Chereads / AKASIA / Chapter 8 - 8

Chapter 8 - 8

Arial justru memandangi penampilan Rara sedikit lebih selidik. "Oh, udah jam segini. Kirain kamu mau tidur tadi. Maaf ya ganggu."

Rara mengusap tengkuknya sebelum duduk di sebelah Arial. "Nggak kok. Nggak juga. Aku abis belajar tadi. Tinggal beres-beres," kataya. "Oh, ya... Mama bilang kamu mau nganterin barangku yang ketinggalan?"

Arial tersenyum tipis. "Iya, nih... kamu lupa soal sesuatu?"

"Eh? Nggak kok," kata Rara. Dia pun mencoba mengingat-ingat barang apa yang kelupaan di sekolah tadi, tapi sepertinya tidak ada. Hm... lalu apa? "Tapi aku kok nggak ngerasa kelupaan apa-apa, ya?"

"Yang bener?" tanya Arial. Senyumnya berubah jahil saat ini. Lalu mengambil sebuah kotak yang sejak tadi ternyata disembunyikan di sebelahnya. "Kalau ini bagaimana?"

Rara pun berseru seketika. "Wah! Es krim!" katanya senang.

Arial pun meletakkan kotak itu di meja. "Rasanya bermacam-macam dan udah kubeliin 5 mangkuk, hm?"

Rara pun merona tipis, "Ugh... Kamu..." katanya. "Kupikir udah lupa karena kemarin nggak jadi."

Arial justru terkekeh. "Kan aku udah janji..." katanya santai. Lalu menunjuk kotak itu. "Oh, iya. Di dalemnya ada boneka Pororo mini kalo kamu suka. Kata mbak yang jual itu hadiah karena aku pelanggan ke 1000 hari ini. Haha..."

"Oh, ya?"

"Buka aja kalo penasaran..."

"Makasiiiih..."

Rara pun membuka kotak ice cream itu dan bener-bener menemukan kotak itu di dalam. "Lucunyaaa..." pujinya. Lalu menggesekkan boneka mungil itu ke pipinya.

Arial pun terkekeh melihat ekspresi senang Rara. "Padahal itu Cuma hadiah, dasar..." katanya. "Lain kali kubelikan yang lebih gede kalau mau."

"A-Apa?" kaget Rara.

Arial mengendikkan bahu, "Siapa tahu kan? Dari tadi siang aku ngasih kamu hadiah gratis melulu. Seperti buket mawar itu."

Pipi Rara pun memanas. "Nggak perlu selebay itu juga, Arial," katanya. "Aku samasekali nggak masalah kok. Mau gratis atau bukan. Hehe..."

Arial menatap Rara lurus kali ini. "Tapi kalo tetep kubeliin mau kan?"

Rara pun mengalihkan pandangan. "Kubilang nggak perlu ya nggak usah, Arial," katanya. "Kamu kan harus pinter ngatur uang karena tinggal sendiri."

Arial pun tertawa. "Hahah... Bisa aja mbales kata-kataku," kekehnya. "Padahal kalo niat, sekarang juga aku bisa mobil baru—dasar..." katanya dengan nada bercanda.

Hidung Rara pun mengerut. "Ngaco kamu," cibirnya dengan mulut mengerucut. "Baru SMA diem aja deh. Lagian kita udah kelas 3. Bentar lagi ada banyak tanggungan pembayaran di sekolah. Abis itu mikir biaya untuk kuliah juga..." lanjutannya menasihati. Seolah-olah sudah kerja sendiri saja.

"Tahu kok," kata Arial. "Lagian buat apa aku beli mobil kalo nggak bakal kupake. Wkwk... Beneran ngaco ya? Haha..."

Rara pun mendengus. "Udah ah. Jangan bahas uang lagi," katanya enggan. "Gimana kalo kita makan es krim bareng sambil nonton?"

Arial pun melirik jam dinding sekilas. "Nonton?"

Rara mengangguk serius. "Iya. Kemarin aku baru pinjem DVD dari Mira. Film aksi sih. Katanya bagus jadi aku penasaran...."

"Boleh," kata Arial. "Emang Udah belajar?"

"Udah dong," kata Rara. "Toh justru kamu yang belum hayoooo."

"Kalo belom aku nggak mungkin ke sini lah, Ra," kata Arial.

Rara pun nyengir. "Kirain," katanya. "Yaudah ayuk!"

"Oke," kata Arial. Lalu berjalan ke kamarnya seperti biasa. Sebab televisi memang hanya ada di sana. Sementara Hardian dan Marisa lebih suka membaca koran kalau sekedar tahu berita.

