Pukul 10 malam lebih film yang tadi sempat di pause pun sudah selesai ditonton. Berhubung Rara bilang sudah mengantuk, Arial pun memutuskan untuk pulang.
Rara berdiri di balkon kamar dan melambaikan tangan ketika Arial pamit ke Marisa di depan teras.
"Aku pulang ya," kata Arial. Kemudian berlalu dengan sepedanya. Di depan teras Marisa mengawasi adegan itu dengan senyum tipis. Ibu Rara itu menyilangkan tangan didepan dada, kemudian bercelutuk.
"Cie yang mulai berani pacaran di depan Mama..." goda Marisa dan diakhiri dengan tawa.
Rara pun merona. "apa-apaan sih ma aku sama Arial masih kayak biasanya kok nggak pacaran."
"Hoooo.... terus kenapa Mama ngerasain sinyal aneh ya." kata Marisa lagi.
"Sinyal sinyal aneh apaan sih, Ma," kilah Rara.
"Kamu kira tua begini nggak pernah jadi remaja ya," desak Marisa.
"Ih Mama! Udah deh jangan sotoy mulu.. ugh," keluh Rara. Lalu ngeloyor masuk begitu saja.Pipinya menggembung lucu saat itu meskipun setelahnya dia merasa di balik dinding jendela.
Deg deg deg..
Rara menoleh ke cermin lemarinya yang tinggi badan. Cermin itu tertempel di tembok. Di sana wajahnya terlihat begitu bahagia padahal tidak mengekspresikan apapun.
Ya Tuhan... Sejelas itu kah bahasa hatinya? Bukankah dia baru patah hati seminggu lalu? Terus perasaannya ke Feri selama ini apa?
Rara memejamkan mata sejenak. Mencoba menarik memori memori tentang Feri secepat mungkin. Sekedar memastikan bahwa perasaan itu adalah nyata.
"Mawar ya..."
Hingga kemudian terlintas Feri yang tersenyum padanya sambil membawa bunga mawar bonsai. Bunga itu masih berupa kuncup dan belum ada tanda-tanda mekar.
"Emang aneh ya kalau aku suka bunga yang sudah umur," kata Rara segan.
"Nggak kok," kata Feri. Lalu menaruh pot itu di rak bonsai. "... justru bagus dong kalo suka mawar. Bunga ini kan lambang feminitas absolut kaum perempuan."
"Yang bener?" tanya Rara.
"Yups. Artinya juga bagus," kata Feri.
"Emang artinya apa," tanya Rara lagi.
Feri berbalik dan menatapnya lembut. "Hahaha... agak memalukan sih kalau aku bilang waktu kita cuma berdua," tawanya renyah.
"Eh kok gitu..." protes Rara.
"Soalnya mawar itu berarti hati kasih sayang penerimaan dan cinta," kata Feri pada akhirnya.
Rara pun merona dan salah tingkah entah kenapa. "Wahh... gitu ya," katanya tak menyangka. "Padahal aku suka karena harumnya."
Feri lalu menggandeng tangannya tiba-tiba. "Mau aku kasih lihat yang lain?" tawarnya.
"Eh?" kaget Rara. Dia memandang tangannya lalu ke mata Feri.
Sarapan mengusap tengkuknya malu. "Kelihatan banget ya? Tanyanya.
Setelah itu Feri benar-benar membawanya berkeliling kebun Klub Bonsai. Tempatnya merupakan rumah kaca yang dipenuhi pot pot lucu. Ada yang di jejer, ada yang ditata di rak, ada juga yang digantung.
Berbagai macam bunga ada di dalam sana. Dan meskipun namanya Klub Bonsai, ternyata ada juga yang ditanam langsung ke tanah. Beberapa juga berupa tanaman rambat.
Saat itu Feri menunjukkan semua keindahan di sana tanpa terkecuali.
"Kalau aku lebih suka bunga lili..." kata Feri. Dia membelai mahkota bunga yang masih separuh kuncup itu. "Apalagi yang berwarna putih. Soalnya bagus untuk menandai hubungan persahabatan." lanjutnya, lalu menghirupnya dari dekat.
Rara benar-benar tak bisa berpaling dari Feri saat itu. Dia kelihatan begitu lembut dan menyatu dengan bunga-bunga di sekitarnya. Seperti pangeran mimpi, dan tak ada yang lebih indah daripada pemandangan tersebut.
"Gitu, ya..." desa Rara, tak tahu lagi mau bilang apa.
