"Tuan muda Snapp, besok jam sembilan anda harus menghadiri acara pembukaan cabang baru perusahaan Dermafirts, jam tiga sore rapat kerja proyek baru dengan perusahaan clothes fashion. Dan Sabtu malam nya ada acara makan malam di keluarga besar Huan."
Sekertaris Hana sedang membacakan agenda Snapp untuk dua hari ke depan.
"Batalkan untuk acara makan malam di keluarga Huan. Sediakan saja hadiah untuk di antar kesana." Titah Snapp sembari melangkah masuk ke ruang kerjanya. Sekertaris Hana yang masih mengekor di belakangnya menunduk patuh.
"Baik."
Seorang gadis muda tiba-tiba muncul dari balik pintu dan membuat Snapp terkejut, dengan masih mengenakan pakaian anak SMA ia menghambur masuk dan bergelayut manja di tangannya, "Kak Snapp, apa kabar?sudah lama kakak tidak pulang ke rumah, Gista rindu."
Mata Snapp melirik ke arah Sekertaris Hana, gadis muda yang merupakan adik kandung nya itu seharus nya tidak berada di sana. "Kau kan sibuk sekolah, memang masih ada waktu untuk rindu padaku?" Snapp menoel hidung adik nya manja.
"Aku sudah bilang ke papa sama Mama, Sabtu malam kakak akan pulang dan makan malam bersama, bagaimana?"
Wajah Snapp seketika berubah, dengan suara gemetar ia berkata, "Sabtu malam ya? Aku ada acara makan malam di keluarga Huan."
Tidak hanya pria itu yang terkejut, Sekertaris Hana yang masih setia berdiri di sisi nya merasa lebih bingung lagi, namun dia memilih untuk diam.
Bagaimana orang ini bisa berubah pikiran dengan sangat cepat?
"Ah... kebetulan sekali, kau sangat sibuk, baiklah kalau begitu, aku tidak akan mengganggumu lagi. Ingat... lain kali kalau ada waktu, jangan lupa pulang ke rumah." Gadis muda itu berangsur pergi meninggalkan ruangan.
Dengan tangan yang masih melambai mengiringi kepergiannya, Sekertaris Hana tak tahan untuk tidak bertanya, dengan suara sedikit ragu-ragu dia berkata, "undangan dari keluarga Huan?"
"Tidak usah di tolak, aku akan menghadirinya."
"Baik."
Siapa yang berani membantah jika pria itu sudah membuat keputusan. Sekertaris Hana pun berangsur pergi meninggalkan ruangan, dia mendapati Silia yang sedang membuat minuman untuk dirinya sendiri.
"Silia..."
Gadis itu menoleh ke asal suara, di dapatinya wanita cantik namun berpenampilan dingin itu sudah melipat tangan di depan dada serta menatap nya dengan tatapan sinis. "Kenapa pagi ini kau tidak membuatkan kopi untuk tuan muda Snapp?"
"Ah... aku," Silia tidak tahu harus berkata apa, dan akhirnya hanya berkata, "maaf, aku lupa." Sepertinya itu terdengar tidak masuk akal, ia teringat saat Snapp hampir mencuri ciuman nya, membuat nya makin enggan berhadapan dengan pria itu.
Dengan ketus Sekertaris Hana kembali berujar, "kamu bukan hari pertama kerja di sini, hal seperti itu seharusnya tak perlu di ingatkan kan?"
"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi." Akhirnya hanya kalimat itu yang terlontar, Silia tak ingin memperpanjang masalah. Karena masalah yang sebenarnya, dia harus bersikap bagaimana saat harus berhadapan dengan Snapp?
Malma itu, Snapp memang tak memaksakan kehendaknya, dia buru-buru membalikkan tubuhnya dan bersikap seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa, meski begitu....
"Silia...."
Lamunan Sila buyar, sebuah suara kembali mengejutkannya, di lihat nya Alya kini sedang berlari-lari kecil ke arah nya. "Alya...."
"Apa tuan muda Snapp ada?" Gadis itu bertanya dengan antusias seperti biasanya.
"Oh... dia sudah pergi untuk menghadiri sebuah acara."
"Yach... padahal aku sangat ingin melihatnya hari ini, sekarang dia jarang sekali mampir ke devisi keuangan. Semakin memikirkan nya, hatiku semakin sakit?"
Berlebihan, ya... gadis itu terdengar berlebihan seperti biasanya menurut Silia. "Kenapa hatimu terasa sakit?" Namun kali ini, Silia juga tidak tahu, kenapa dia ingin tahu alasannya.
"Karena, di dunia ini,tidak ada pria yang bisa di bandingkan dengan tuan muda Snapp," Gadis itu tak berhenti di situ, dia menatap Silia dan melemparkan pertanyaan balik, "Silia, seandainya tuan muda Snapp menginginkanmu? apa kau akan menolak nya?"
Mendapati pertanyaan itu, Silia hanya bisa terdiam, tentu saja dia menolak nya, bahkan dia sudah menolaknya sebanyak dua kali.
"Alya, kau merasa sedih karena hanya bisa mengaguminya, tapi tidak yakin bisa mendapatkannya, karena tidak bisa kau miliki, seseorang itu jadi terlihat paling terbaik di matamu."
Jelas itu perkataan tersirat, di bandingkan harus menjelaskan apa yang sudah di lakukan pria itu dan yang sudah di lakukan nya, Silia mencoba memberi pengertian dengan cara lain pada teman baik nya itu, supaya kelak dia tidak perlu kecewa dan menanggung kesedihan yang tidak sepantasnya dia lakukan. Meskipun kadang, dia ragu dengan perasaan nya sendiri. Tapi dia selalu berusaha menggunakan otak nya untuk menyadari satu hal. Pria yang menginginkannya, bukan lah pria baik, dia seorang playboy dan mungkin akan bosan juga setelah puas bermain-main dengan nya. Apakah harus menyerahkan diri pada seorang seperti itu, bahkan cinta yang tulus seperti Alya miliki, apakah itu adil?
Entahlah....
Bersambung.