawahnya. Satu tahi lalat menghias di sisi mata kirinya. Rambut gadis itu panjang tergerai. Melengkung apik dari bawah telinga hingga sampai ke setiap ujungnya. Cokelat muda adalah warna surai yang menjadi mahkota penutup kepalanya. Bisa dikatakan secara fisik, Amanda itu sangat cantik tak kurang apapun.

"Di mana rumahmu?" Seseorang menyela lamunan Luna. Menarik perhatian gadis itu untuk menoleh dan menaikkan pandangannya.

Amanda yang duduk di sisi kursi kemudi memutar tubuhnya kala Luna tak kunjung memberi jawaban. Ditatapnya di penumpang asing yang baru ditemuinya beberapa waktu lalu. Luna sengaja diajak pulang bersama oleh gadis muda itu. Dalam pembelaannya untuk sang papa, ia mengatakan bahwa Luna sudah menyelamatkan dirinya dari kejaran anjing liar yang lepas dari talinya. Sebagai bentuk rasa terimakasih yang teramat sangat, Amanda ingin sang papa menghantar Luna kembali ke rumahnya dengan selamat.

"Di depan sana belok ke kiri." Luna menunjuk tepat ke arah perempatan jalanan. Di sisi tiang lampu jalanan itu Luna ingin Tuan Ge membanting stir mobilnya.

"Daddy dengar itu?" Amanda kini memindah fokusnya. Menatap pria yang hanya mengangguk sembari tersenyum ringan.

"Ngomong-ngomong Luna akan berkerja sebagai apa di perusahaan Daddy?"

Pria yang ada di sisi Amanda hanya diam. Tersenyum ringan tak membalas pertanyaan dari sang putri. Amanda bukan tipe gadis yang suka ikut campur dengan perusahaan sang papa. Yang diinginkan gadis itu hanyalah menjadi seorang balerina terkenal di penjuru kota. Ia sudah memiliki modal dasarnya yaitu cantik dan bertubuh ringan indah mempesona.

"Hei! Ayolah Daddy! Aku penasaran." Amanda mengimbuhkan. Merengek manja pada sang papa yang hanya tertawa kecil.

Luna menatap itu semua dari kursi kemudi. Bagaimana seorang Tuan Ge yang terkenal garang sudah membuat dirinya terdiam bungkam saat interview sebelum dirinya dinyatakan diterima tadi pagi, kini berubah menjadi seorang pria yang akan luluh pada senyuman seorang anak gadis. Luna ikut tersenyum singkat. Sesekali menatap paras Amanda yang terlihat begitu bahagia dan nyaman bersama sang ayahanda.

"Dia hanya akan menjadi pegawai magang selama beberapa bulan ke depan," jelas Tuan Ge singkat. Membelokkan stir mobilnya untuk menuju ke arah yang yang ditunjuk oleh Luna beberapa waktu yang lalu.

"Dia orang baik, jadi tolong berikan pekerjaan yang baik juga untuk Luna, Dad." Amanda kembali mengimbuhkan. Kini menatap Luna yang hanya bisa tersenyum ringan. Baru kali ini seseorang menyebut dirinya sebagai 'orang baik'

"Tentu. Daddy akan melakukannya jika itu permintaanmu." Tuan Ge membalas. Mengusap puncak kepala gadis yang ada di sisinya.

Perlahan mobil yang dikemudikan oleh Tuan Ge memelan. Bukan jalanan besar penuh dengan hiruk-pikuk suara kendaraan bermotor, namun sebuah jalanan sepi yang mulai menyempit. Tak banyak dilalui orang. Hanya beberapa lalu lalang pengguna jalan yang terlihat memenuhi jalanan untuk memecah sepi. Lampu jalan pun tak sebanyak sebelumnya. Satu dua kali ditemui oleh Tuan Ge kala ia mencoba untuk menyesuaikan dengan tempat barunya sekarang ini.

"Di depan itu rumahku." Luna menunjuk. Sukses membuat Tuan Ge merespon dengan menepikan mobilnya tepat di sisi bangunan besar dengan gerbang hitam yang sedikit berkarat. Ada satu lampu penerangan yang kuning cahayanya. Sedikit redup tak seterang lampu mobil milik Tuan Ge.

Luna bergegas. "Terimakasih sudah menghantarkanku, Amanda. Juga Tuan Ge." Gadis itu tersenyum ringan dibagian akhir kalimatnya. Sejenak membungkukkan badannya untuk memberi salam perpisahan dengan hormat.

"Tentu." Amanda menjawab antusias. Membiarkan Luna yang mulai beranjak dari posisinya. Mendorong pintu mobil yang ada di sisi gadis itu kemudian keluar meninggalkan Tuan Ge dan putrinya.

Langkah kaki Luna tegas berjalan. Menuju ke depan gerbang rumah yang terkesan sepi bak mati tak ada penghuni.

"Nona Luna!" Seseorang memanggilnya.

Gadis itu memutar tubuh. Menatap siapa kiranya yang memangil dengan suara asing itu.

"Aku pikir aku belum sempat berterimakasih padamu." Tuan Ge adalah orang yang menyela langkah milik Luna Theresia Skye.

"Aku mengucapkan banyak terimakasih untuk putriku. Jika tak ada dirimu, mungkin saja—"

"Sama-sama. Aku senang bisa membantu." Luna menyela. Memotong kalimat pria tua yang mungkin saja hampir setara usia dengan ayahnya.

Tuan Ge Menganggukkan kepalanya ringan. Sesekali tersenyum pada Luna yang baru saja menutup bibirnya rapat. Kemudian menelisik masuk ke dalam rumah gadis yang ada di depannya itu.

"Kau tinggal sendirian?" tanya Tuan Ge dengan nada ringan.

Luna menganggukkan kepalanya ragu. "Orang tuaku mengurus bisnis di kota lain. Kadang kala temanku datang untuk berkunjung dan menginap. Aku juga terbiasa bermalam dengan kekasihku." Luna menjelaskan singkat. Tersenyum kaku sebab rasa canggung mulai menyelimuti keduanya. Entah sejak kapan Luna mampu merasa canggung dan aneh dengan lawan bicaranya seperti ini, umumnya ia hanya cukup menyesuaikan diri dalam beberapa detik saja. Selepas itu semua akan mengalir begitu saja.

"Luna?" Suara berat menyela di balik kegelapan. Seorang pria bermantel tebal dengan bulu halus yang menyelimuti lehernya kini berjalan mendekat. Membawa sekantung makanan ringan yang dibelinya sebelum datang kemari.

"William?"

.... To be Continued ...