Feri mendadak tertawa. "Hahaha... Maaf, ya. Kalau aku ternyata bikin kamu ilfeel.." katanya malu. "Aku tahu ini aneh kok... Cowok kan harusnya nggak suka bunga."
"Apa?" kaget Rara. "Aku nggak ngerasa gitu sama sekali kok bener..."
"Hahah... gitu ya." kata Feri. "Jadi senang dapat anggota baru yang baik hati."
DEG
"F-Feri..." desah Rara. "...kamu nggak perlu bilang gitu juga kok." lanjutnya dengan pipi memerah.
"Tapi aku serius..." tegas Feri. "Jadi makasih ya udah gabung ke sini."
Rara justru mengalihkan pandangan saat itu titik dia pura-pura memperhatikan kupu-kupu biru yang hinggap di kuncup lili. "Mn," gumamnya pelan.
hanya saja, memori itu justru kabur setelahnya. Berganti wajah Arial yang dihiasi senyum tipis.
"Arial..." desah Rara pelan. dia pun menggeser kunci layar dan mendadak muncullah sebuah gambar dari WA.
DEG
"Arial?!" Kaget Rara. Gadis itu lalu menangkup bibir tak menyangka.
Karena Arial di layar ponsel itu terlihat sedang duduk di balkon kamarnya. Di tangannya ada sebuah boneka Pororo super besar. Dia mengambil sebuah kue tart berlilin angka 6, dan sambil memejamkan mata disertai senyuman tipis.
Rara mulai berkaca-kaca saat membaca caption yang disertakan.
((HAPPY SWEET SWEETVERSARRY, RARA))
"THANKS! UDAH JADI MY BELOVED GIRL SELAMA 6 TAHUN INI. I'm sorry... Kalau aku cuma kirim foto untuk sementara. You know? Tadinya benda berbulu ini mau ke bawah sekalian, tapi surprise plan-ku langsung gagal, karena si pengirim bilang distribusinya mendadak trouble. Of course, aku pengen marah kepada si pengirim. Tapi ya sudahlah udah jam segini. Kita tidur aja oke? Besok aku bawain deh buat kamu. Good night yeah... Met bobo... My Rara."
(Arial)
"Ugh..." keluh Rara sebal.
berbanding terbalik dengan kakinya, Raras justru berlari keluar setelah itu.
BRAKH!
"Rara sayang, mau kemanaaaaaaa?!" teriak Marisa yang kebetulan mau mengunci pintu depan. "Udah malam lho, Ra!!"
Raras justru masuk garasi dan mengambil sepedanya. "Cuman mau ke rumah Arial kok, Ma!" teriaknya balik. Lalu mengayuh sepedanya secepat mungkin titik melintasi pelataran Yang begitu luas,memutari patung air mancur kolam ikan, menerobos dua satpam gerbang depan, dan kemudian turun ke jalan raya.
Berikutnya adalah kelokan jalan. Rara tak peduli ketika angin malam menerpa wajahnya, membuat dirinya semakin pucat dan menggigil perlahan. Namun, semua itu rasanya tidak berarti, ketika dirinya memikirkan tentang Arial dan semua hal manis yang dilakukannya akhir-akhir ini. Rara merasa semakin cepat dirinya mengayuh sepeda, semakin cepat pula detak jantungnya ketika hampir sampai ke rumah Arial.
Arrrgh! Jujur Rara kesal, kenapa tidak sedari tadi Arial mengatakan kalau ingin merayakan ulang tahun persahabatan mereka yang ke-6. Bukankah semua itu berharga? Bukankah semua itu itu tidak boleh dilakukan esok hari? Atau justru tidak usah sama sekali.
"Arial!" teriak Rara.
BRAKH!
Sepeda dibiarkan lepas ketika Rara sampai dia langsung melompat turun dan berlari masuk ke rumah itu.
"Rara?!" kaget Arial. cowok itu juga sedang mengunci pintu depannya seperti Marissa. Dia berdiri di ambang pintu dan terkejut.
BRUGH!
Ditabrak peluk tiba-tiba, Arial pun jatuh kebelakang dan nyaris menabrak sofa jika tidak menjagang tangan.
"I want to kill you! Believe me!" teriak Rara sebal. Tapi dia justru mengeratkan pelukan kepada Arial setelahnya.
"Rara..." desah Arial. Cowok itu kelihatannya masih bingung dengan situasi saat ini.