Chereads / IMPERFECT CEO / Chapter 22 - 22. In Case Of

Chapter 22 - 22. In Case Of

Faculty Of Economics and Business adalah jurusan yang dipilih oleh Damian untuk menghabiskan masa mudanya untuk menuntut ilmu. Remaja tampan dengan penampilan khas yang selalu bisa dibilang rapi dan mempesona. Kata orang cara berpakaian dan berpenampilan seseorang adalah cara terbaik untuk mempresentasikan bagaimana diri kita di muka umum. Itu benar valid untuk Damian. Sikapnya anggun, bukan seperti perempuan namun anggun di sini adalah tenang dan menguasai. Perilaku remaja seusia dengan Luna Skye itu bisa dibilang sangat sederhana seperti caranya berpenampilan. Tak pernah over dalam menyikapi sesuatu yang terjadi di lingkungannya, Damian adalah tipe orang bisa menyelesaikan semuanya dengan baik dan bersih.

Tentang Damian, remaja tampan yang baik berbudi luhur. Anak semata wayang dari pemilik rumah makan terbesar ketiga di Kota Amsterdam Belanda. Menyandang status pemegang utama saham orang tua atau ahli waris satu-satunya tak membuat pria itu menjadi seseorang dengan kepribadiannya buruk yang menyebalkan, Damian adalah orang yang patut disebut si pria dewasa dengan tingkah baik dan terpuji.

Tinggal sendirian? Tidak! Damian tinggal bersama kedua orang tuanya. Di sebuah rumah sederhana oranamennya namun luas tempatnya. Rumah yang dibangun di sudut padatnya kota Amsterdam ini menjadi tempat paling nyaman untuk Damian dalam melepas penat. Bersama kedua orang tua juga seorang gadis muda yang menyandang status sebagai adik tirinya. Ya, Damian tinggal bersama ayah kandung dan seorang wanita yang membawa gadis cantik kala pernikahan terjadi sepuluh tahun silam.

Ini bukan kisah Cinderella yang kejam dengan ibu tiri dan saudara perempuannya yang licik, Damian hidup berbahagia dengan siapapun yang menghuni rumah indah ini. Damian paling suka seduhan teh hangat yang dibuat oleh Mira, si adik baik yang manis dengan sepasang gigi kelinci kecil menghias di dalam jajaran gigi putih miliknya. Gadis itu adalah seorang siswi yang pendiam di sekolah menengah atas. Suka dalam menghitung angka gila dan membaca kata berteori. Mira bisa dikatakan sebagai gadis pandai yang menyukai tantangan. Bersama sang kakak tiri, gadis itu mengutarakan mimpinya. Menjadi seorang profesor muda yang berprestasi. Menghasilkan penelitian luar biasa yang membanggakan keluarganya adalah mimpi si gadis kecil nan polos itu.

Mira adalah bintang indah untuk Damian, namun bagi Mira, Damian adalah surya besar yang agung menyinari hidupnya.

"Kau sedang belajar lagi?" Mira, gadis cantik dengan mata besar berbinar dan berkilau itu menyapa sesaat selepas sukses melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang belajar milik Damian. Lampu sedikit redup hanya terpapar cahaya rembulan luar yang mencoba masuk merambah melalui celah tirai jendela yang terbuka separuhnya.

Gadis itu mendekat. Kini mampu menatap dengan paras sang kakak tiri kala lampu belajar milik Damian dinyalakan oleh pria itu.

"Aneh melihatku belajar?" kekeh Damian menyamakan pandangan untuk sang adik. Gadis polos yang selalu terlihat biasa dengan penampilan ala kadarnya. Rambut panjang terikat menjadi satu dan mengumpul di atas punggungnya. Wajah polos tak pernah ber-make up sebelumnya. Pergaulan sang adik tak bebas. Hanya lingkup pertemanan kecil yang dibatasi. Bukan orang tua Damian yang melakukan hal keji itu, namun sang adik lah yang membatasi semuanya sendiri.

"Tidak, hanya suasananya tak tepat." Mira tersenyum. Meletakkan secangkir kopi dengan kepulan asap yang tegas mengudara. Aroma arabika kini masuk menari-nari di dalam lubang hidungnya. Bak seorang ibu untuk Damian, Mira pandai membuat Damian menjadi nyaman.

"Apanya yang tidak tepat?"

Gadis itu menarik kursi. Duduk di sisi Damian sembari mulai memainkan ujung pena milik sang kakak. "Aku ingin bercerita sesuatu malam ini. Itu yang membuat waktunya tak tepat."