Sampai di dalam, Rara baru menyadari situasi saat itu.

DEG

Begitu DVD mulai memutar dan Arial tiduran di karpet, tepat di sisinya, seketika ingatan Arial kembali ke masa itu.

Masa ketika Arial pernah ketiduran di sini. Memeluknya. Begitu erat seolah-olah guling pribadinya.

ARRRGGGH! Lupakan itu, Rara!

"Gila... Aku bisa gila..." batin Rara gelisah. Padahal Arial terlihat seperti biasa. "Kenapa aku sempet lupa, ugh..."

"Kamu bilang aksi... Tapi kok—" kata Arial. "Ini horor lagi bukan?" tanyanya sembari meremot pelan televisi.

"N-Nggak kok," kata Rara tergagap. Sial. Dia tak siap menjawab pertanyaan barusan. "Beneran aksi kok. Genrenya sains-fiksi. Kemarin aku sempet stalking sinopsisnya dulu soalnya."

"Oh... Bagus deh."

Mengalihkan fokus, Rara pun membuka kotak es krim itu lagi. Semuanya masih dingin dan menguarkan aroma susu beda rasa. Jadi ini sebabnya ...

Diam-diam Rara menyesali kelengannya barusan.

"Ho. Kelihatannya aku tahu rasanya jadi si tokoh utama," kata Arial tiba-tiba. Dia tersenyum dan tampak menikmati film itu. Jemarinya bahkan terus mengetuk-ngetuk remot tanpa sadar. Seperti sedang nonton di rumah sendiri. "Dia jadi aktor Klub Drama juga ya?"

Rara pun menatap layar datar juga. "Oh, gitu..."

Pura-pura ikut menyimak dan paham, meskipun tidak sama sekali.

"Dia juga SMA kelas 3, haha..." tawa Arial. "Rasanha Jadi nonton film tentang aku sendiri. Ada-ada saja ini dunia."

"Iya juga ya," kata Rara. "Padahal Mira bilang genrenya aksi." Lanjutnya. Tetap berusaha terlibat dengan film itu meskipun rasanya aneh sekali.

"Belum kali," kata Arial. "Tuh... Kan! Dia baru ketemu pembunuh yang lagi nyamar!"

Daripada film, Rara justru lebih mementingkan jaga sikap kali ini. Dan sepertinya memang begitulah seharusnya. "Eh, by the way... Kamu mau es krim rasa apa aja?"

"Apa aja boleh," sahut Arial. Lalu tertawa sendiri dengan adegan film-nya. Matanya tak beralih dari layar sedetik pun. "Yang paling nggak kamu suka aja. ASTAGA! Gimana sih cewek ini? Dia bahkan nggak sadar kalo itu robot!" serunya. Lagi-lagi terlihat asyik sendiri.

Rara pun sampai tersenyum tanpa sadar karenanya. Sebuah hal sederhana, tapi itu justru membuatnya nyaman.

"Mungkin aku nggak perlu lebay deh," batin Rara lagi. "Pasti Arial Nggak bermaksud apa-apa waktu itu.

"Jadi, mana es krim-ku nih?" tanya Arial mendadak menoleh ke Rara.

Rara justru menyembunyikan kotak itu di belakang tubuhnya. "Kalo nggak duduk nggak kukasih..." ancamnya dengan senyuman jahil.

"Males ah. Mau bobokan aja," kata Arial. "Nonton sambil duduk pegel tahu."

"Tapi makan sambil bobok juga nggak baik, Arial," kata Rara. Mendadak masuk ke mode ala-ala ibu-ibu rempong. "Cepet duduk gih..."

"Nggak ah. Nggak usah makan es krim pun aku it's okay," kata Arial. Lalu mendadak melotot kaget. "Kirain pembunuhnya tadi! Kenapa malah si Ruel?!" serunya keras.

Membuat Rara kesal entah kenapa.

"Arial." panggil Rara.

"Serius aku nggak makan itu nggak papa, Ra," sahut Arial masih tanpa menoleh. "kan aku beliin semuanya buat kamu."

PATS

Tara meremot mati televisinya tanpa sadar. Membuat Arial kaget ketika membuat layarnya menggelap.

"Ra?" tanya Arial bingung. Dia menoleh dengan alis naik sebelah. "Kok dimatikan? Katanya tadi mau nonton?"

"Nggak jadi. Sekarang udah nggak mood," kata Rara sebal. Jujur dia sendiri tidak tahu kenapa begitu. Padahal tadi kan cemas sekali soal jaga sikap.