"Kau membuatkan diriku kopi alih-alih teh seperti biasanya, sebab menginginkan sesuatu dariku?" Damian mencubit kasar pipi sang adik. Membuat gadis muda itu mengerang lirih.

Tawa menghiasi sepersekian detik kemudian. Disela dengan helaan napas sang adik yang sukses menghentikan segalanya. Damian kini menatap. Masuk ke dalam lensa indah yang terlihat begitu suci dan murni, mirip milik Luna Theresia Skye.

"Ada masalah di sekolahmu?" tanya Damian melirih.

Gadis itu mengangguk-anggukan kepalanya. Kembali pada diam yang membuat rasa penasaran semakin ada di dalam diri Damian.

"Aku menyukai seseorang," bebernya membuat pengakuan.

"Kau? Kau menyukai seorang laki-laki?" Damian antusias. Sang adik bukan tipe gadis yang mampu melakukan hal itu sebelumnya. Mencintai lawan jenis, maksudnya.

"Masalahnya ...." Mira menjeda. Menatap sang kakak yang menunggu kalimat lanjutan darinya.

"Dia adalah kekasih teman satu meja denganku." Mira merengek-rengek. Mengacak rambutnya sendiri seakan kesal dengan perasaan yang menyelimuti di dalam dirinya. Perasaan yang dirasa oleh sang adik, mirip dengan apa yang sedang terjadi padanya. Mencintai seseorang yang sudah memiliki tambatan hati, Damian paham betul bagaimana rasanya. Sesak dan menyebalkan!

"Lalu?" tanya Damian singkat.

"Aku harus bagaimana?" kesalnya mengeluh.

"Kau benar mencintai orang itu?" Damian menyahut. Dilihatnya sang adik yang menghela napas kasar sembari menganggukkan kepalanya ringan. Bibirnya terlipat bersama keningnya yang berkerut dan alis yang saling bertaut satu sama lain. Resah juga gelisah. Perasaan cinta pertama yang seharusnya menyenangkan, berubah menjadi sesuatu yang mengganggu dan menyebalkan kala ia tahu bahwa yang disukainya adalah orang yang sudah memiliki kekasih hati.

"Rebut kalau gitu." Damian tertawa. Menarik secangkir kopi yang diseduh untuknya.

Pukulan kasar mendarat di atas dada bidang miliknya. Gerutu lirih didengar kala tawa Damian melirih. Adiknya kesal, dari segala macam saran baik mengapa harus yang itu?

"Aku tak bisa melakukannya!" kesalnya membentak.

Damian tersenyum kuda. Kesal dan merajuknya seorang Amira Adellia Edaurus adalah hal yang sangat menggemaskan untuk Damian.

"Kekasihnya adalah teman baikku. Gadis itu adalah orang yang baik. Aku tak bisa melakukan hal yang jahat padanya."

Mira memutar tatapan. Menatap bingkai foto sang kakak yang ada di sudut meja. Menunjuknya dengan kerutan wajah yang mengisyaratkan bahwa kesalnya belum juga surut. "Kau mencintai gadis itu?"

Damian menoleh. Foto Luna bersama dirinya di tepi pantai kala kampus tempatnya menimba ilmu mengadakan kunjungan keluar untuk memberi hadiah di tahun pertama memulai pembelajaran.

"Dia hanya temanku," kata Damian berdusta.

Sang adik menoleh. Menyipitkan matanya untuk mencoba menelisik arti tatapan dan nada bicara Damian.

"Mari kita membuat perumpamaan." Gadis itu memulai. Menarik kedua tangan sang kakak agar berhadapan dengannya.

"Jika kau mencintai gadis itu, tapi ternyata gadis itu sudah memiliki kekasih di mana kekasih gadis itu adalah teman yang kau kenal, hanya demi cinta kau tega merebutnya?"

Damian diam. Melirik sejenak foto Luna yang tersenyum senang sembari merangkul bahunya. "Tentu. Lagian kita bukan teman baik." Damian menyahut. Tersenyum aneh sembari mengembalikan tatapannya untuk sang adik.

"Dan merebut kebahagiaan orang yang kau cintai? Maksudku, bagaimana jika ternyata dia sudah bahagia dengan kekasihnya. Kau akan merusak itu hanya untuk menebus egomu sendiri?" kata gadis itu melanjutkan. Sukses membuat Damian terdiam sembari tersenyum tipis.

... To be Continued ...